Katanya, sepak bola adalah olah raga paling favorit di Indonesia. Nyatanya, tak banyak pesepak bola aktif maupun mantan pemain yang sukses menembus ketatnya persaingan menuju gedung DPR RI di Senayan, Jakarta.
Bukti terbaru adalah daftar nama-nama anggota DPR RI periode 2024-2029 yang baru saja dilantik pada 1 Oktober kemarin. Dari 580 legislator, tak satupun berasal dari kalangan pesepak bola.
Ya, tidak satu nama pun. Baik pesepak bola yang masih aktif merumput maupun yang sudah gantung sepatu.
Bahkan jika mundur ke Pemilu Legislatif pada Februari lalu, nama-nama calon anggota DPR RI yang berlatar belakang pesepak bola sangat minim sekali. Jumlahnya cuma 4 orang dari total 9.917 caleg yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT) keluaran KPU.
Mari bermain matematika sedikit. Empat dari 9.917 bermakna persentasenya hanyalah sebesar 0,040%.
Nol koma nol! Amat sangat sedikit sekali!
Sedikit dan Gagal Semua
Keempat nama caleg eks pesepak bola tersebut adalah Seto Nurdiantoro yang maju melalui Partai Nasional Demokrat di Daerah Pemilihan (Dapil) Yogyakarta, Prof. Djohar Arifin Husin (Partai Gerindra, Dapil Sumatera Utara III), Nilmaizar (Partai NasDem, Dapil Sumatera Barat I) dan Rahmad Darmawan (Partai Demokrat, Dapil Lampung II).
Meski dua nama terakhir lebih dikenal sebagai pelatih, mereka adalah mantan pemain di era terdahulu. Demikian pula Prof. Djohar yang lebih dikenang sebagai eks Ketua Umum PSSI.
Coach RD sempat menjadi penggawa Persija Jakarta dan Persikota Tangerang pada masa Perserikatan yang kemudian dilebur ke dalam Liga Indonesia. Pria kelahiran Kota Metro, Lampung, ini bahkan pernah merantau ke Liga Malaysia karena dikontrak Angkatan Tentera Malaysia FA.
Adapun Nilmaizar adalah pemain muda berbakat pada era 1980-an, seangkatan Kurniawan Dwi Yulianto. Ia lolos seleksi masuk Diklat Ragunan, lalu menembus tim Garuda II yang merupakan timnas bayangan.
Pada tahun 1990, Nil mendapat kesempatan magang di AC Sparta Praha di Liga Cekoslowakia. Sepulang dari sana, ia memilih kembali ke Sumatera Barat untuk memperkuat Semen Padang.
Sementara Seto merupakan pesepak bola generasi berikutnya. Ia boleh dibilang legenda hidup PSS Sleman karena sempat menjadi pemain andalan, kapten, hingga pelatih Super Elja.
Seto juga pernah memperkuat timnas Indonesia, dengan catatan 14 caps dan 3 gol. Sumbangsih pertamanya tercipta kala Tim Garuda mengalahkan Vietnam di semifinal Piala AFF 2000.
Lalu Prof. Djohar adalah eks pemain PSL Langkat dan PSMS Medan. Berbeda dengan tiga rekan seprofesinya, Djohar lebih memilih dunia manajemen dengan masuk ke organisasi olahraga setelah tak lagi merumput.
Toh, semua rekor itu tak banyak membantu perolehan suara keempat eks pemain di atas. Malah jauh dari cukup untuk mengantar mereka ke Senayan.
Sudahlah jumlah caleg eks pesepak bola amat sangat sedikit, kesemuanya gagal melaju ke Senayan pula. Membuat saya bertanya-tanya, benarkah sepak bola masih menjadi olahraga popular di negara ini?
Perwakilan Football Family
Keadaan ini boleh dikatakan sebuah kemunduran. Pasalnya, pada periode sebelumnya ada perwakilan mantan pemain dalam DPR RI, sekalipun cuma satu orang.
Satu-satunya anggota legislatif eks pesepak bola itu adalah Prof. Djohar. Malah tak hanya bermain, Djohar muda juga sempat menjadi wasit dan inspektur pertandingan.
Lalu kariernya di dunia olahraga menanjak sampai menduduki posisi Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di era Agum Gumelar, sebelum akhirnya terpilih sebagai Ketum PSSI. Masa-masa kepemimpinannya dikenang sebagai era kegelapan sepak bola Indonesia menyusul dualisme kepengurusan yang melahirkan dua timnas.
Pada Pemilu 2019, Prof. Djohar maju sebagai caleg Partai Gerindra dan bertarung di Dapil Sumatera Utara III. Perolehan suaranya ternyata bagus, sehingga menjadikannya salah satu dari 575 anggota DPR RI periode 2019-2024.
Partai Gerindra kembali mencalonkan Prof. Djohar pada Pemilu 2024 lalu, juga dari Dapil sama. Namun kali ini ia kalah bersaing dari caleg lain, senasib dengan sesama eks pesepak bola lainnya.
Untunglah dunia sepak bola masih terwakilkan oleh terpilihnya beberapa sosok yang pernah menjadi bagian football family. Salah satunya eks Ketua Umum PSSI periode 2003-2011, Nurdin Halid (Partai Golkar, Dapil Sulawesi Selatan II).
Lalu ada pula eks Sekjen PSSI Hinca Pandjaitan (Partai Demokrat, Dapil Sumut III), eks anggota Exco PSSI sekaligus manajer dan Ketua Harian PSS Sleman Subardi (Partai NasDem, Dapil DI Yogyakarta), serta owner klub Belgia FCV Dender Sihar Sitorus (PDI Perjuangan, Dapil Sumut II).
Malah Andre Rosiade (Partai Gerindra, Dapil Sumbar I) yang adalah mertua Pratama Arhan bolehlah ikut disertakan. Bukan sebagai bagian dari football family memang, melainkan footballer's family. Setidaknya selaku mertua pesepak bola ia sedikit-banyak tahu lika-liku olahraga satu ini.
Semoga saja pada Pemilu mendatang ada lagi caleg dari kalangan pesepak bola yang terpilih sebagai anggota DPR RI. Bukan sekadar ada, kalau bisa ada banyak.
Tujuannya tentu saja agar instruksi Presiden tentang percepatan sepak bola nasional mendapat dukungan penuh di parlemen. Terutama yang terkait dengan penganggaran dana pembinaan dan juga kebijakan-kebijakan pendukung lainnya.
Lalu dengan adanya pesepak bola di parlemen, isu-isu serius baik di luar maupun di dalam lapangan bakal lebih mendapatkan sorotan. Dengan demikian, sebuah kasus dapat ditangani secara maksimal dan tidak menggantung karena dijejali berbagai kepentingan.
Satu contoh, sebuah tragedi yang bertepatan sekali terjadi di awal Oktober pula. Sudah berlalu dua tahun, tetapi penyelesaiannya dinilai kurang memberi rasa keadilan bagi para korban: Tragedi Kanjuruhan.
Talang Datar, 1 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H