Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Slow Living Berkualitas a la Petani Kelapa Sawit di Desa Transmigrasi

29 Desember 2024   23:21 Diperbarui: 30 Desember 2024   18:29 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani memanen sawit di Desa Anggah Jaya, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Selasa (12/10/2021). (Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS))

Yang paling umum adalah mengolah lahan pekarangan rumah. Salah satu kenalan orang tua saya menyulap halaman samping-belakang rumah seluas sekitar 50 x 100 meter miliknya menjadi kebun sayur-sayuran plus buah-buahan.

Tempo hari, sewaktu saya mengantarkan durian yang baru saja jatuh di halaman belakang rumah, beliau sedang memipil jagung hasil panen. Seluruhnya dijual sebagai jagung pipilan dan sudah ada penadahnya, tinggal terima uang.

Ada pula yang membuka bengkel sepeda motor, membuka toko kelontong, membuka tempat pangkas rambut, atau berjualan di pasar seperti pedagang sayur-mayur langganan istri setiap hari pasaran. Pun ada yang membuka tempat les maupun menawarkan jasa travel antar kota.

Saya sendiri sedang belajar memuliakan kembali sisa lahan pekarangan yang sudah sangat lama terbengkalai dan tandus. Mau saya suburkan secara organik, sebelum nantinya ditanami sayur-mayur. Target saya sederhana: istri ke pasar cukup membeli bumbu dapur, lainnya dipetik sendiri dari kebun di pekarangan.

Oya, waktu luang yang dipunyai bakal tambah berlimpah jika semua pekerjaan kebun tadi diupahkan ke orang. Si pemilik kebun alias petani kelapa sawit tinggal terima beres dengan mempekerjakan orang-orang seperti Satria.

Kalau ada yang bertanya apa tidak rugi, saya ingin bertanya balik kenapa harus merasa rugi? Dalam hitung-hitungan saja justru sangat menguntungkan, sebab bagaimanapun waktu dan tenaga kita tak akan pernah sepadan dibandingkan dengan uang.

Apalagi momen-momen tak ternilai bersama anak-anak dan istri. Sungguh sangat sayang sekali kalau sampai melewatkan tumbuh-kembang si kecil, sebab itu adalah hal yang tak mungkin dapat terulang.

Bayangkan rutinitas hari-harimu diisi dengan memandikan anak dan mengantarnya ke sekolah, lalu memasak bersama istri di dapur. Baru keluar lagi begitu tiba waktu menjemput sepulang sekolah. Setelah istirahat sampai asar, lanjutkan kegiatan dengan berkebun di pekarangan sampai menjelang azan Magrib berkumandang.

Di malam hari, saya punya waktu tak kalah berlimpah untuk menulis novel online di GoodNovel atau Fizzo, memproduksi buku cerita anak di Amazon KDP, sembari melakukan perpetual trading di platform Jupiter. Saat kantuk menyapa, matikan Chromebook dan pergi tidur.

Bagaimana, tertarik menjalani slow living berkualitas a la petani kelapa sawit?

Talang Datar, 29 Desember 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun