Sebagai pendukung, saya tentu saja senang kalau klub daerah saya jadi juara. Namun jika itu hanya prestasi instan lagi sekelebat saja, apalagi ternyata ditunggangi kepentingan lain, buat apa? Konsistensi jauh lebih penting jika misinya adalah pembinaan.
Peran Asprov
Asprov dapat berperan besar dalam membantu pendanaan klub dari sponsor. Salah satu caranya dengan merombak kompetisi menjadi lebih menarik dan semarak, serta menyuguhkan pertandingan lebih banyak.
Sponsor mana yang mau mendanai klub yang hanya akan tampil sebanyak 4-9 pertandingan setahun? Kalaupun ada yang mau, seberapa banyak duit yang bisa diharapkan?
Kalau calon sponsor tahu nama brand mereka bakal dipampang di area stadion, di pinggir lapangan, juga di jersey pemain selama setidaknya 5-6 bulan, masa iya mereka tidak tertarik?
Klub-klub dengan sejarah panjang dan massa suporter loyal nan melimpah mustinya tidak kesulitan menggaet sponsor. Terutama jika di daerahnya ada banyak perusahaan.
Lagipula klub-klub di daerah itu kebanyakan dimiliki dan dikelola oleh Askab atau Askot. Di mana pengurusnya biasanya dari kalangan pejabat pemerintah kabupaten/kota setempat.
Artinya, dengan kuasa mereka sebagai orang pemerintahan, bisalah melakukan lobi-lobi agar perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerahnya mengucurkan dana CSR untuk menyeponsori klub. Kalau yang datang meminta pejabat, pembesar perusahaan pastilah merasa segan dan ujung-ujungnya mau memberi.
Ini belum membahas sektor merchandising yang masih belum digarap secara maksimal oleh kebanyakan manajemen klub. Juga satu yang sering dipandang remeh: pengelolaan parkir.
Akhir kata, ini sekadar uneg-uneg saya. Ruang diskusi saya buka lebar untuk siapapun yang ingin menambah maupun menyanggah ulasan ini.
Salam satu bola!