Mohon tunggu...
BungRam
BungRam Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati pendidikan, konsultan program pendidikan

Book lover, free traveller, school program consultant, love child and prefer to take care for others

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan dan Kemampuan Berpikir Kritis

29 Agustus 2019   13:39 Diperbarui: 29 Agustus 2019   14:23 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenis aktifitas pembelajaran di kelas cenderung memposisikan murid sebagai obyek. Orientasi materi ajar tidak mengajak murid memahami realitas kehidupan, informasi dalam pembelajaran kurang beririsan dengan konteks kehidupan yang mereka hadapi atau saksikan sehari-hari. Namun kegiatan belajar lebih didominasi oleh pemenuhan kepuasan pencapaian nilai dan prestasi akademik, bukan penambahan nilai internal yang membungkus kesadaran anak untuk menunjukkan perilaku paripurna sebagai insan terdidik.  

Dari fakta itu, pendidikan melahirkan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan analisis yang baik. Anak-anak menjadi pribadi yang rapuh dan minim kepedulian atas berbagai permasalahan sosial, politik, lingkungan, atau budaya.

Mereka mudah terpolarisasi dalam arus informasi yang massif dan acapkali bercampur berita bohong --hoaks. Pasalnya selama ini pola interaksi yang dibangun diantara mereka tidak dibangun dengan dasar pemikiran kritis. Guru sebagai pengajar dan murid sebagai penerima materi pembelajaran. Guru adalah orang yang  tahu semua informasi sehingga ia paling otoritatif, sedangkan murid ada di posisi orang "bodoh", tidak tahu informasi yang disampikan oleh guru.

Maka dari itu lembaga pendidikan perlu membangun pondasi berpikir kritis bagi segenap peserta didik.  Bahkan bagi tenaga pendidik itu sendiri. Dalam menerapkan cara berpikir kritis, paling tidak ada beberapa hal yang harus difasilitasi sebagai bagian dari sesuatu yang dengannya para murid terlibat, untuk melatih keterampilan berpikir kritis, yaitu:

  • Aktifitas bertanya
  • Menggunakan logika
  • Bersikap objektif
  • Proses menguji sebuah informasi/data
  • Menganalisis
  • Melakukan interpretasi atas sebuah pernyataan
  • Melakukan evaluasi
  • Memberikan argument yang baik dan benar
  • Melakukan refleksi

berbagai tantangan di dalamnya. Karena berpikir kritis adalah jiwa yang menyertai kurikulum pendidikan, dengannya pendidikan di zaman sekarang ini akan memberi makna dan dampak yang berarti.

Proses pendidikan sejatinya memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis dari setiap individu, menetapkan tujuan yang jelas dan logis dari setiap pembelajaran. Logis maksudnya apa yang dipelajari oleh murid akan memiliki keterhubungan dengan fakta-fakta kehidupan. Kemudian mereka  belajar memutuskan apa yang ingin dicapai dan kemudian membuat keputusan berdasarkan berbagai kemungkinan.

Para murid juga dilatih menjelaskan tujuan itu untuk diri mereka sendiri, mereka harus belajar menggunakannya sebagai titik awal dalam semua situasi di masa depan yang membutuhkan pemikiran, dan  mungkin, pengambilan keputusan lebih lanjut.

Oleh karenanya jika lembaga pendidikan tidak mampu menjadi medium dalam memberikan kesempatan bagi semua muridnya untuk melibatkan diri dalam kegiatan di atas, maka pendidikan justru akan melahirkan generasi yang lemah dalam berpikir. Tidak percaya diri dalam pengambilan keputusan, tidak peduli terhadap isu kontekstual yang menuntutnya terlibat dalam menangani berbagai permasalahan yang terjadi, baik ekonomi, sosial, lingkungan, politik dan budaya.

Kultur berpikir kritis sangat perlu dihidupkan di dunia pendidikan kita. Hal ini tentunya juga sudah menjadi kebutuhan global -- 'skill needed' bagi setiap anak generasi zaman ini dalam menjalani perkembangan kehidupan modern dan berbagai tantangan di dalamnya. Karena berpikir kritis adalah jiwa yang menyertai kurikulum pendidikan, dengannya pendidikan di zaman sekarang ini akan memberi makna dan dampak yang berarti.

U5R-290819

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun