Mohon tunggu...
BungRam
BungRam Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati pendidikan, konsultan program pendidikan

Book lover, free traveller, school program consultant, love child and prefer to take care for others

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencintaimu Jakarta

22 Juni 2021   10:53 Diperbarui: 22 Juni 2021   11:19 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pernah berlari-lari kecil mengitari Lapangan Banteng di akhir pekan,

kududuk di pinggiran berundak memandang langit yang mulai terik.

Pekan kemudian aku kunjungi lagi sepulang lari pagi bersama kawan,

debu jalan kuakrabi tanpa cacian dan hujatan atau fitnah mencekik

Jakartaku adalah harapan semua insan, yang menitipkan asa dan mimpi menjadi kaya

Setiap tahun, jengkal tanah di sekitar tempatku  berubah

Padang kering tempat bermain bola, rumput liar di pinggir kota

Jalan dan gang menyempit, parkiran bertambah, capung dan kumbang mulai punah.

Aku ingat saat berjalan kaki ke Kemayoran, 

pulang pergi tanpa kendaraan.

Kini Metromini pun mendesah kelelahan,

dan sedikit tenaga untuk saling kejar-kejaran.


Mencintaimu Jakarta dalam angan, dalam cerita orang-orang terpinggirkan

Saat di terminal Senen dahulu, yang harus diwaspadai adalah copet.

Tapi kini di era yang meghempaskan budaya dan kehormatan

Orang Jakarta seperti tinggal sederet, tak perlu takut copet, jambret, 

takutlah para buzzer yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.

Mencintaimu Jakarta dalam sebuah kisah, bingkai foto  pengais becak tua,

 kulihat potret itu di deretan jalan Hayam Wuruk, warnanya banal

Kini seni lukis foto dan pelukis jalan itu bagian dari  kurasi nyata

mereka  bertarung dengan sebaran foto 'hoaks'  di media sosial 

Mencintaimu Jakarta bersama kelap kelip  lampu nelayan Muara Angke

apakah beton yang menghujam ke tanah, atau reklamasi yang memaksa memutar arah

Mampu menuntun ikan mengirim senyuman bagi nelayan kere,

mampu bersama para pemangku janji  mengubah nasib memberi berkah.

Mencintaimu tidak sama dengan menjadi bangga denganmu 

Aku lahir di Jakarta, mungkin mati di antara sepi dan kesedihan hati

Mencintaimu kini harus bersabar menunggu 

saat para petarung, pemodal, pembisik, dan penipu beradu nyali

Biarkan orang-orang tulus menyisir dari tepi, 

menggandeng harapan memunguti mimpi.

Untuk Jakarta, sang Ibukota

agar tuntas menjadi maju kotanya, dan bahagia warganya.

"Selamat HUT DKI Jakarta ke-494"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun