Mohon tunggu...
Bung Lomi
Bung Lomi Mohon Tunggu... Freelancer - Debutant Writer

Read Well, Write Well

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemarin dalam Sejarah: Pembantaian Santa Cruz

13 November 2019   14:49 Diperbarui: 13 November 2019   14:57 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timor Leste Santa Cruz Massacre monument, photo by ody-see.com

Mungkin tulisan ini kelewat satu hari dari tanggal asli kejadian tersebut. Tapi tidak ada salahnya kita untuk mengetahui bahkan untuk sekadar mengenang kejadian tempo itu.

Di hari kemarin, pada bulan sebelas di tahun 1991 (28 tahun lalu). Terjadi insiden pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor Leste. Batu - batu nisan dan kuburan penuh dengan simbahan darah segar, bergeletakan pula mayat dengan sejumlah luka akibat terkena tembakan.

Jeritan histeris dan panik tercampur aduk dengan raungan sirine, serta deru dari senjata api yang tiada henti mewarnai suasana kala itu.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh adanya niatan dari delegasi parlemen portugal untuk mengunjungi daerah itu. Rencananya mereka akan mengikutsertakan 12 jurnalis internasional. Siapa sangka hal ini akan berujung pada catatan merah militer Indonesia di bumi Lorosae.

Kunjungan dari delegasi parlemen Portugal itu dibatalkan oleh pemerintah Indonesia saat itu, karena salah satu anggota delegasinya adalah Jill Jollefe. Jill, adalah wartawan dari negeri kangguru yang sangat frontal terhadap pemerintah Indonesia, karena ia mendukung gerakan kelompok separatis Fretilin yang ingin lepas dari Indonesia.

Pembatalan kunjungan tersebut menyebabkan kekecewaan pada mahasiswa pro kemerdekaan yang telah menyiapkan sambutan mengenai kedatangan delegasi tersebut.

Namun gerakan diam - diam mereka tercium oleh intelijen Indonesia, mereka yang membuat spanduk spanduk penyambutan delegasi Portugal di gereja Moteal, Dili diawasi terus oleh aparat TNI.

Akibat dari pembatalan tersebut, situasi antara mahasiswa pro kemerdekaan dengan pemerintah Indonesia saat itu memanas.

Dua minggu sebelumnya, pada malam 27 Oktober 1991 sekelompok provokator dari intelijen Indonesia mengejek para aktivis pro kemerdekaan, serta memancing mereka untuk ribut. Mahasiswa pun terpancing, lalu keributan tak terelakkan

Imbas dari bentrokan tersebut, esok harinya 28 Oktober 1991 ditemukanlah jasad aktivis pro Indonesia, Afonso Henriques yang tewas dalam bentrokan. Di pihak sebrang ditemukan jasad Sebastiao Gomez yang tergeletak dekat gereja Moteal.

Tibalah di tanggal 12 November 1991, saat di mana penguburan pada jasad Gomez di TPU Santa Cruz, Dili. Pastur Alberto Ricardo memimpin misa arwah untuk memperingati kematian Gomez. Misa ini diikuti ribuan umat Katolik Timor Leste.

Seusai misa usai pukul 07.00 waktu setempat, sekitar lima ratusan orang keluar gereja sembari membentangkan spanduk bergambar Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan Timor Timur yang dipenjara di lapas Cipinang, Jakarta.

Seiring mereka terus berjalan, mereka meneriakan...

 "Timor Leste! Timor Leste! Timor Leste!"

Iringan pengunjuk rasa itu berjalan sekitar 4 kilometer menuju pemakaman Santa Cruz, tempat Gomez dimakamkan.

seperti terlihat dari rekaman video jurnalis Inggris Max Stahl, suasana menjadi kacau. Sirine dan suara letusan tembakan yang berbarengan memekik telinga. Para demonstran lari tunggang-langgang. Sementara yang lain mencari persembunyian di antara nisan-nisan Santa Cruz.

Militer Indonesia yang terdiri dari pasukan Brimob 5485, Batalion 303, dan kompi campuran, serta Batalion 744 dan personil dari Kodim 1627 juga membabi buta dan menusuk korban luka serta sejumlah warga Dili yang ketakutan bersembunyi di antara nisan - nisan di area pemakaman.

271 orang tewas seketika, 382 orang luka parah dihajar timah tajam, dan 250 orang menghilang tak tentu entah kemana jejaknya.

Tanpa disadari oleh tentara Indonesia yang kerasukan setan saat itu, Max Stahl diam-diam merekam dari jauh aksi penembakan brutal itu, di mana rekaman tersebut berhasil diselundupkan ke Australia dan akhirnya disiarkan oleh Yorkshire Television di Britania Raya.

Video tersebut berhasil diselundupkan ke Australia melalui seorang wanita berkebangsaan Belanda untuk menghindari razia militer Indonesia, baik itu di bandara maupun di pelabuhan.

Video tersebut pun kemudian ditayangkan sebagai film dokumenter First Tuesday yang berjudul "In Cold Blood: The Massacre of East Timor", yang ditayangkan di ITV di Britania pada bulan Januari 1992. Sekarang sudah bisa kita tonton di YouTube.

Berdasarkan video Max Stahl itulah setidaknya mata dunia terbuka. Amnesty Internasional menganugerahi video insiden Dili berjudul Cold Blood: The Massacre of East Timor itu sebagai video terbaik untuk kategori Hak Asasi Manusia pada 1992.

Panglima ABRI kala itu, Jenderal TNI Try Sutrisno saat itu menegaskan, ABRI terpaksa melepaskan tembakan terhadap massa dalam insiden di Dili 12 November, sebagai upaya membela diri.

 "Bayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai ada peleton yang dilucuti massa, dan senjatanya dibawa lari. Bagaimana memperolehnya kembali? Bukankah korban yang jatuh akan lebih banyak?" 

Ungkap Sutrisno.

Untuk merespons insiden itu, Presiden Soeharto membentuk Komisi Penyelidik Nasional (KPN) di bawah pimpinan Hakim Agung M Djaelani.

Penunjukan M Djaelani tersebut dinilai banyak kalangan sebagai keputusan tepat dan patut disambut dengan baik, seperti dikutip dari Harian Kompas, 19 November 1991. KPN pun mulai bekerja dengan menelusuri rute pengunjuk rasa dan mewawancarai beberapa orang.

Tragedi Santa Cruz tersebut banyak mendapat sorotan dari media asing. Mereka menganggap bahwa pemerintah Indonesia banyak terkesan menutup-nutupi insiden itu.


Pakar politik Australia, Rebecca Strating dalam Social Democracy in East Timor, menyebutkan setelah insiden Dili itu, senator AS meminta Presiden George Bush Sr. agar membantu Timor Timur menentukan nasib sendiri dengan memasukkan persoalan tersebut dalam agenda resolusi Majelis Umum PBB.

Rencanan PBB itu mendapat sambutan beragam. Kapupspen ABRI Brigjen Nurhadi Purwosaputra mengatakan, ABRI tidak mau ada campur tangan asing dalam menyelidiki insiden Santa Cruz itu.

Sementara itu, mantan Komandan Kopassus yang pernah bertugas di Timor Timur, Prabowo Subianto, menyebutkan bahwa tindakan penyerangan di Santa Cruz itu tidak taktis secara militer.

"Anda tidak semestinya membunuh warga sipil di depan pers internasional, Komandan-komandan itu bisa saja membantai di desa-desa terpencil sehingga tak diketahui siapapun, tapi bukan di ibu kota provinsi!"

Ujar Prabowo kepada jurnalis Amerika Allan Nairn seperti dikutip dari laman alannairn.org.

11 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur akhirnya merdeka dari Indonesia setelah diberi opsi Referendum oleh Presiden BJ Habibie.

Bagi Presiden BJ Habibie, Timor Timur adalah kerikil dalam sepatu bagi NKRI. Presiden BJ Habibie mempersilahkan rakyat Timor Timur memilih tetap mau ikut Indonesia atau mau berdiri sendiri.

Mayoritas rakyat Timor Timur memilih merdeka. Timor Timur akhirnya lepas dari Indonesia dan berganti nama menjadi Timor Leste.

Mereka mengangkat Xanana Gusmao yang dipenjara di LP Cipinang oleh rezim Soeharto, sebagai Presiden Timor Leste pertama (2002-2007).

Tragedi Santa Cruz atau sering disebut juga peristiwa 12 November adalah peristiwa yang selalu dikenang dan tercatat sebagai sejarah tinta merah bangsa Indonesia.

Referensi :

  1. Tragedi Santa Cruz dan Sejarah Kekerasan Indonesia di Timor Leste, Tirto.id
  2. Sadisnya Soeharto Dalam Pembantaian Santa Cruz, seword.com
  3. Hari Ini dalam Sejarah: 19 Orang Meninggal dalam Insiden Santa Cruz, Timor Leste, Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun