ADA pemandangan tak biasa di klasemen sementara Eredivisie 2023-24. Amsterdamsche Football Club Ajax alias Ajax Amsterdam duduk di peringkat 16, posisi bagi calon peserta play-off degradasi.
Fakta ini jelas membuat kening banyak orang berkerut. Pasalnya Ajax adalah pemegang rekor juara Liga Belanda terbanyak, bahkan meraih dua titel secara beruntun pada 2021 dan 2022.
Posisi tradisional Ajax adalah peringkat tiga besar klasemen, di mana sebagian besar di antaranya berakhir sebagai juara. Itu sebabnya klub ibukota Belanda ini dijuluki sebagai The Big Three bersama-sama Feijenoord Rotterdam dan PSV Eindhoven.
Musim ini, aura juara tidak terpancar dari penampilan para pemain Ajax. Steven Bergwijn, cs. baru meraih satu kemenangan dari enam pekan berjalan.
Rinciannya adalah sekali menang, dua kali imbang dan tiga kali kalah. Kekalahan terbaru diderita kala menjamu AZ Alkmaar di Stadion Johan Cruyff ArenA, Ahad (8/10/2023) lalu.
Pertandingan itu sendiri menggambarkan betapa buruknya performa Ajax di awal musim ini. Tampil di depan pendukung sendiri, justru gawang Jay Gorter yang bolak-balik dicobai lawan.
AZ Alkmaar melepas 12 tembakan, di mana 4 di antaranya on target dan dua menjadi gol. Padahal persentase penguasaan bola tim tamu di bawah tuan rumah.
Bandingkan dengan catatan Ajax yang memegang bola sedikit lebih lama. Klub berjuluk De Godenzonen itu hanya bisa melakukan 6 tembakan dan cuma satu yang tepat sasaran, berbuah satu-satunya gol.
Gol oleh Branco van den Boomen itupun baru lahir pada menit ke-73, dalam posisi tertinggal 0-2. Tak ada gol tambahan yang bisa diciptakan para pemain Ajax di sisa pertandingan, sehingga skor akhir 1-2.
Ulangi Rekor 58 Tahun
Kekalahan dari AZ Alkmaar menjadi yang ketiga secara beruntun dialami Ajax di awal Eredivisie 2023-24. Pekan sebelumnya, mereka bahkan mendapat malu lebih besar: dibantai Feijenoord empat gol tanpa balas!
Yang lebih menyedihkan lagi, Ajax tak pernah menang dalam lima pekan terakhir. Tepatnya sejak mengalahkan Heracles di pekan pertama Eredivisie, 13 Agustus lalu.
Itulah pula satu-satunya kemenangan Ajax di liga sejauh ini. Kemenangan yang hanya bisa terulang sekali di ajang Europa League, tepatnya leg pertama partai play-off melawan Ludogorets Razgrad (25/8/2023).
Dengan kata lain, Ajax baru dua kali menang di segala ajang musim ini. Sejak mengalahkan Ludogorets, Ajax melewatkan 7 pertandingan (5 di Eredivisie, 2 di Europa League) tanpa sekalipun meraih kemenangan.
Start buruk ini membuat tim asuhan Maurice Steijn menyamai awalan buruk yang pernah dicatatkan klub pada 58 tahun lalu. Dalam aspek perolehan poin di liga bahkan melampauinya.
Musim 1964-65, musim di mana Johan Cruyff remaja bergabung ke klub, Ajax mengawali enam pekan pertama dengan dua kemenangan, sekali imbang dan tiga kali kalah. Total poin 7.
Musim ini, perolehan poin Ajax hingga pekan keenam baru 5 alias lebih sedikit. Dari segi jumlah kemenangan juga lebih buruk, yakni satu berbanding dua.
Jika start buruk 58 tahun lalu membuat Ajax finish di posisi 13 klasemen akhir, bagaimana dengan musim ini?
Apa yang Terjadi?
Kepergian Erik ten Hag ke Manchester United pada April 2022 ditengarai menjadi pangkal kejatuhan Ajax. Kenyataannya, sepeninggal pelatih berkepala plontos itu De Godenzonen hanya bisa finish di peringkat ketiga musim lalu.
Akibatnya, Ajax harus puas hanya mendapat tiket ke Europa League. Itupun masih melalui partai play-off terlebih dahulu melawan Ludogorets.
Ini menjadi kali pertama Ajax absen di Liga Champions sejak 2010. Hal yang menyesakkan bagi fans mengingat pada musim 2018-19 Ten Hag membawa klub ini melaju hingga semifinal.
Namun sebagian pengamat berpendapat perginya Ten Hag bukanlah satu-satunya penyebab kemunduran Ajax. Justru kejadian di ujung musim 2021-22 itu menunjukkan sesuatu tengah terjadi dalam internal klub.
Dugaan itu muncul sebab sebelum dan setelah Ten Hag pergi, beberapa sosok penting dalam jajaran manajemen hengkang pula. Alfred Schreudeur, misalnya, yang hanya menggantikan Ten Hag kurang dari setahun sebelum dipecat pada Januari 2023.
Sebelum itu, Direktur Olahraga Marc Overmars telah terlebih dahulu meninggalkan klub pada Februari 2022. Keluarnya Overmars didahului pembicaraan panjang dengan CEO Edwin van der Saar.
Eh, setahun berselang Van der Saar menyusul resign juga. Sedangkan Sven Mislintat yang menggantikan Overmars dipecat hanya dalam hitungan bulan.
Akhir musim 2022-23 yang berakhir mengecewakan, pelatih Johnny Heitinga yang menggantikan Schreudeur dipecat pula. Kini eks pemain Everton itu asisten eks manajernya, David Moyes, di West Ham United.
Pendek kata, ada kecurigaan Ajax tengah mengalami problem internal yang tidak sepele. Hal ini dapat bertambah runcing apabila performa para pemain di atas lapangan tidak kunjung membaik.
Posisi Steijn sendiri tidak bisa dikatakan aman. Beberapa laporan dari media Belanda menyebutkan jika eks pelatih Sparta Rotterdam itu tengah dalam sorotan tajam.
Jika selepas jeda internasional nanti penampilan Ajax tetap memble, bukan tidak mungkin Steijn dipecat seperti halnya Heitinga yang ia gantikan beberapa bulan lalu.
Referensi: talkSPORT, SportBible, AFC-Ajax.info, Wikipedia 1, Wikipedia 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H