Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Plus-Minus Naturalisasi Jay Idzes

8 September 2023   13:51 Diperbarui: 9 September 2023   09:35 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jay Idzes bersama Ketua PSSI Erick Thohir. (Sumber: Twitter/Erick Thohir)

PSSI agaknya masih akan terus melakukan naturalisasi pemain keturunan Indonesia di Eropa. Terbaru, Jay Idzes tahu-tahu saja sudah berada di Jakarta untuk menjalani serangkaian tes pada Rabu (6/9/2023) lalu.

Sesuai kebijakan terbaru PSSI mengenai pemain naturalisasi, Jay Idzes memiliki darah Indonesia dari ibunya. Kakek dan neneknya pun berasal dari Jakarta.

Dalam wawancara di kanal YouTube Yussa Nugraha 3 tahun lalu, Jay menjelaskan jika ia berdarah seperempat Indonesia. Pasalnya, ibunya sudah blasteran.

Ketika itu Jay ditanya Yussa mengenai kemungkinan membela timnas Indonesia. Ia menjawab ada ketertarikan, tetapi masih pikir-pikir dulu.

Lima bulan lalu, kembali Yussa menanyakan pertanyaan serupa. Kali ini Jay menunjukkan antusiasme tinggi, bahkan terlihat sangat tertarik menanyakan banyak hal terkait sepak bola Indonesia.

Ketertarikan itu bersambut. PSSI langsung bergerak cepat mengawal proses naturalisasi Jay. Untuk itulah ia didatangkan ke Jakarta tempo hari.

Jam Terbang Tinggi

Jika menyimak penjelasan anggota Komite Eksekutif PSSI Arya Sinulingga, seperti saya baca di laman PanditFootball, tersirat keterangan jika naturalisasi Jay atas permintaan Shin Tae-yong. Request itu tentunya didasari kebutuhan sang pelatih terkait skema yang ia rancang.

"Enggak boleh dong, kalau kita ajukan tapi pelatih enggak butuh. Harus ada kebutuhan juga. Beberapa bulan lalu Shin Tae-yong ke Eropa untuk melihat pemain-pemain itu," ujar Arya, sebagaimana dikutip dari PanditFootball.

Dapat dimengerti jika Coach Shin terpikat pada Jay Idzes. Sekalipun hanya merumput di kompetisi kasta kedua, bek kelahiran Mierlo tersebut mempunyai jam terbang tinggi.

Jay sering tampil ketika memperkuat FC Eindhoven, lalu kian berkembang bersama Go Ahead Eagles. Keduanya sama-sama kontestan Eerste Divisie, kompetisi di bawah Eredivisie Belanda.

Kini, di Serie B Italia bersama Venezia, ia selalu menjadi starter dalam lima pertandingan awal musim 2023-24. Sekali di Coppa Italia putaran pertama melawan Spezia, empat lainnya di liga.

Tanpa bermaksud merendahkan salah satunya, catatan Jay jelas lebih baik ketimbang Elkan. Sejauh ini nama kedua baru dipercaya Ipswich Town tampil di ajang Piala Liga atau Carabao Cup.

Bahkan ketika Ipswich Town masih di League One, Elkan lebih sering dipinjamkan ke klub-klub divisi lebih bawah. Maka, jangan heran jika Elkan juga dibuat kebat-kebit mendengar kabar tentang proses naturalisasi Idzes.

Namun Elkan maupun bek timnas lainnya yang masih muda tak perlu khawatir. Peluang mereka di lini belakang tetap terbuka mengingat Jordi Amat dan Fachrudin Aryanto sudah berkepala tiga.

Banyak Plus-nya

Masih muda dan selalu tampil reguler bersama klubnya, dua poin ini saja sudah cukup untuk membuat Shin Tae-yong terkesan pada Jay Idzes. Belum lagi postur tubuhnya yang tinggi, 190 sentimeter!

Saya menduga, STY ingin menduetkan Jay dengan Jordi di pos center back timnas. Ini jika sang pelatih memakai formasi dengan empat pemain belakang.

Jika memakai formasi tiga bek, tambahan satunya lagi antara Elkan, Rizky Ridho atau Fachrudin Aryanto. STY tinggal pilih sesuai kebutuhan di atas lapangan, mau bek yang matang atau yang berpostur tinggi.

Jika ingin berbicara banyak di Piala Asia mendatang, lini belakang memang harus dibangun sekokoh mungkin. Ingat falsafah sepak bola yang mengatakan, sebuah tim tidak mungkin kalah jika gawangnya tidak kebobolan.

Kehadiran Jay dapat menjadi solusi bagi kokohnya benteng pertahanan Indonesia. Pengalamannya di Eropa, juga skill dan postur tubuhnya, merupakan tambahan yang sangat menguntungkan.

Mengingat usianya baru 23, keuntungan ini dapat dinikmati dalam jangka panjang. Ketika kelak Fachrudin dan Jordi tak lagi prima, giliran Jay bersama Rizky dan Elkan yang ambil alih peran.

Poin plus lain dari Jay Idzes, ia tipe pemain multiposisi. Tak hanya bisa mengisi pos bek tengah, ia juga dapat bermain sebagai seorang defensive midfielder.

Artinya, jika di tengah-tengah pertandingan butuh perubahan skema, STY tinggal mendorong pemain berusia 23 tahun ini lebih ke depan, menjadi tandem Marc Klok.

Pendek kata, bergabungnya Jay dalam timnas Indonesia banyak memberikan poin plus. Siapapun yang berperan dalam mengegolkan proses naturalisasi ini layak diberi apresiasi.

Mengancam Talenta Lokal

Akan tetapi tetap saja ada sisi minus dari naturalisasi Jay Idzes. Saya pribadi melihat setidaknya dua hal yang patut diperhatikan.

Pertama, kehadiran Jay jelas bakal mengancam peluang bek-bek lokal. Untuk memudahkan penulisan, kita istilahkan saja sebagai lokal begitu guna mengacu mereka yang 'asli' Indonesia.

Andai jadi Shin Tae-yong, saya bakal menjatuhkan pilihan pada Jordi dan Jay untuk posisi duo center back timnas. Enggak ada kompromi, kecuali salah satunya mengalami cedera.

Bagaimana tidak? Dari segi teknik dan postur, menurut saya Jordi dan Jay lebih dapat diandalkan untuk pertandingan level antarnegara. Apalagi kalau harus bersua raksasa Asia seperti Jepang nanti.

Alasan lain, baik Jordi maupun Jay selalu tampil reguler di klub masing-masing. Mereka juga sama-sama mengenyam akademi sepak bola Eropa, serta pernah atau sedang merumput di Eropa pula.

Lebih-lebih kalau saya, yang sedang berandai-andai jadi STY, dibebani target tinggi oleh PSSI. Entah menembus 16 besar Piala Asia mendatang atau bahkan lolos ke Piala Dunia 2026. Saya enggak bakal mau kompromi soal lini belakang. 

Kalau sudah begini, siapa saja coba pemain lokal yang bakal terancam peluangnya membela timnas? Jangan sebut Rizky, Hansamu Yama atau Muhammad Ferrari, bahkan Elkan pun bakalan ketar-ketir juga.

Lalu karena Jay bisa bermain sebagai gelandang bertahan, Rachmat Irianto pun layak merasa terancam. Setidaknya selama Klok yang sudah memasuki usia 30-an tahun masih jadi andalan pelatih.

Kelak ketika Klok sudah tak lagi memperkuat timnas, barulah ada peluang duet Irianto-Jay sebagai gelandang bertahan. Itupun kalau PSSI tidak menaturalisasi pemain baru di posisi tersebut.

Cermin Gagalnya Pembinaan

Kedua, kaitannya dengan tugas dan kewajiban PSSI sebagai pembina sepak bola nasional. Masih adanya naturalisasi pemain menunjukkan jika PSSI belum sukses memikul tanggung jawab tersebut.

Mau tak mau harus diakui, adanya naturalisasi adalah sebentuk pengakuan jika pemain lokal hasil pembinaan PSSI tak cukup berkualitas di level atas. Tak cukup mampu untuk bersaing, bahkan di kawasan Asia Tenggara sekalipun.

Dengan kata lain, naturalisasi pemain adalah cermin gagalnya pembinaan yang dijalankan PSSI.

Saya tidak sedang menyalahkan siapapun di sini. Saya hanya menyayangkan PSSI yang selama ini lebih banyak ditunggangi kepentingan-kepentingan di luar sepak bola. Salah satunya kepentingan politik praktis.

Akibatnya, alih-alih menyusun cetak biru pembinaan secara serius, para pengurus lebih sibuk mengejar prestasi instan. Prestasi yang bisa diraih dalam satu periode masa jabatan.

Kenapa harus dalam satu masa jabatan? Supaya bisa ikut mengarak sang juara dan dielu-elukan publik. Bisa ikut trending, jadi pusat pemberitaan yang sedikit-banyak tentulah mendongkrak elektabilitas.

Kalau yang dikerjakan membangun cetak biru kompetisi nasional, misalnya, itu butuh waktu panjang. Sangat panjang sekali bahkan. Tidak akan cukup satu periode jabatan untuk turut merasakan hasilnya.

Kalaupun nanti program tersebut sukses, yang dapat nama pengurus berikutnya. Para oportunis penunggang PSSI tentu tidak mau ini terjadi. Enak saja!

***

Untuk sementara ini, okelah kita terima kenyataan bahwa naturalisasi adalah solusi paling masuk akal jika ingin melihat timnas berprestasi dalam waktu dekat. Event terdekat ya Piala Asia pada Januari 2024 mendatang.

Namun jangan jadikan naturalisasi pemain Eropa sebagai program berkelanjutan. Cukup sebagai jembatan saja. Cukup sebagai pengungkit saja.

Untuk langkah yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang, tetaplah pembinaan pemain yang jadi kunci emasnya. Ini dapat dicapai melalui pengelolaan liga domestik yang apik, yang profesional, tanpa intrik-intrik maupun deal-deal.

Bisa, PSSI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun