TIMNAS Indonesia menang telak 6-0 atas Brunei Darussalam di leg pertama Putaran Kesatu Kualifikasi Piala Dunia 2026. Di balik laga ini, ada kisah mengenai pergantian federasi sepak bola tetangga kita di Borneo tersebut.Â
Bagi yang mengikuti sepak bola ASEAN sejak lama, pasti melihat sesuatu yang berbeda dengan timnas Brunei sekarang. Perubahan yang nyaris tak terlihat di layar televisi karena memang hanya berupa badge di dada kiri jersey pemain.
Ya, perbedaan itu berupa logo federasi sepak bola yang menaungi timnas Brunei. Berubahnya logo berarti telah terjadi perubahan federasi di negara kesultanan ini.
Tidak seperti timnas Indonesia yang sejak 1930 masih dipayungi PSSI, Brunei telah berganti federasi sebanyak dua kali. Pergantian itu terjadi menyusul satu kejadian yang berujung jatuhnya sanksi FIFA pada September 2009.
Awalnya, Brunei mendirikan federasi sepak bola bernama Brunei State Amateur Football Association (BSAFA) pada 1952. Empat tahun berselang organisasi ini didaftarkan secara resmi pada otoritas pemerintah.
Menariknya BSAFA terafiliasi dengan Football Association-nya Inggris ketika didaftarkan di tahun 1956. Wajar, sebab ketika itu Brunei memang masih berada dalam lindungan Kerajaan Britania Raya. Istilah Inggris-nya British protected state.
Tahun 1969, terjadi pergantian nama di mana kata "State" dihilangkan, sehingga menjadi Brunei Amateur Football Association (BAFA). Dengan nama inilah Brunei mendaftarkan diri sebagai anggota FIFA di tahun yang sama.
Setahun berselang, BAFA bergabung pula ke AFC. Namun hingga sejauh itu timnas Brunei belum menjalani pertandingan apapun yang masuk dalam catatan FIFA.
Dekade Gemilang
Laga pertama Brunei baru terjadi pada 22 Mei 1971, melawan tetangga dekat Malaysia. Ajangnya adalah Kualifikasi Piala Asia 1972 Zona Tengah.
Bertanding di Bangkok, Thailand, hasil akhir debut tersebut kurang enak. Pasukan Tebuan dihajar 0-8 oleh Harimau Malaya.
Di ajang itu pula untuk kali pertama Brunei berhadapan dengan Indonesia. Hasilnya kita semua sudah tahu, mereka dibekuk Tim Garuda dengan skor lebih telak: 0-9.
Empat tahun berselang, Brunei kembali mengikuti Kualifikasi Piala Asia. Hasilnya sama seperti sebelumnya, yakni selalu kalah dari tiga kali bertanding.
Namun terjadi satu kemajuan di ajang ini, di mana untuk kali pertama Brunei berhasil menyarangkan gol ke gawang lawan. Tepatnya pada pertandingan melawan Tiongkok, 17 Juni 1975, yang berakhir dengan kekalahan 1-10.
Kemenangan pertama Brunei baru hadir di tahun 1980, diikuti kemenangan kedua tak lama setelahnya. Peristiwa bersejarah itu terjadi di Kualifikasi Olimpiade Moskow.
Lawan yang jadi korban ketika itu adalah Filipina, dikalahkan dengan skor 2-0 pada 25 Maret 1980. Kemudian kemenangan kedua mereka raih dari ... Indonesia!
Dekade '80-an itu menjadi periode terbaik timnas Brunei. Masa-masa di mana tim bentukan BAFA yang mengikuti Liga Malaysia secara mengejutkan memenangkan Piala Malaysia.
Di level internasional, Pasukan Tebuan juga mengangkat trofi perdana: Merdeka Cup 1985. Plus, tiga gelar juara Borneo Cup pada 1981, 1987 dan 1988.
Selepas itu, secara perlahan Brunei mengalami kemunduran. Bahkan kemudian menjadi bulan-bulanan di level Asia Tenggara, baik di SEA Games maupun Piala AFF.
Intervensi berujung Sanksi
Kembali ke soal pergantian federasi, peristiwanya bermula dari kongres tahunan BAFA pada 2008.
Usai melakukan kongres tersebut, BAFA mendapat surat dari Registrar of Societies, otoritas Brunei yang mendata secara resmi segala organisasi yang ada di negara tersebut. Isinya meminta salinan hasil kongres.
Registrar of Societies memberi tempo 30 hari kepada BAFA untuk merespons. Lalu diperpanjang menjadi 60 hari hingga akhir Oktober 2008, tetapi jawaban dari BAFA tak kunjung datang.
Sebagai konsekuensi, BAFA dinilai melanggar aturan sehingga dicoret dari catatan Registrar of Societies. Dengan kata lain, BAFA--bersama 55 badan lainnya--menjadi organisasi tak resmi karena tidak terdaftar pada otoritas berwenang.
Keadaan ini mendorong pandemen sepak bola Brunei untuk beraksi cepat. Mereka membentuk federasi sepak bola baru yang diberi nama Football Federation of Brunei Darussalam (FFBD).
Federasi baru tersebut didaftarkan ke Registrar of Societies pada 18 Desember 2008. Tak lama berselang Menteri Pemuda dan Olahraga mengakui keberadaan FFBD sebagai payung baru bagi sepak bola Brunei.
FFBD mengumpulkan segenap stakeholder sepak bola Brunei di Stadion Nasional Hassanal Bolkiah pada 14 Januari 2009. Di tahun itu pula liga domestik kembali digulirkan oleh FFBD.
Situasi inilah yang kemudian menarik perhatian FIFA. Tak diakuinya BAFA yang terafiliasi dengan FIFA, juga diakuinya FFBD sebagai federasi baru oleh menteri, dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah.
FIFA juga menolak pendaftaran FFBD sebagai pengganti BAFA. Badan sepak bola dunia tersebut meminta agar BAFA dihidupkan lagi. Namun tak ada respons memuaskan yang diberikan.
Maka, seperti sudah diatur dalam Statuta FIFA, Brunei harus menerima hukuman berupa skorsing. BAFA dibekukan dan timnas maupun klub Brunei tak boleh bertanding di level internasional.
Normalisasi & Federasi Baru
Skorsing ini berimbas pada Duli Pengiran Muda Mahkota FC, klub Brunei yang tengah berkompetisi di Liga Singapura. Begitu FIFA merilis keputusannya pada September 2009, DPMM FC otomatis dilarang meneruskan partisipasinya di S-League.
19 Maret 2010, Komite Eksekutif FIFA mengusulkan agar BAFA didepak saja dari keanggotaan FIFA jika tidak kunjung diaktifkan lagi. Tentu kabar ini membuat publik sepak bola di Brunei geger.
Segenap pemangku kepentingan di Brunei lantas bergerak cepat. Mereka langsung membentuk Komite Normalisasi di bawah supervisi FIFA, diketuai oleh Presiden NOC Pangeran Hj. Sufri Bolkiah.
Komite Normalisasi lantas mengambil keputusan tegas. FFBD dibubarkan, sekalipun Liga Primer Brunei dan juga piala domestik yang digulirkan federasi tersebut dibiarkan tetap berjalan.
Namun demikian permintaan FIFA untuk mengaktifkan lagi BAFA tidak dituruti. Sebagai ganti, Komite Normalisasi membentuk satu federasi baru yang diberi nama National Football Association of Brunei Darussalam (NFABD).
Organisasi inilah yang didaftarkan ke FIFA, menyusul ke AFC dan juga AFF. Perkembangan tersebut dibahas Komeks FIFA dalam kongres yang kemudian memutuskan untuk melepas skorsing terhadap Brunei, 30 Mei 2011.
FIFA menerima keanggotaan NFABD, tetapi dengan syarat hanya federasi inilah satu-satunya yang berhak mengelola sepak bola di Brunei Darussalam. Keceriaan pandemen sepak bola Brunei pun kembali.
Juli 2021, NFABD melakukan perubahan nama dengan menghilangkan kata "National". Jadilah FABD yang kita kenal sekarang.
Referensi: FIFA.com, BruDirect.com, Wikipedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H