Hal ini pula yang dikatakan oleh Bung Tommy Welly dalam kapasitasnya sebagai Direktur Kompetisi PSSI pada 2015 lalu. Ucapan yang bagi saya masih sangat relevan hingga kini.
Jika kita melongok ke Eropa sana, federasi mereka memperlakukan liga amatir tak ubahnya liga profesional. Lihat saja liga-liga amatir Inggris atau Italia yang dijalankan sebagai satu kompetisi penuh lengkap dengan skema promosi-degradasi.
Ambil contoh Liverpool County Premier League, liga level ke-11 dalam struktur piramida sepakbola Inggris. County sendiri adalah daerah administratif yang setara dengan karesidenan di era Hindia Belanda.
Liga amatir ini terdiri dari tiga divisi: Premier Division, Division One dan Division Two. Seluruhnya berjalan dengan sistem kompetisi penuh dan memberlakukan promosi-degradasi, lengkap dengan aturan perpindahan pemain.
Bayangkan, itu liga level ke-11 di Inggris alias 10 tingkat di bawah Premier League. Sejak level sedalam itu kompetisinya sudah berjalan sebagai sebuah liga yang sebenar-benarnya, bukan turnamen.
Maka, kalau ingin Liga 3 disebut sebagai liga yang sesungguhnya, yang bisa turut berperan dalam pembinaan pemain, jalankanlah sebagaimana layaknya a proper league. Amatir hanya status pemainnya, pengelolaannya tetap harus profesional.
Lagipula sistem kompetisi penuh seperti ini bakal memberi jaminan kesejahteraan lebih baik bagi pemain. Dikontrak klub akan membuat pemain punya potensi pendapatan rutin selama setidaknya 5-6 bulan.
Berbeda dengan sistem sekarang, di mana kalau sudah tersingkir tim bakal langsung dibubarkan. Alhasil, banyak pemain yang hanya mentas 4-6 pertandingan dan cuma mendapat pemasukan selama 1-1,5 bulan.
Liga Kabupaten/Wilayah
Langkah menuju ke sana bisa dimulai dari yang paling mudah dulu, yakni menyeragamkan jumlah peserta di setiap musim. Lalu tim yang musim lalu ikut, ya musim ini musti ikut lagi kecuali terdegradasi.
Kalau tahun lalu pesertanya 15 tim, misalnya, maka tahun ini juga tetap 15. Kalau tim bernama Dieng FC berpartisipasi tahun lalu, maka tahun ini juga wajib ikut. Kalau tahu-tahu absen, ada sanksi yang menanti.
Hanya skema promosi-degradasi satu-satunya penyebab perubahan peserta dari tahun ke tahun. Itupun peserta yang keluar dari kompetisi karena terdegradasi, digantikan oleh peserta baru dalam jumlah sama.