Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Hari Ibu] Ginah ....

21 Desember 2011   12:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ginah terus menagis terisak, sayapun bingung mau apa, sementara sebentar lagi terang benderang semua orang akan tahu apa yang terjadi di rumah Ginah, dan apa kata tetangga kalau mengetahui kalau Ginah melahirkan bayi tanpa suami.

"Maumu gimana? aku nurut.... mbok menowo bisa bantu....." hibur saya lihat Ginah mengiba.

"Carikan Ibu buat bayi saya, tolong bantu saya mbak......" lanjut Ginah.

Sambil garuk-garuk kepala saya cari solusi, "Begini saja coba nanti segera saya hubungi teman saya, kalau mungkin mau mengasuh bayimu, aku tak pulang dulu, subuhan dulu, bentar lagi tak kesini lagi...."

"Tolong kasih tahu pada Nanik ya mbak, aku nggak tega...." pinta Ginah.

"Baiklah, aku tak pulang dulu, Nanik tak ajak ke rumahku dulu biar ndak bikin gempar..." langsung saya keluar dari kamar Ginah.

"Nik.... ayo ikut ke rumahku ngambil obat buat emakmu...." ajak saya pada Nanik supaya mau ke rumah saya untuk saya kasih penjelasan.

Sesampai dirumah segera saya mengambil wudlu, begitu pula Nanik langsung saya suruh ke belakang menuju kamar mandi belakang dan langsung ke mushola yang berada tidak jauh dari kamar mandi.

Setelah selesai sholat subuh Nanik saya panggil ke ruang tamu, dan saya jelaskan apa yang terjadi pada emaknya, Nanik langsung pingsan, dan beberapa waktu kemudian dia siuman.

"Seberapa besar dosa emakmu, dia tetap emakmu yang  telah mati-matian bertahan hidup untukmu dan anakmu, semua bisa bersalah begitu dulu ketika kamu hamil sewaktu masih sekolah, emakmupun awalnya ngga bisa menerima keadaanmu, dan kamu sendiri tahu diruang tamu ini pula aku merayu emakmu untuk memaafkanmu, dan kini giliranmu yang memaafkan emakmu......." mulut saya terus mengeluarkan kata-kata ini sambil mengelus rambutnya Nanik, dan Nanikpun terus sesenggukan.

"Ya sudah kamu di sini dulu, tenangkan hatimu, nanti nggak usah kerja, sms saja pada temanmu biar di pamitkan, aku tak kembali ke rumahmu lihat emakmu....." bujuk saya dan Nanik masih terisak sambil mengangguk pertanda setuju apa yang saya utarakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun