KASUS kerusuhan antarsuporter masih saja menghiasi Liga 1. Sebuah tindakan kontraproduktif yang merugikan klub sendiri, sehingga sebutan suporter pada mereka layak dipertanyakan.
Terbaru, kerusuhan pecah di Stadion Jatidiri, Semarang, tatkala tuan rumah PSIS menjamu PSS Sleman, Ahad (2/12/2023) lalu. Suporter tuan rumah yang berada di tribun utara saling serang dengan pendukung tim tamu di tribun barat.
Suporter kedua kubu saling lempar batu, menyerbu lapangan, bahkan kemudian melebarkan aksi anarkis hingga ke luar stadion. Sebuah video amatir di X menunjukkan suporter saling serang di kawasan yang terhitung agak jauh dari stadion.
Alhasil, sejumlah fasilitas Stadion Jatidiri rusak, setidaknya lima bus rusak parah, lalu beberapa orang mendapat luka terkena lemparan batu. Termasuk CEO PSIS Alamsyah Satyanegara Sukawijaya alias Yoyok Sukawi.
Yoyok yang juga Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah sekaligus anggota DPR RI harus mendapatkan delapan jahitan akibat luka yang diderita. Kepalanya bocor terkena timpukan batu di dalam stadion.
Buntut dari kericuhan ini, PSIS mendapat sanksi dari PSSI. Sebuah hukuman yang sangat berat bagi sebuah klub, yakni larangan bagi suporter untuk menonton di Stadion Jatidiri.
Hukuman tersebut berlaku hingga Liga 1 musim ini berakhir. Melengkapi denda sebesar Rp 25 juta yang juga dijatuhkan PSSI dalam keputusan beberapa hari berselang.
Merugikan Klub
Melihat apa yang menimpa PSIS usai pecahnya kerusuhan tersebut, sebutan suporter alias pendukung bagi para penonton rusuh layak dipertanyakan. Pasalnya, perbuatan mereka sangat merugikan klub alih-alih memberi dukungan.
Denda Rp 25 juta mungkin tak seberapa bagi PSIS, bahkan bagi Yoyok pribadi sekalipun. Namun larangan penonton menyaksikan pertandingan di Stadion Jatidiri bisa jadi pukulan telak.
Tahukah para perusuh itu jika salah satu sumber penghasilan klub berasal dari penjualan tiket pertandingan? Yoyok Sukawi sendiri pernah membocorkan jika 70% pendapatan PSIS berasal dari tiket penonton.