Menjelang pergantian tahun alias Selasa (31/1/2024) kemarin, saya dan anak sulung memanjat pohon durian di belakang rumah untuk memetik buahnya. Tentu saja tetangga kiri-kanan sibuk mengingatkan, siap-siap tahun depan tidak berbuah lagi. Benarkah demikian?
Tanaman berusia nyaris 40-an tahun yang kami panjat ditanam oleh mantan tetangga. Beliau adalah transmigran pemilik asli lahan pekarangan yang kemudian, ketika mantan tetangga kami tersebut memilih kembali ke Jawa, sebagian dibeli oleh mendiang Ibu.
Selain berada tepat di sebelah lahan pekarangan kami, di petak tersebut terdapat dua batang durian plus beberapa baris pohon jeruk keprok. Itu sebabnya Bapak dan mendiang Ibu tidak berpikir dua kali ketika ditawari oleh mantan tetangga kami.
Deretan batang jeruk keproknya lama-lama mati dan lantas dicabuti, sedangkan dua pohon durian semakin tahun semakin berbuah lebat. Dua pohon yang menghasilkan jenis berbeda, tetapi sama enaknya.Â
Karena yang menanam bernama Muchtar, orang-orang menamai buah dari dua pohon itu sebagai Duren Pak Muchtar. Namun sejak beberapa tahun belakangan, sebutan itu berubah menjadi Duren Mbah Ibu--panggilan orang-orang bagi mendiang ibu saya.
Pohon yang satu buahnya berkulit hijau muda, dengan daging buah tebal berwarna kekuningan. Sedangkan pohon sebelahnya lagi menghasilkan buah berkulit kekuningan, dengan daging buah sama tebal berwarna merah-kekuningan.
Saya tak paham jenis durian apa saja itu, yang saya tahu hanyalah rasanya luar biasa enak. Ini bukan kata saya, tetapi dikatakan oleh para tetangga, sampai-sampai kemarin banyak yang berdatangan ingin membeli padahal sudah saya bagi rata.
Itulah sebabnya saya dan anak sulung lantas memanjat pohon durian tersebut kemarin. Aksi yang lantas ditanggapi oleh komentar bernada menyayangkan dari banyak orang yang sangat percaya pohon durian tak akan berbuah lagi kalau buahnya dipetik, bukannya dibiarkan jatuh sendiri.
Mitos Atau Fakta?
Benarkah pohon durian tak akan berbuah lagi kalau buahnya dipetik, bukannya dibiarkan jatuh sendiri?
Setahu saya, sih, itu sekadar mitos atau kepercayaan tak berdasar. Lebih tepatnya, secara ilmiah tidak benar kalau sebuah pohon durian bakalan rusak dan tak mau berbuah lagi kalau buahnya dipetik oleh si pemilik.
Satu yang harus dipahami, durian tergolong buah-buahan klimaterik. Maksudnya, jenis buah yang mengalami perubahan sangat cepat saat memasuki usia panen.
Karena itu durian tidak bisa disimpan lama-lama jika sudah matang. Kalau sekadar untuk dikonsumsi sendiri, tidak masalah menunggu duriannya jatuh sendiri. Namun kalau untuk dijual, apalagi dikirim ke luar kota, ya bakalan wassalam.
Ketika buah sudah tua, ianya akan tetap matang tak peduli tetap berada di pohon maupun dipetik alias matang di bawah. Terpenting itu tadi, usianya sudah cukup tua dan tinggal menunggu proses pematangan.
Kalau masih ingat pelajaran Biologi di sekolah, ada satu enzim yang bernama etilen. Enzim inilah yang membantu buah yang sudah tua menjadi matang sempurna.
Etilen diproduksi oleh tanaman ketika buah sudah tua. Dengan demikian, mau buahnya tetap dibiarkan di pohon maupun dipetik ianya akan tetap matang karena adanya enzim tersebut.Â
Jadi, bukan anggapan yang benar jika pohon durian tidak akan mau lagi berbuah jika buahnya dipetik. Justru saya yang ingin bertanya, mengapa pohon durian bakal rusak jika buahnya dipetik?
Praktik Lumrah dalam Agrobisnis
Sebagai buah klimaterik, durian yang hendak dijual memang sebaiknya dipetik saat sudah tua. Terlebih jika hendak didistribusikan ke tempat jauh, sampai ke luar kota apalagi luar negeri.
Selama dalam perjalanan itu enzim etilen tetap akan bekerja, sehingga durian yang dipetik tadi akan tetap matang sempurna. Sekali lagi, rasanya tidak kalah enak dengan yang jatuh sendiri.
Praktik ini biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan besar di manapun. Misalnya PT Nusantara Tropical Farm (PT NTF), perusahaan perkebunan buah di Lampung yang merupakan pemasok buah-buahan segar dengan jenama Sunpride dan turunannya.
Medio 2016, saya berkesempatan mengunjungi perkebunan maha luas tersebut. Ceritanya waktu itu saya jadi salah satu pemenang lomba blog yang diadakan oleh Sunpride, berhadiah kunjungan ke kebun PT NTF di Lampung.
Di sana saya menyaksikan sendiri betapa buah-buahan yang akan dipasarkan semuanya dipanen dalam keadaan belum matang. Meskipun begitu, keseluruhan buah tersebut sudah dihitung secara cermat dalam keadaan sudah sangat tua.
Pisang cavendish, misalnya, dipetik saat kulitnya masih hijau. Demikian pula pepaya yang dipanen sewaktu kulitnya masih hijau-hijau. Namun kesemuanya sudah dihitung benar-benar usianya, sehingga dipastikan sangat tua dan tinggal menunggu matang.
Khusus durian, para petani di Thailand juga biasa memetik buah alih-alih menunggunya jatuh sendiri. Banyak kok videonya di YouTube. Coba saja cari dengan kata kunci "panen durian di Thailand" ataupun "durian harvesting in Thailand".
Buah-buahan yang sudah tua itu lantas dikemas dan didistribusikan ke gudang, sebelum akhirnya diteruskan ke toko-toko. Rangkaian proses ini memakan waktu antara 2-4 hari, waktu yang cukup membuat buah-buahan tadi mulai matang saat dipajang di etalase.
Kalau saja para petani durian Thailand menunggu buah jatuh sendiri dari pohon dan baru diekspor, saya yakin malah sampai sini bukannya matang, tetapi terlampau matang alias busuk. Durian monthong yang legendaris itu tak akan ada, digantikan oleh durian mblothong.
Jadi, masih percaya pohon durian tidak akan berbuah lagi jika buahnya dipetik, bukannya dibiarkan jatuh sendiri?
Talang Datar, 1 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H