Perbincangan dan diskusi seputar pandemi, khususnya pendidikan selama dan pasca pandemi, menarik perhatian dan juga boleh dikatakan sebuah tantang pemikiran baru era digital dan masyarakat modern sekarang ini.
Kita semua mungkin mengharapkan perubahan pada pendidikan selama pandemi --- di mana hampir setiap siswa, mulai dari tingkat SD hingga SMA mendapatkan pengalaman belajar yang berbeda dari biasanya, yaitu secara daring --- akan membantu sebagian besar anak untuk siap menghadapi era industri 4.0 atau 5.0, bekerja di tempat kerja digital di masa depan.
Tapi itu salah, kata para ahli. Kyle Hartung, wakil presiden asosiasi Jobs for the Future, sebuah organisasi nirlaba yang berkonsentrasi pada pendidikan dan penyelarasan tenaga kerja mengatakan, "Saya tidak berpikir ini akan banyak membantu, tidak ada pendekatan sistematis atau pedagogis untuk belajar dari jarak jauh." Baca uraian lebih jelasnya  di sini. Â
Shelly Culbertson, peneliti kebijakan senior di RAND Corporation, juga skeptis. "Saya tidak yakin bahwa mereka datang dengan seperangkat keterampilan yang memungkinkan mereka memiliki disiplin diri dan rentang perhatian yang dibutuhkan untuk bekerja dari jarak jauh", katanya, mengingat kualitas pendidikan online umumnya buruk untuk banyak siswa. Dia mengingatkan, bahwa belum ada penelitian yang komprehensif tentang pertanyaan tersebut dalam konteks pandemi.
Krisis COVID-19 dan disrupsi pendidikan masih jauh dari selesai. Karena menurut laporan PBB, sekitar  100 negara belum mengumumkan tanggal pembukaan kembali sekolah dan di seluruh dunia, pemerintah, serikat pekerja, orang tua, dan anak-anak bergulat dengan kapan dan bagaimana mendekati fase berikutnya.Â
Negara sudah mulai merencanakan untuk membuka kembali sekolah secara nasional, baik berdasarkan tingkat kelas dan dengan memprioritaskan ujian kelas, atau melalui pembukaan sekolah di daerah lokal yang memiliki lebih sedikit kasus virus.
Namun, mengingat penanganan pandemi di beberapa negara yang tidak maksimal, pendistribusian vaksin, hingga munculnya varian baru virus COVID, mengakibatkan pengambilan kebijakan pendidikan menjadi sulit dilakukan secara komprehensif.
Oleh karenanya untuk mengurangi konsekuensi yang berpotensi merusak dari pandemi COVID-19, PBB melalui pemerintah dan pemangku kepentingan di seluruh negara terkena dampak pandemi COVID-19 mendorong untuk merespons dengan mengeluarkan kebijakan berikut:
1. Â Penekanan penularan virus secara seksama, dan perencanaan pembukaan ulang sekolah (secara luring)
Satu-satunya langkah paling signifikan yang dapat diambil negara untuk mempercepat pembukaan kembali sekolah dan lembaga pendidikan untuk menekan penularan virus untuk mengendalikan wabah nasional adalah dengan memastikan keamanan semua; rencana pembukaan kembali yang inklusif; mendengarkan suara semua pihak; dan berkoordinasi dengan aktor kunci, termasuk komunitas kesehatan.
2. Â Melindungi dan mengatur pendanaan pendidikan secara baik
Otoritas nasional dan komunitas internasional perlu melindungi pembiayaan pendidikan melalui cara-cara berikut: memperkuat mobilisasi pendapatan domestik, melestarikan bagian pengeluaran untuk pendidikan sebagai  prioritas utama dan mengatasi inefisiensi dalam pengeluaran pendidikan; memperkuat koordinasi internasional untuk mengatasi krisis hutang; dan melindungi bantuan pembangunan resmi untuk pendidikan.
3. Â Memperkuat ketahanan sistem pendidikan dan kesetaraan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan
Memperkuat ketahanan sistem pendidikan memungkinkan negara-negara untuk menanggapi tantangan langsung dalam membuka kembali sekolah dengan aman dan memposisikan mereka untuk mengatasi krisis masa depan dengan lebih baik. Dalam hal ini, pemerintah dapat mempertimbangkan hal-hal berikut: fokus pada kesetaraan dan inklusi; memperkuat kapasitas untuk manajemen risiko, di semua tingkatan sistem; memastikan kepemimpinan dan koordinasi yang kuat; dan meningkatkan mekanisme konsultasi dan komunikasi.
4. Atur ulang program pendidikan dengan mempercepat perubahan dalam sistem pembelajaran
Upaya besar-besaran yang dilakukan dalam waktu singkat untuk menanggapi guncangan sistem pendidikan mengingatkan kita bahwa perubahan itu pasti. Kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menemukan cara baru untuk mengatasi krisis pembelajaran dan mewujudkan  serangkaian solusi yang sebelumnya dianggap sulit atau tidak mungkin diterapkan.Â
Poin-poin langkah yang bisa jadi upaya  kedepan: fokus pada mengatasi kerugian belajar dan mencegah putus sekolah, terutama dari kelompok yang terpinggirkan; menawarkan keterampilan untuk program kelayakan kerja; mendukung profesi guru dan kesiapan guru; memperluas definisi  hak atas pendidikan untuk menyertakan konektivitas; menghilangkan hambatan konektivitas; memperkuat data dan pemantauan pembelajaran; memperkuat artikulasi dan fleksibilitas lintas tingkat dan jenis pendidikan dan pelatihan.Â
Baca uraian lengkapnya di policy brief; education during COVID-19 and beyond.
Selanjutnya, dalam proses belajar selama masa pandemi ini, semua sudah mulai lumrah, atau sebagian masih merasakan berat dan berharap sistem pembelajaran tidak  lagi menggunakan perangkat digital karena banyak faktor yang menghambat belajar siswa dan hampir menimbulkan demotivasi belajar, karena pemahaman yang salah tentang proses belajar jarak jauh atau belajar secara daring.
Kita, di Indonesia khususnya, dikatakan pernah punya pengalaman penerapan pola belajar jarak jauh, meisalnya dengan telah dibukanya program Universitas Terbuka, kursus 'online' semacam Ruang Guru. Namun prinsip pembelajaran jarak jauh di hampir semua level pendidikan, belum dipahami dan dilaksanakan sebagai sebuah pola yang berbeda dari belajar secara tatap muka di kelas.
Momen pandemi justru tidak memberikan kerangka baru dalam pengembangan sistem pendidikan berbasis teknologi. Karena perangkat digital, buku ajar, dan guru sebagai pusat belajar masih mendominasi pola belajar di rumah. Sehingga penyesuaian dalam perubahan pendidikan jarak jauh tidak hadir untuk memberikan keterampilan baru selama pandemi, bahkan kebutuhan akan keterampilan lainnya pasca pandemi COVID-19 ini.
Apa saja keterampilan belajar yang perlu ditanamkan/dipelajari oleh anak selama dan pasca pandemi?
A.Keterampilan belajar yang perlu diperhatikan dan dikembangkan selama masa pandemi COVID-19
Perubahan pola belajar selama masa pandemi, bukan hanya persoalan teknis intruksi belajar dari guru kepada peserta didik. Bukan soalan aplikasi yang digunakan semata.Â
Selain keterampilan guru dalam melakukan transisi dalam aktifitas akademik, kemampuan  beradaptasi, kreatifitas dan inovasi  pembelajaran, juga perhatian guru terhadap pengembangan keterampilan belajar peserta didik secara menyeluruh amat penting untuk diperhatikan.
Selama masa pandemi, ada banyak hal terjadi. Ada banyak kekagetan menerpa, kebingungan melanda, kegugupan mengikat, hingga kekhawatiran akan hal-hal yang bersifat ilusi menyelimuti diri.
Selama masa pandemi, berikut beberapa hal paling esensial yang harus dimiliki atau paling tidak, setiap orang dewasa, baik orangtua maupun guru menanamkan dan mengembangkannya pada anak:
   1.  Kemampuan mengatur diri sendiri
Dalam pembelajaran jarak jauh siswa harus mampu mempersiapkan diri untuk sukses - secara fisik, materi, dan emosional. Duduk di rumah, mereka harus belajar menghindari gangguan, membuat diri mereka fokus pada apa yang seharusnya mereka lakukan, tahu kapan harus siap untuk menerima pelajaran, tahu kapan mengerjakan tugas yang telah ditentukan.
Dalam hal ini, orangtua dan guru perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami apa yang harus dia pertanggungjawabkan dari rutinitas belajar di rumah. Komunikasi yang baik antara orangtua, guru terhadap anak juga harus dibangun lebih intens dengan memperhatikan perubahan emosi anak akibat tertahan di rumah karena pandemi.
    2.  Kemampuan mengatur waktu
Untuk sebagian besar siswa, Â ketika mereka benar-benar dimintai pertanggungjawaban untuk "tepat waktu" adalah ketika mereka memasuki dunia kerja atau pergi ke perguruan tinggi, dan mereka mulai menyadari bahwa mereka harus memastikan mereka masuk ke setiap kelas atau ke kelas mereka, pekerjaan mereka sendiri. Selama masa belajar dengan tatap muka langsung, mereka sudah terbiasa diingatkan dengan bel sekolah, ritual upacara sekolah dan lain-lain.
Selama masa belajar dari rumah, mereka harus belajar bertanggungjawab dengan waktu mereka sendiri. Mengetahui jadwal yang telah ditentukan, siap di depan layar untuk melakukan pembelajaran via internet atau komunikasi digital.
Bisa masuk ke kelas tanpa pengingat fisik - mendengarkan bel atau mengamati perilaku orang lain di sekitar Anda - bukanlah keterampilan yang mudah bagi siswa sekolah dasar atau menengah, dan bahkan beberapa siswa sekolah menengah.
   3.  Fokus mengerjakan tugas, mengikuti intruksi dengan baik
Hal sulit yang sering dihadapi anak-anak dalam mengikuti belajar secara daring adalah kemampuan untuk fokus dalam rentang waktu tertentu saat terkoneksi dengan gurunya di sesi pembelajaran.Â
Kebiasaan bermain game memengaruhi rentang waktu fokus saat berinteraksi lewat komunikasi digital. Oleh sebab itulah beberapa pakar pendidikan amat konsern untuk membatasi anak dalam bermain 'game online'.
Selama belajar daring, peran guru dan orangtua dalam melatih anak tetap fokus selama mengikuti sesi belajar daring amat penting. Maka sangat disarankan bagi para guru untuk tidak melakukan banyak aktifitas tatap muka secara live streaming, karena problem rentang fokus anak yang terbatas.Â
Guru memperbanyak mengajak anak melakukan aktifitas kolaborasi di rumah, dan kegiatan yang fleksibel berbasis proyek.
   4.  Kemampuan berinteraksi dan mencari (belajar berbasis inkuiri)
Kendala belajar secara daring yang sering dikeluhkan para orangtua adalah mendampingi anak belajar di rumah, dengan memposisikan diri sebagai "guru pengganti". Â Itu terjadi karena peralihan belajar dan pola belajar yang tidak tepat yang terjadi terhadap anak.
Pola belajar jarak jauh dipahami secara sempit dengan instruksional jarak jauh atau secara daring dengan media sosial digital.
Kualitas interaksi, komunikasi dan hubungan emosi nyaris luput dari perhatian guru dan orangtua. Maka melatih dan menanamkan interaksi yang menyenangkan dan pola mencari sendiri, dengan arahan tugas sederhana bisa memberikan efek yang positif untuk membangun motivasi belajar anak di rumah.
    5.  Kepedulian terhadap lingkungan, motivasi diri
Selama belajar dari rumah, adalah hal biasa anak-anak menghabiskan waktu dengan perangkat digital, terutama bagi mereka yang secara kelengkapan memadai. Saya beberapa kali mengingatkan guru-guru untuk mengajak anak-anak memiliki kesadaran diri terhadap lingkungan. Mengapa?Â
Karena sebagian besar masyarakat dunia sedang dihantam krisis. Akibat pandemi, bukan hanya kesulitan dan ancaman kesehatan yang dialami semua orang, tapi juga dampak ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh kriris keamanan dan  kesehatan tersebut.
Pandemi secara langsung "mendidik" setiap orang peduli kesehatan, peduli terhadap pola hidup bersih dan sehat. Betapa banyak pelajaran dari jatuhnya banyak korban akibat terinfeksi virus COVID-19 ini.Â
Jika pendidikan tidak bisa menangkap momentum penting ini sebagai kesempatan memberikan edukasi untuk munculnya sikap peduli terhadap lingkungan, maka merugilah para siswa yang hanya menghabiskan waktu di rumah menerima pelajaran sekolah yang bersifat instruksional, dan tidak memiliki implikasi untuk terbangun motivasi dirinya, keleduliannya terhadap lingkungan sekitar.Â
Padahal pendidikan adalah proses integrasi pengetahuan dengan pengalaman hidup yang nyata. Dan tugas para guru adalah menjembatani setiap perubahan yang terjadi dengan pengalaman belajar. Hal itu menjadikan proses belajar bersama institusi pendidikan menjadi bagian yang sentral dalam membentuk kepribadian anak di masa mendatang.
B. Keterampilan belajar yang perlu diperhatikan dan dikembangkan pasca pandemi COVID-19
Pasca pandemi, atau bisa dikatakan; setelah semua masyarakat menjalani 'kenormalan baru', pendidikan adalah sektor yang paling penting sebelum ekonomi, untuk diprioritaskan oleh segenap pemimpin bangsa untuk menuju kemajuan atau ketahanan masyarakat di era global.
Linda Darling-Hammond , seorang profesor pendidikan di Universitas Stanford dan presiden pendiri Institut Kebijakan Pembelajaran, berpendapat bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk meluncurkan upaya baru. untuk menerapkan mengembangkan sistem pembelajaran yang baik pasca pandemi COVID-19. Beberapa hal yang direkomendasikan oleh Linda adalah:
- Mempersiapkan pendidik yang kompeten dan responsif secara budaya untuk melayani semua siswa.
- Mempersiapkan para pemimpin untuk membuat peningkatan yang berpusat pada siswa di seluruh sistem.
- Kembangkan alat untuk menilai kebutuhan dan kemajuan siswa secara lebih baik.
- Tutup kesenjangan digital dan tingkatkan pembelajaran jarak jauh untuk semua orang.
- Dukung pembelajaran sosial dan emosional.
- Mendesain ulang sekolah dengan "dukungan menyeluruh" yang memenuhi kebutuhan seluruh anak.
- Memperpanjang waktu belajar.
- Memanfaatkan dana sekolah yang lebih memadai dan merata.
Adapun keterampilan yang perlu dikembangkan dan diprioritaskan dalam sistem pendidikan dan  perencanaan pembelajaran adalah:
1. Literasi  media sosial dan literasi digital
Selama pandemi, hampir seluruh siswa akrab dengan dunia digital dan media sosial. Hal itu tentu menjadi tantangan baru bagi segenap orangtua dan tenaga pengajar.Â
Pasca pandemi, keterampilan dalam hal literasi digital dan media sosial mutlak diperlukan oleh para siswa. Â Meskipun pembelajaran kembali dilaksanakan secara tatap muka, kompetensi dalam hal literasi digital harus terus dikembangkan sedemikian rupa, terintegrasi dengan sistem perencanaan pembelajaran di kelas.
2. Kemampuan logika dan berpikir kritis
Kemampuan logika dan berpikir kritis akan menjadi hal yang penting dalam pembiasaan di sekolah dan proses pembelajaran. Guru harus sudah mulai mengubah cara mereka mengajar.Â
Pola belajar berpusat pada guru harus segera diganti dengan berpusat pada siswa. Karena kemampuan menalar dan analitik serta berpikir kritis akan lebih mudah dikembangkan dalam prosedur kegiatan yang mengutamakan siswa sebagai "subyek" belajar, berlatih membuat keputusan dan memecahkan lersoalan. Â Berlatih menganalisis dan membuat pertanyaan atau mempertanyakan sesuatu yang ia pelajari.
3. Kemampuan berkomunikasi dan kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional sudah lama menjadi perbincangan para pakar neuro sains dan motivasi diri serta kepemimpinan. Komunikasi adalah bagian di dalamnya yang memiliki peran utama dalam mengendalikan diri, berpikir positif dan kemampuan berkolaborasi.
Pasca pandemi, setiap siswa perlu dibiasakan dalam aktifitas yang menguatkan dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi mereka serta kecerdasan emosi mereka.
4. Kemampuan adaptasi dan pemecahan masalah
Pasca pandemi COVID-19, permasalahan pendidikan bukan berarti selesai kembali normal, karena seluruh sekolah sudah bisa melaksanakan tatap muka dan penerapan aturan protokol kesehatan dijalani dalam kerangka 'kenormalan baru'. Namun perubahan yang diakibatkan oleh pandemi tidak akan mengembalikan keadaan kepada sedia kala -- sebelum pandemi.Â
Perencanaan sistem pendidikan menyusul disrupsi besar-besaran di seluruh dunia dalam beberapa aspek vital seperti sosial ekonomi, politik dan tentunya keebijakan pendidikan, memberikan peta baru pendidikan global dan juga secara nasional.
Kemampuan beradaptasi harus menjadi bagian dari keterampilan siswa di era pembelajaran pasca pandemi, dengan beragam penyesuain yang muncul sebagai konsekwensi program ketahanan negara dalam menghadapi kehidupan selanjutnya.Â
Dari situ setiap proses pendidikan memerlukan inovasi dalam tingkat teknis untuk melatih anak dalam kegiatan pembelajaran berbasis pemecahan masalah. Agar proses pendidikan keterampilan beradaptasi menjadi tumbuh dalam kerangka program di sekolah.
[Bungram-05042021]
Tulisan/artikel tentang pendidikan dan parenting lainnya bisa diakses di http://bungram.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H