Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Agar Liga 3 Provinsi-Regional Tak Seperti Tarkam

20 Desember 2023   17:21 Diperbarui: 24 Desember 2023   22:41 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persatuan Sepak Bola Indonesia Klaten (PSIK) di Liga 3 Jateng 2023. Sumber: PSIK via kompas.com

Andai gagal mencapai target promosi, mereka tidak harus mengulang perjuangan dari awal alias dari nol lagi. Melainkan tinggal melanjutkan saja dari level di mana mereka musim lalu berada.

Tidak seperti sistem sekarang, di mana setiap tim harus selalu restart dari nol di awal musim. Harus terus-terusan mengulang lagi dan lagi, sampai pada ujungnya promosi ke Liga 2.

Pendanaannya Bagaimana?

Saya tahu, problem utama yang kerap mendera klub Liga 3 adalah pendanaan. Berpartisipasi di kompetisi yang hanya memainkan paling banter 9 pertandingan setahun saja banyak klub yang kesulitan, apatah lagi sampai 18-22 pertandingan per tahun.

Namun justru karena itulah musti dipikirkan cara agar klub-klub kontestan Liga 3 menarik 'dijual' demi mendapatkan pendanaan. Lagi-lagi, amatir hanya status pemainnya, pengelolaan klub mustilah profesional.

Ada dua sumber pendanaan utama yang dapat dimaksimalkan oleh pihak klub. Keduanya adalah penjualan tiket pertandingan kandang dan sponsor.

Jika setiap pertandingan kandang ditonton 2.500 orang saja, dengan harga tiket rata-rata Rp20.000, maka klub melalui panitia pelaksana dapat mengantongi Rp 50 juta sekali mentas. Jika sebulan bermain kandang dua kali, totalnya Rp 100 juta.

Lalu jika liga bergulir selama lima bulan, tinggal kalikan saja jumlah tersebut dengan lima. Ketemulah angka Rp 500 juta.

Angka tersebut mungkin masih kurang untuk membiayai operasional tim selama satu musim kompetisi. Namun ingatlah, itu baru dari penjualan tiket pertandingan. Kekurangannya bisa ditambal dari sponsor dan bantuan sana-sini.

Klub juga dapat berhemat dengan tidak jor-joran menggaet pemain mahal. Maksimalkan talenta lokal. Selain dapat menghemat anggaran, cara ini membuat klub berperan nyata dalam membina pemain di daerahnya.

Yang suka bikin rumit itu jika ada ambisi yang menunggangi klub. Karena motif-motif di luar sepakbola, entah politis seperti di masa-masa sekarang ataupun lainnya.

Demi elektabilitas oknum tertentu yang jadi pengurus klub atau pengurus Askab PSSI setempat, misalnya. Atau agar proposal proyek renovasi stadion disetujui, klub lantas jor-joran menggaet pemain mahal demi meraih gelar juara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun