Mohon tunggu...
riza bahtiar
riza bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis artikel, esai, dan beberapa tulisan remeh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikhwanul Muslimin: Antara Tasawuf, Pasukan Khusus dan Militerisme

13 November 2020   18:00 Diperbarui: 13 November 2020   18:04 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, Arab Saudi mengeluarkan pernyataan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk organisasi teroris. Bagi pegiat Ikhwan Saudi ini tentu merupakan kabar buruk di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berhenti. Secara global, tindakan Saudi ini bisa membawa preseden buruk bagi gerakan Ikhwanul Muslimin.

Ikhwanul Muslimin dalam doktrinnya memiliki elemen jihadisme. HAMAS Palestina bisa disebut sebagai pertubuhan dari jihadisme yang memiliki wajah militer. Ada kaitan erat antara ideologi jihadisme dengan militerisme. Militerisme acap kali paralel dengan kekerasan. Gerakan Islamisme cenderung senafas dengan militerisme. Namun, secara garis besar, ada dua untai Islamisme, yang revolusioner dan yang evolusioner. Hatta, yang evolusioner sukar mengambil jarak dari militerisme.

Hasan Al-Banna (1906-1949) adalah pendiri dan pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) Mesir. IM adalah organisasi gerakan Islamis terbesar dan paling berpengaruh di Timur Tengah. Organisasi yang dibentuk pada 1928 ini secara akidah dekat dengan pandangan salafistik yang relatif sinis terhadap tasawuf. Menariknya, al-Banna dalam sejarahnya bukanlah orang yang memusuhi tasawuf. Bukan rahasia bila Hasan al-Banna dalam masa-masa remaja dan pemudanya memiliki spirit sufistik yang amat kental. 

Memoarnya menyebutkan bahwa saat masih di usia duabelasan dia tertarik pada tarekat al-Hasafiyah (turunan lokal dari tarekat Syadziliyah). Dia menyaksikan para jamaah tarekat ini melakukan dzikr di sebuah masjid di al-Mahmudiyah. Dipimpin oleh Syekh Zahran jamaah ini berkegiatan antara shalat zuhur dan ashar. Bila siang dia bersekolah, malamnya dia bersama rekannya 'ngalap berkah' ke makam para tokoh sufi. Ini terjadi hampir setiap hari. Etos dari mursyidnya juga membekas dalam kehidupannya, utamanya terkait dengan ihwal perdebatan. Mursyid al-Banna menghindari debat dan lebih menyukai amal.

Pengaruh terminologi tasawuf juga nampak pada titel pemimpin di lembaga IM. Mursyidul 'Am untuk menyebut pemimpin tertingginya. Pemilihan kata "mursyid" jelas jejak dari pengaruh tasawuf. Selain itu, wirid dan wazifah besutan al-Banna yang dinamai al-Ma'tsurat dipengaruhi oleh tradisi sufistik juga. Demikian pula, bay'at bagi anggota baru IM, tak pelak diwarnai oleh tasawuf jua.

Namun, sekitar tahun 1940-an, ada upaya sistematis di pertubuhan IM mengenyahkan pengaruh tasawuf. Hal ini tak lain dipengaruhi kultur salafi yang jadi mainstream di IM. Bahkan, meski tak bisa meninggalkan tasawuf, al-Banna juga punya kritisisme, utamanya terhadap tradisi tawassul yang dilabeli "syirik". Al-Banna mempertahankan tradisi pembersihan jiwa bagi pengikutnya, melalui wirid-wirid. Tradisi pengorganisasian tarekat juga diambilalih oleh IM, namun ditambahkan elemen Leninis berupa kaderisasi.

Mengapa IM sangat dipengaruhi oleh tradisi salafi tinimbang sufi? Rupanya generasi al-Banna dipengaruhi kuat oleh rasionalisme al-Afghani dan Abduh dan Salafisme Rasyid Ridha. Al-Banna sendiri adalah pembaca setia Majalah al-Manar, terbit dari 1898-1935, yang dibidani Rasyid Ridha.

Ada satu subyek yang kontroversial tapi sangat menarik dalam evolusi pertubuhan IM. Pada dekade 1940-an, al-Banna mengambil balikan (turn) militer. Pertubuhan IM disusun layaknya hierarki militer. Batalion (katiba), Rover (jawwala), dan yang paling penting penyusunan sayap militer bawah tanah: Pasukan Khusus/Rahasia (al-jihaz/al-tanzim al-khas, al-jihaz al-sirri).

Pendirian Pasukan Khusus jelas diinisiasi oleh al-Banna sendiri. Bahkan dia memberikan arahan tersendiri bagi para anggotanya. Ada kualitas-kualitas khusus yang dibutuhkan untuk dipenuhi anggota Pasukan Khusus. Celakanya, tujuan besar dari Pasukan Khusus ini tak jelas benar. Satu hal yang pasti, aparatus ini tidak angkat senjata melawan Inggris, Zionis, atau pun musuh domestiknya sendiri.

Pasukan Khusus dilatih tersendiri. Pelatihannya tak beda dengan militer. Inisiatif dari pejabat Polisi di bawah Perdana Menteri 'Ali Mahir Pasha (1882-1960), yang melatih para mahasiswa Mesir secara militer, tak pelak berperan membentuk embrio Pasukan Khusus di pertubuhan IM. Diorganisir secara khusus, Risalah al-Jihad karya al-Banna diajarkan sebagai teks utama indoktrinasi, selain tak lupa pula tentu saja, pelatihan penggunaan senjata api.

IM punya hubungan dengan Free Officer dengan tokoh utamanya dari perwira militer tinggi yang kelak memimpin Mesir, Jamal Abdul Nasser dan Anwar Sadat. Namun, meski pernah berjumpa, tak ada rancangan yang dibikin oleh mereka. Meski demikian, latar belakang para anggota Free Officer yang milieu-nya berasal dari budaya konservatif relatif menerangi mengapa mereka mau menjalin hubungan dengan IM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun