Terlebih jika mengingat mengurus kebun kelapa sawit mudahnya kebangetan. Tidak seperti karet yang harus menyadap setiap hari, misalnya.
Pohon kelapa sawit, sekali ditanam bakal memberi penghasilan hingga maksimal 25 tahun. Selama itu, perawatan yang diperlukan hanyalah memberi pupuk setiap 4-5 bulan sekali, membersihkan rumput setiap 3-4 bulan sekali, serta memangkas pelepah setiap paling cepat setahun sekali.Â
Bandingkan dengan periode panennya yang 2 pekan sekali, yang berarti si petani cuma perlu 2 kali ke kebun dalam sebulan. Cuma 2 hari sebulan dan tersisa 28-29 hari yang bebas mau dipakai apa saja.
Bandingkan dengan penghasilannya yang tidak bisa dibilang sedikit. Misalkan hanya dapat 1 ton setiap panen sekalipun, tetap saja pemasukan bulanan petani sawit lebih besar dari UMP manapun di Indonesia.
Maka, seperti sudah disinggung di atas tadi, dalam pandangan saya para petani sawit adalah sebaik-baiknya pelaku slow living di kalangan wong cilik.
Rutinitas Kerja Menyenangkan
Oya, sebetulnya bukan saya sendiri yang memanen. Sejak awal punya kebun kelapa sawit, mendiang Ibu selalu menyuruh tetangga yang memang kesehariannya bekerja sebagai juru panen.
Setahun belakangan, yang biasa memanen di kebun sebelah rumah adalah tetangga. Sebut saja namanya Satria.
Saya hanya membantu-bantu merapikan pelepah yang musti dipotong agar tandah buah segar (TBS) dapat diturunkan. Juga memunguti butir-butir kelapa sawit yang rontok dari tandan, kami menyebutnya sebagai brondolan.
Satria biasa datang ke rumah sekitar pukul 08.00 WIB. Setelah memarkir sepeda motor, ia langsung ke kebun dan mulai menurunkan tandan-tandan buah sawit yang terlihat merah.
Tanpa melongok pun saya tahu Satria sudah mulai bekerja, sebab ada suara khas ketika mata egrek memotong tangkai pelepah atau TBS. Lalu diikuti suara berdebum saat tandan buah kelapa wasit jatuh menimpa tanah.