Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang asyik berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet juga berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belajar dari Loyalitas Suporter Liverpool FC

7 Desember 2023   14:08 Diperbarui: 7 Desember 2023   14:19 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Spion Kop, tempat suporter garis keras Liverpool FC. FOTO: via tomkinstimes.com

Bayangkan, PSIS harus kehilangan sebagian besar sumber pendapatannya sampai akhir musim! Dan itu nilainya puluhan miliar, lo.

Ini belum menghitung kerugian materiil akibat kerusakan fasilitas di dalam maupun di luar Stadion Jatidiri. Siapa yang menanggung itu semua, coba?

Belum lagi menyinggung faktor nama baik yang tercoreng. Membuat stadion terkesan sebagai tempat angker bagi penonton kebanyakan.

Padahal beberapa waktu lalu kita sempat merayakan kehadiran penonton perempuan dan anak-anak di stadion. Sampai-sampai pembawa acara di salah satu siaran langsung pertandingan Liga 1 menyebutnya sebagai fenomena menggembirakan.

Menyusul maraknya kerusuhan di stadion yang terjadi belakangan ini, agaknya kegembiraan itu harus ditahan.

Belum Dewasa

Suporter ingin timnya meraih kemenangan, meraih gelar juara, itu hal wajar. Kita benci kekalahan, jadi sebisa mungkin jangan sampai terjadi pada kita.

Namun dalam sebuah kejuaraan kemungkinannya hanya dua: menang atau kalah. Sedangkan dalam sebuah pertandingan sepak bola, peluang yang mungkin terjadi ada tiga: menang, imbang, kalah.

Mengharapkan tim yang kita dukung selalu meraih kemenangan itu bagus. Namun kalau kemudian harapan tersebut sampai membuat kita bertindak anarkis lagi merugikan saat tidak terpenuhi, maka itu bencana.

Suporter yang tak sudi melihat timnya menelan kekalahan dapat dikatakan tidak realistis. Ini untuk memperhalus pilihan kata yang lebih tepat, yakni kekanak-kanakan alias belum dewasa.

Suporter yang dewasa tentulah memahami jika konsekuensi bertanding sepakbola itu ya antara menang, imbang atau kalah. Persentasenya 33% untuk masing-masing peluang.

Menerima apapun yang terjadi sekalipun itu menimbulkan kekecewaan adalah sikap yang seharusnya ditunjukkan para suporter. Menang-kalah itu biasa, sesuatu yang memang lumrah terjadi dalam sepakbola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun