Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ipswich Town, 'Sleeping Giant' yang Tengah Menggeliat Bangun

8 Oktober 2023   17:22 Diperbarui: 8 Oktober 2023   17:22 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBANYAKAN kita hanya mengenal Ipswich Town FC sebagai klubnya Elkan Baggott. Padahal jika ditelusuri sejarahnya, The Tractor Boys punya rekam jejak mentereng yang layak membuatnya disebut sebagai sleeping giant di Inggris.

Sam Morsy, cs. baru saja memetik kemenangan ke-9 musim ini. Menjamu Preston North End di Stadion Portman Road, Sabtu (7/10/2023) malam, tim asuhan Kieran McKenna menang meyakinkan dengan skor 4-2.

Tambahan tiga angka membawa Ipswich ke peringkat kedua klasemen sementara EFL Championship 2023-24 dengan koleksi 28 poin. Hanya berjarak dua poin dari Leicester City tepat di atasnya.

Pencapaian ini terhitung luar biasa, mengingat Ipswich baru saja promosi ke Championship. Musim lalu mereka masih berkompetisi di League One dan finish di peringkat dua klasemen akhir.

Sebagai perbandingan, Plymouth Argyle yang menjuarai League One 2022-23 kini berada di peringkat 18. Bahkan baru mengumpulkan 11 poin alias berselisih 17 angka dengan Ipswich.

Catatan ini membuat Ipswich menjadi salah satu tim promosi dengan penampilan terbaik di semua divisi dalam sejarah liga Inggris. Sebuah rekor yang melambungkan nama McKenna.

Jika mampu mempertahankan posisinya hingga akhir musim, maka Ipswich berhak atas tiket promosi langsung ke Premier League 2024-25. Tidak perlu lagi melalui play-off.

Andai betul-betul promosi ke Premier League, maka impian warga Ipswich selama dua dekade terakhir bakal terwujud. Demikian pula harapan  para pendukung Elkan di Indonesia.

Impian Dua Dekade

Ipswich Town terakhir kali berada di Premier League pada musim 2001-02, tepat dua dekade lalu. Tak heran jika warga Ipswich sudah sangat merindukan tim kesayangan mereka kembali ke kasta tertinggi.

Musim 2001-02 itu Ipswich mengawali musim dengan sangat buruk. Mereka hanya bisa meraih satu kemenangan dari tujuh partai pembuka.

Menduduki posisi buncit klasemen pada Desember 2001, performa Ipswich sempat membaik pada Januari-Februari 2002. Sayang, setelahnya tim asuhan manajer (ketika itu) George Burley kembali oleng sehingga terdegradasi.

Sebelum itu, Ipswich pertama kali mencicipi Premier League pada musim 1992-93. Capaian yang diperoleh The Tractor Boys usai menjuarai Second Division 1991-92.

Ya, Ipswich adalah salah satu dari 22 klub peserta Premier League edisi perdana. Musim debut yang berlangsung dengan mengesankan, setidaknya selama paruh pertama musim 1992-93.

Sampai menjelang Tahun Baru, Ipswich hanya kalah dua kali di liga. Hasil yang menempatkan mereka di peringkat empat klasemen sementara pada Januari 1993.

Sayang, performa Ipswich menurun pada paruh kedua musim. Bahkan mencatatkan rekor tak pernah menang dalam 13 pertandingan beruntun.

Alhasil, Ipswich mengakhiri musim di peringkat 16 dengan 52 poin. Hanya berselisih 3 angka dari tim teratas di zona degradasi, yakni Crystal Palace dengan 49 poin.

Terdegradasi di Musim Ketiga

Performa buruk terus berlanjut hingga musim berikutnya. Ipswich bahkan tengah berada di zona degradasi ketika partai pamungkas hendak ditandingkan.

Posisi itu ditempati menyusul catatan tidak pernah menang dalam 10 pekan sebelumnya. Ipswich mengumpulkan 42 poin, sama persis dengan Sheffield United yang berada tepat di atasnya.

Pembeda kedua tim hanyalah jumlah selisih gol. Sheffield jauh lebih subur ketimbang Ipswich, sehingga mencatatkan defisit gol lebih sedikit.

Beruntung Ipswich sukses memetik satu poin di kandang Blackburn Rovers pada pekan terakhir. Sementara di saat bersamaan Sheffield kalah secara dramatis di menit akhir dari Chelsea.

Keberuntungan seperti itu tidak terulang musim berikutnya. Hanya bisa menang 3 kali dari 17 laga, Ipswich menempati posisi juru kunci klasemen sementara.

Kinerja buruk tersebut membuat manajemen klub memecat manajer John Lyall pada 5 Desember 1994. Namun dua penggantinya, caretaker Paul Goddard dan kemudian Burley sebagai manajer, tak kuasa menyelamatkan Ipswich dari jerat degradasi.

Sejak itulah Ipswich berkelindan di Championship, sampai kemudian Burley membawa klub ini kembali promosi ke Premier League untuk kedua kalinya pada 2000 sebagai juara play-off.

Sempat Mengejutkan

Ipswich tampil mengejutkan di musim pertama kembalinya mereka ke Premier League. Boleh dibilang musim terbaik bagi klub yang juga berjuluk The Blues ini semenjak pergantian abad.

Bayangkan, berstatus tim promosi Ipswich bisa finish di peringkat lima klasemen akhir Premier League 2000-01. Andai tak diselip Liverpool di pekan terakhir, The Tractor Boys berhak mewakili Inggris di Liga Champions musim berikutnya sebagai peringkat empat.

Tak hanya di liga, di ajang piala domestik pun Ipswich mencatatkan hasil baik. Mereka melaju hingga ke semifinal Piala Liga, bahkan sempat memenangkan leg pertama sebelum balik dihajar oleh Birmingham City pada leg kedua.

Sayang, musim berikutnya berjalan tak sesuai harapan. Posisi juru kunci menjadi tempat Ipswich di pekan pamungkas Premier League 2001-02.

Semenjak terdegradasi pada musim itulah Ipswich jadi penghuni setia Championship. Bahkan nyaris terdegradasi ke lagi musim berikutnya andai manajer anyar Joe Royle tak melakukan keajaiban.

Semusim ditunjuk jadi manajer, Royle langsung membawa Ipswich ke play-off promosi sebagai peringkat lima klasemen akhir Championship 2003-04. Sayang, mereka kalah dari West Ham United di semifinal.

Musim berikutnya, kembali Ipswich tampil di play-off promosi. Namun untuk kedua kalinya kembali gagal di fase dan dengan lawan sama, yakni West Ham di semifinal.

Setelahnya Ipswich hanya bisa menduduki papan tengah klasemen. Padahal mereka sempat ditangani eks bintang Manchester United Roy Keane, juga manajer spesialis tim semenjana Paul Lambert.

Di tangan Lambert-lah pada akhirnya Ipswich benar-benar turun kasta ke League One pada 2019. Untuk kali pertama dalam 63 tahun, The Tractor Boys kembali ke kasta ketiga.

Manejemen Ipswich cepat melakukan pembenahan. Investasi yang dilakukan pemilik baru, Gamechanger 2.0 Limited asal AS, juga banyak membantu peningkatan tim.

Hasilnya, Ipswich tampil kesetanan di League One 2022-23. Mereka memecahkan sekian banyak rekor klub, sebelum meraih tiket promosi ke Championship sebagai peringat kedua.

Tangan Dingin Alf Ramsey

Kalau ada yang bertanya di mana bagian prestasi menterengnya, maka kita musti mundur jauh ke era 1960-an hingga 1980-an. Masa-masa di mana Ipswich tak cuma klub yang sibuk mengejar promosi ke kasta lebih tinggi, tetapi juga merupakan salah satu calon juara Liga Inggris.

Dalam era-era itu, Ipswich bahkan membukukan rekor keren yang masih bertahan hingga sekarang. Apa itu? Satu-satunya klub Inggris yang tak terkalahkan di kandang pada kompetisi Eropa.

Sebutkan nama-nama klub Inggris langganan kompetisi Eropa, maka bisa dipastikan mereka pernah merasakan kekalahan di rumah sendiri. Hal yang tidak pernah dialami oleh Ipswich Town FC.

Masa-masa kejayaan Ipswich diawali dengan penunjukkan Alfred Ramsey sebagai manajer pada Agustus 1955. Pria yang akrab dipanggil Alf itu lantas membawa The Tractor Boys promosi beruntun.

Musim 1956-57, Ipswich menjuarai Third Division South dan promosi ke Second Division. Lalu tiga tahun berselang, Ramsey membawa anak-anak asuhannya menjuarai Second Division dan promosi ke First Division.

Kala itu First Division adalah kasta tertinggi sepak bola Inggris. Posisi yang digantikan Premier League sejak musim 1992-93 di mana Ipswich juga turut bergabung di dalamnya.

Sebagai tim promosi, Ipswich tampil mencengangkan di musim 1961-62. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung sukses merengkuh gelar juara!

Sebagai juara Inggris, Ipswich berhak tampil di Eropa. Piala Champions 1962-63 merupakan debut pertama klub ini di pentas antarklub level benua.

Rekor tak terkalahkan di kandang dimulai dari sini. Diawali kemenangan 10-0 atas Floriana FC asal Malta di Portman Road, setelah sebelumnya unggul 4-1 di kandang lawan pada leg pertama.

Di fase berikutnya, Ipswich berhadapan dengan juara Italia AC Milan. Kalah 0-3 di San Siro pada leg pertama, The Tractor Boys balik menang 2-1 di kandang sendiri.

Gemilang bersama Ipswich, Ramsey didaulat FA untuk menangani timnas Inggris di Piala Dunia 1966. Kita ketahui bersama, Inggris keluar sebagai juara ketika itu.

Era Bobby Robson

Ipswich Town sempat turun kasta ke Second Division sepeninggal Ramsey. Setelah empat musim di kasta kedua, manajer Bill McGarry membawa klub ini menjadi juara sekaligus promosi ke First Division.

McGarry hanya 1,5 musim memimpin Ipswich di top tier. Januari 1969, ia memilih pindah ke Wolverhampton Wanderers dan posisinya digantikan oleh ... Bobby Robson.

Pada era Robson inilah Ipswich semakin berkembang sebagai salah satu raksasa Inggris. Mereka selalu finish di zona Eropa sehingga setidak-tidaknya berhak atas tiket partisipasi di UEFA Cup (kini Europa League).

Kejayaan Ipswich-nya Robson diawali dengan gelar juara Piala Texaco pada 1973. Di liga, mereka mengakhiri musim di peringkat ketiga dan untuk kali pertama tampil di Piala UEFA.

Putaran pertama Piala UEFA 1973-74 langsung mempertemukan Ipswich dengan Real Madrid. Siapa sangka, The Tractor Boys menang 1-0 di Portman Road dan kemudian bisa beroleh hasil imbang 0-0 di leg kedua di Santiago Bernabeu.

Setelahnya, Ipswich bermain tiga kali lagi di Portman Road dan tidak terkalahkan sekalipun! Bahkan tim asuhan Robson tidak menderita sebiji gol pun dari Lazio, FC Twente dan kemudian Lokomotive Leipzig.

Rekor tak terkalahkan di kandang itu terus berlanjut hingga mencapai puncaknya ketika Ipswich menjuarai Piala UEFA pada musim 1980-81. Bahkan dalam kampanye ini The Tractor Boys nyaris selalu menang telak di Portman Road.

Aris Salonika dihajar 5-1 di putaran pertama, lalu Bohemian Praha 3-0, Widzew Lodz 5-0, Saint-Etienne 4-1, dan terakhir AZ '67 (kini AZ Alkmaar) 3-0 di partai final leg pertama. Hanya FC Koln yang menderita kekalahan tipis di Portman Road, yakni 0-1 pada semifinal leg pertama.

Total Ipswich memainkan 31 pertandingan Eropa di Portman Road. Hasilnya adalah 25 kali menang dan enam kali seri. Benar-benar tak terkalahkan!

Catatan paling baru terjadi di Piala UEFA 2002-03, partisipasi terakhir Ipswich di Eropa. Kala itu The Tractor Boys membantai Avenir Beggen 8-1, menahan imbang FK Smederevo 1-1, lalu menang 1-0 atas Slovan Liberec.

Menilik sejarah besar ini, tidak heran jika kembalinya Ipswich Town ke Premier League sangat dinantikan. Dan Elkan Baggott, dkk. berada dalam jalur yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun