Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenang PS TNI, Klub Amatir Milik Tentara yang Berubah Profesional

6 Oktober 2023   23:39 Diperbarui: 6 Oktober 2023   23:51 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manahati Lestusen dengan seragam PS TNI. FOTO: Istimewa via Goal.com

TANGGAL 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mengaitkannya dengan dunia sepak bola, maka tercetuslah nama PS TNI yang kemudian gonta-ganti nama dan juga homebase.

PS TNI mulanya sebuah klub amatir. Sama halnya klub-klub sepak bola milik tiga matra di tubuh TNI: PSAD (Angkatan Darat), PSAU (Angkatan Udara) dan PSAL (Angkatan Laut).

Klub-klub militer tersebut diperkuat para tentara yang hobi bermain sepak bola di sela-sela waktu luang. Mainnya di lapangan bola yang biasa ada di tangsi atau mes ketika sedang tidak berdinas.

Ketika tim Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF tahun 2013, beberapa anggota skuatnya diangkat sebagai tentara lewat jalur Prajurit Karier (PK). Sebagian dari mereka lantas memperkuat PS TNI.

Lalu manakala menjabat sebagai Panglima Kodam I/Bukit Barisan, Letnan Jenderal Edy Rahmayadi menjadi pembina dan kemudian pemilik PSMS Medan. Beberapa tentara pun diikat sebagai penggawa klub berjuluk Ayam Kinantan itu.

November 2015, kedua klub bersatu di ajang Piala Jenderal Sudirman, turnamen yang digelar untuk mengenang 100 tahun Jenderal Besar Sudirman. PS TNI mendaftar sebagai kontestan dengan skuat campuran para tentara dan pemain PSMS.

Lebih tepatnya campuran tiga unsur: 1) tentara hobiis sepak bola, 2) pemain sepak bola dari kalangan sipil seperti Legimin Raharjo, dan 3) pesepak bola yang masuk TNI seperti Manahati Lestusen dan Muhammad Abduh Lestaluhu.

Gebrakan Perdana

PS TNI jadi satu-satunya peserta yang merupakan klub amatir di Piala Jenderal Sudirman. Kontestan lainnya adalah klub-klub profesional anggota Liga Super Indonesia (LSI).

Menariknya, PS TNI tampil mengejutkan di ajang ini. Tergabung bersama Persib Bandung, Persela Lamongan, Pusamania Borneo FC dan Surabaya United, The Armies keluar sebagai juara grup dan melenggang ke babak 8 Besar.

Kejutan tersebut diwarnai hasil mencengangkan di partai terakhir, yakni mengalahkan Persib dua gol tanpa balas! Hasil yang membuat Persib tersingkir.

Sayang, PS TNI tak berkutik di 8 Besar. Mereka kalah bersaing dari Persija Jakarta, Mitra Kukar dan Semen Padang FC. Menelan tiga kekalahan beruntun, The Armies menjadi juru kunci klasemen.

Namun demikian nama PS TNI mulai dikenal luas sejak itu. Momentum tersebut dimanfaatkan baik oleh para pembina klub dengan mengubah haluan dari dunia amatir menjadi profesional.

PT Arga Gega Magna (AGM) didirikan sebagai badan hukum yang menaungi PS TNI. Untuk urusan lisensi, diambil jalan pintas yang umum dilakukan di Indonesia: membeli dari klub lain yang sedang sekarat.

Adalah lisensi Persiram Raja Ampat yang kemudian dibeli PT AGM. Ketika itu Persiram memang sedang mengalami kendala finansial serius, sehingga memilih bubar.

Piala Bhayangkara di awal 2016 jadi turnamen pertama yang diikuti PS TNI sebagai sebuah klub profesional. Sebanyak 15 pemainnya adalah anggota TNI aktif, sedangkan sisanya pesepak bola pro.

Akan tetapi kiprah PS TNI terhenti di babak grup. Tergabung bersama Persib, Sriwijaya FC, Mitra Kukar dan Borneo FC, Manahati Lestusen, dkk. hanya mampu meraih 4 poin.

Mengikuti Liga

Di tahun itu pula PS TNI mulai berkiprah di liga. Sebagai pemegang lisensi Persiram yang sebelumnya kontestan LSI 2015, The Armies otomatis langsung menempati kasta tertinggi pada edisi 2016.

Namun bukan LSI yang diikuti PS TNI, melainkan Indonesia Soccer Championship. Kompetisi ini digelar sebagai liga pengganti ketika PSSI mendapat skorsing pembekuan dari Pemerintah cq. Kemenpora dan kemudian FIFA.

Musim debut di liga dipungkasi dengan posisi buncit di klasemen akhir. Beruntung PS TNI tidak terdegradasi, sebab ISC tidak berlanjut karena PSSI kembali mengggelar liga resmi pada 2017.

Hasil lebih baik diraih PS TNI di tahun 2017. Mereka mengakhiri kompetisi di peringkat 12 Liga 1, nama baru level teratas Liga Indonesia.

Tahun 2018 diawali dengan beberapa perubahan di tubuh PS TNI. Dimulai dari pergantian nama menjadi PS TIRA, akronim dari Tentara Indonesia dan Rakyat.

Bersamaan dengan itu, homebase pun pindah dari Stadion Pakansari di Bogor ke Stadion Sultan Agung di Bantul. Lalu badan hukum juga berganti, dari PT AGM ke PT Cilangkap TNI Jaya milik mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Dari segi prestasi, musim itu PS TIRA nyaris terdegradasi ke Liga 2. Beruntung mereka meraih tiga poin penting kala menghadapi Borneo FC di pekan terakhir, sehingga finish tepat di atas zona degradasi.

Menjadi Persikabo

Perubahan di tubuh klub kembali terjadi jelang bergulirnya Liga 1 musim 2019. PS TIRA merger dengan klub divisi bawah Persikabo Kabupaten Bogor, sehingga namanya berubah menjadi TIRA-Persikabo.

Markas klub pun ikut berganti ke Stadion Pakansari. Kandang di mana TIRA-Persikabo mencatatkan rekor pertandingan paling banyak gol musim itu, yakni ketika mengalahkan Persija 5-3.

Selain itu, dua rekor bertolak belakang juga tercipta. Pertama, klub yang paling lama tidak kalah secara beruntun (13 pertandingan); lalu kedua, klub yang paling lama tidak menang secara beruntun (16 pertandingan).

Rangkaian dua rekor tersebut menempatkan TIRA-Persikabo di posisi 15 klasemen akhir. Posisi yang sama persis musim sebelumnya, yakni tepat di atas zona degradasi.

Menjelang bergulirnya Liga 1 2020, TIRA-Persikabo mengajukan perubahan nama menjadi Persikabo 1973. Namun permintaan ini belum sempat disetujui PSSI ketika kompetisi terhenti akibat wabah Covid-19.

Liga 1 baru kembali bergulir pada Agustus 2021, dengan format musim seperti layaknya liga-liga Eropa. Pada musim inilah nama Persikabo 1973 mulai digunakan dengan julukan Laskar Pajajaran.

Memakai nama baru, klub mengakhiri musim 2021-22 di peringkat ke-10. Laskar Pajajaran juga kembali mencatatkan rekor dalam hal banyak-banyakan mencetak gol.

Pertama, rekor kemenangan kandang terbesar, yakni 5-0 versus Persiraja pada 9 Desember 2021. Kedua, rekor kemenangan tandang terbesar, lagi-lagi dicatatkan kala menghadapi Persiraja pada 19 Maret 2022 dengan skor identik 5-0. Ketiga, rekor pertandingan tersubur manakala mengalahkan Persela 4-2 pada 27 November 2021.

Musim 2022-23, Persikabo 1973 sekali lagi terlibat dalam rekor pertandingan tersubur. Akan tetapi kali ini sebagai pihak yang kalah, yakni ketika ditaklukkan Persita Tangerang dengan skor 3-5.

Setelah mengakhiri musim lalu di peringkat 14, kini Persikabo 1973 tengah berada di zona degradasi. Tim asuhan Aji Santoso baru mengumpulkan 9 poin dari 14 kali bertanding.

Jika performa tidak baik ini tak lekas mendapat solusi, bukan tidak mungkin klub yang bercikal bakal PS TNI ini bakal terdegradasi ke Liga 2.

Perdebatan Klub Militer

Kehadiran PS TNI sempat dipersoalkan barisan suporter. Mereka berpendapat tentara (juga polisi) tidak seharusnya ikut berkompetisi.

Salah satu alasannya, pada saat itu personil Polri dan TNI masih dilibatkan sebagai tenaga pengamanan pertandingan. Bahkan berjaga-jaga di dalam stadion.

Bayangkan terjadi cekcok antarpemain yang melibatkan penggawa PS TNI, lalu atas nama kesetiakawanan korsa rekannya yang berjaga di pinggir lapangan ikut melibatkan diri. Kan gawat.

Namun kekhawatiran itu boleh ditanggalkan sekarang. Pasalnya, PSSI mulai mengampanyekan penggunaan steward untuk penjagaan di dalam stadion alih-alih polisi dan tentara seperti dulu.

Lagipula klub militer ataupun polisi ikut berkompetisi di liga domestik itu hal biasa. Bahkan di negara-negara Eropa pun ada banyak.

Saya pribadi lebih menyoroti dan merasa keberatan pada masalah jual-beli lisensi klub lain untuk langsung 'nyelonong' ke kompetisi tertinggi. Dalam hal ini pembelian lisensi Persiram yang kemudian digunakan PS TNI atau kini Persikabo 1973.

Saya termasuk golongan yang sebal dengan praktik jual-beli lisensi klub begini. Sekalipun tidak melanggar aturan apapun, sebab PSSI memang tidak mengatur ataupun melarangnya, ini praktik yang berdampak kurang baik bagi pembinaan dan juga sejarah sepak bola suatu daerah.

Ketika lisensi Perseba Bangkalan dibeli pentolan Pusamania dan pindah ke Kalimantan dengan nama Borneo FC, misalnya. Kemanakah anak-anak Bangkalan yang ingin menjadi pemain sepak bola profesional harus menggantungkan impiannya?

Kini di Bangkalan memang ada klub bernama Perseba, berkompetisi di Liga 3 Jawa Timur. Namun Perseba yang berdiri pada 2017 itu berbeda dengan Perseba yang telah dijual tiga tahun sebelumnya.

Ada sejarah yang terputus di sini. Demikian pula memori kolektif masyarakat yang mengiringi perjalanan Perseba.

Akan tetapi semua sudah terjadi. Saya hanya bisa berharap semoga kelak Persikabo 1973 tidak dijual dan untuk kesekian kalinya berganti-ganti nama dan homebasse lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun