Di ajang itu pula untuk kali pertama Brunei berhadapan dengan Indonesia. Hasilnya kita semua sudah tahu, mereka dibekuk Tim Garuda dengan skor lebih telak: 0-9.
Empat tahun berselang, Brunei kembali mengikuti Kualifikasi Piala Asia. Hasilnya sama seperti sebelumnya, yakni selalu kalah dari tiga kali bertanding.
Namun terjadi satu kemajuan di ajang ini, di mana untuk kali pertama Brunei berhasil menyarangkan gol ke gawang lawan. Tepatnya pada pertandingan melawan Tiongkok, 17 Juni 1975, yang berakhir dengan kekalahan 1-10.
Kemenangan pertama Brunei baru hadir di tahun 1980, diikuti kemenangan kedua tak lama setelahnya. Peristiwa bersejarah itu terjadi di Kualifikasi Olimpiade Moskow.
Lawan yang jadi korban ketika itu adalah Filipina, dikalahkan dengan skor 2-0 pada 25 Maret 1980. Kemudian kemenangan kedua mereka raih dari ... Indonesia!
Dekade '80-an itu menjadi periode terbaik timnas Brunei. Masa-masa di mana tim bentukan BAFA yang mengikuti Liga Malaysia secara mengejutkan memenangkan Piala Malaysia.
Di level internasional, Pasukan Tebuan juga mengangkat trofi perdana: Merdeka Cup 1985. Plus, tiga gelar juara Borneo Cup pada 1981, 1987 dan 1988.
Selepas itu, secara perlahan Brunei mengalami kemunduran. Bahkan kemudian menjadi bulan-bulanan di level Asia Tenggara, baik di SEA Games maupun Piala AFF.
Intervensi berujung Sanksi
Kembali ke soal pergantian federasi, peristiwanya bermula dari kongres tahunan BAFA pada 2008.
Usai melakukan kongres tersebut, BAFA mendapat surat dari Registrar of Societies, otoritas Brunei yang mendata secara resmi segala organisasi yang ada di negara tersebut. Isinya meminta salinan hasil kongres.
Registrar of Societies memberi tempo 30 hari kepada BAFA untuk merespons. Lalu diperpanjang menjadi 60 hari hingga akhir Oktober 2008, tetapi jawaban dari BAFA tak kunjung datang.