Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Malut United FC dan Fenomena "Klub Siluman" di Liga Indonesia

6 September 2023   21:16 Diperbarui: 6 September 2023   21:28 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: antaranews.com

LIGA 2 musim 2023-24 segera bergulir mulai 10 September mendatang. Menarik untuk mengulik satu nama baru dalam kompetisi ini, yakni Malut United FC.

Sesuai namanya, Malut United FC atau lengkapnya Maluku Utara United FC adalah representasi terkini Provinsi Maluku Utara--biasa disingkat Malut--di kancah sepakbola nasional. Peran yang sempat dijalankan dengan sangat baik oleh Persiter Ternate di era awal 2000-an.

Dalam pengundian babak grup Liga 2 2023-24 beberapa waktu lalu, Malut United FC tergabung di Grup 2 bersama PSIM Yogyakarta, PSKC Cimahi, Persikab Kabupaten Bandung, Perserang, Bekasi City dan Nusantara United.

Ada yang bertanya kenapa klub asal Maluku Utara bisa berada satu grup dengan klub-klub Jawa? Alasannya karena pada musim ini Malut United FC bermarkas di Stadion Madya Senayan, Jakarta.

Keputusan menjadi tim musafir diambil karena stadion milik Malut United FC di Sofifi sedang dibangun. Menurut perkiraan baru akan rampung tiga tahun mendatang.

Sebetulnya di Ternate ada Stadion Gelora Kie Raha, kandang Persiter Ternate pada masa keemasannya. Namun stadion ini dinilai tidak layak sehingga harus direnovasi.

Pada masa lampau, Gelora Kie Raha tidak lolos verifikasi  yang dilakukan oleh PSSI. Karena alasan ini Persiter gagal menjadi kontestan Liga Super Indonesia edisi perdana.

Skuat Mewah

Berada di bawah naungan PT Malut Maju Sejahtera, Malut United FC baru saja memperkenalkan tim pada 2 September lalu di Senayan, Jakarta. Acara yang membuat heboh karena skuat Laskar Kie Raha tergolong mewah untuk ukuran klub baru. Pun untuk ukuran kontestan Liga 2.

Pemain-pemain dalam tim asuhan pelatih Imran Nahumarury memang bukan sejenis kaleng-kaleng. Banyak dari mereka yang bahkan sudah berpengalaman di Liga 1. Eks penggawa timnas juga ada.

Sebagai contoh Ilham Udin Armayn, eks anggota tim Indonesia U-19 yang juga pernah berseragam Arema FC dan Bhayangkara FC. Kesediaan Ilham membela Malut United FC bisa ditebak didorong faktor primordialisme, sebab ia putera daerah Maluku Utara.

Lalu ada nama Hendra Adi Bayauw. Sama halnya Ilham, pemain yang musim lalu memperkuat Bali United FC ini telah lama malang melintang di Liga 1. Bahkan pernah berseragam timnas dari level U-16 hingga senior.

Malut United FC juga punya striker berpengalaman Derrick Sasraku yang baru saja bergabung. Penyerang asal Ghana ini sempat merumput di Eropa, juga membela klub top Tunisia yang pernah merajai kawasan Afrika Utara: Club Africain.

Dengan deretan pemain berpengalaman dan ditangani pelatih bernama besar, tidak heran jika Malut United FC mematok target tinggi: promosi ke Liga 1 secepatnya.

Selain berjuang di atas lapangan, manajemen Malut United FC menempuh 'jalur langit' untuk mewujudkan target itu. Pekan terakhir Agustus lalu, manajemen klub memberangkatkan orang tua seluruh pemain ke Jeddah, Kerajaan Arab Saudi, untuk menjalani ibadah umrah.

Klub Siluman

Jujurly saya sempat sangat lama tidak mengikuti sepakbola nasional. Liga 1 saja jarang saya tonton dan juga ikuti beritanya, apatah lagi liga-liga di bawahnya.

Karena itu mulanya saya pikir Malut United FC adalah klub asli Maluku Utara yang promosi ke Liga 2 musim ini. Namun setelah saya cek, ternyata tidak ada nama tersebut dalam daftar kontestan Liga 3 musim sebelumnya.

Artinya, keikut-sertaan klub ini di Liga 2 2023-24 tidak berasal dari jalur promosi.

Degradasi dari Liga 1, mungkin? Duga saya lagi. Dugaan penuh rasa ragu yang langsung saya buang jauh-jauh, sebab musim lalu Liga 1 berjalan tanpa degradasi.

Lagipula, walau jarang menyaksikan Liga 1 saya tahu betul sudah sangat lama tidak ada representasi Maluku Utara--pun Maluku--di kasta tertinggi liga Indonesia. Tepatnya sejak Persiter Ternate menghilang dari peredaran.

Lantas, bagaimana bisa klub yang semula tidak ada di Liga 3 maupun di jenjang manapun tahu-tahu saja muncul sebagai kontestan Liga 2?

Inilah contoh dari apa yang dinamakan sebagai klub siluman. Istilah tersebut dibuat oleh netizen suporter sepakbola Tanah Air untuk menyebut sebuah klub baru yang sejatinya adalah klub lama.

Baru, tapi lama. Klub lama yang di-rebranding dengan nama baru setelah berganti kepemilikan.

Tentu saja logo dan seragam klub ikut berganti, termasuk pula warna kebesaran yang menjadi ciri khas. Plus, punya markas (kota dan stadion) baru.

Dengan cara beginilah Malut United FC eksis. Berdirinya klub ini berawal dari aksi seorang pengusaha tambang bernama David Glenn mengakuisisi Putra Delta Sidoarjo FC.

Putra Delta Sidoarjo (PDS) sendiri merupakan runner-up Liga 3 musim 2021-22. Karena itulah mereka berhak lolos ke Liga 2 musim berikutnya, bersama Karo United (juara Liga 3 2021-22), PSDS Deli Serdang, Deltras FC, Persikab Kab. Bandung, Persipa Pati, Mataram Utama dan Gresik United.

Usai dibeli David Glenn pada 30 Januari 2023, PDS pun pindah kandang ke Sofifi, ibukota Maluku Utara. Setelahnya, nama klub diganti menjadi Maluku Utara United FC. Pemakaian nama baru ini diresmikan pada 28 Mei 2023.

Bukan yang Pertama

Fenomena klub baru tapi lama seperti ini sudah sejak lama berkembang di dunia sepakbola nasional. Artinya, Malut United FC bukanlah klub siluman pertama.

Di Liga 1 musim ini berceceran klub-klub siluman. Dua di antaranya bahkan sempat meraih gelar juara, yakni Bhayangkara FC dan Bali United.

Embrio Bhayangkara FC adalah Persikubar Kutai Barat. Ketika terjadi dualisme kepengurusan PSSI sekaligus dualisme liga, Persikubar pindah ke Surabaya dan bersulih nama menjadi Persebaya Surabaya United, di bawah pengelolaan PT Mitra Muda Inti Berlian.

Klub tersebut lantas terlibat rebutan hak paten atas pemakaian nama dan logo Persebaya. Rivalnya di pengadilan adalah PT Persebaya Indonesia, pengelola Persebaya Surabaya asli yang ketika itu memakai nama Persebaya 1927 dan berkompetisi di Liga Primer Indonesia.

Kalah di pengadilan dan juga ditolak oleh Bonekmania, Persebaya Surabaya United lantas berganti nama menjadi Surabaya United saja. Sempat pula memakai nama Bonek FC, sebelum akhirnya melebur dengan PS Polri di tahun 2016.

Kisah terbentuknya Bali United serupa dengan itu. Klub embrionya juga sama-sama berasal dari Kalimantan, yakni Persisam Putra Samarinda nan bersejarah.

Karena terus mengalami kemunduran, bahkan kemudian kalah saing dari klub baru bentukan suporternya sendiri, Persisam Putra Samarinda akhirnya dijual. Pindah ke Bali, namanya lantas berganti menjadi Bali United Pusam.

Selanjutnya, Hardiansyah Hanafiah selaku pemilik baru mengalihkan kepemilikan kepada Pieter Tanuri. Embel-embel Pusam pun dihilangkan, sehingga tinggallah nama Bali United FC.

Satu nama lagi yang harus disebut adalah Sriwijaya FC. Generasi kiwari rasa-rasanya tidak banyak yang tahu jika klub kebanggaan orang Sumatera Selatan ini aslinya berasal dari Jakarta, tepatnya Jakarta Timur.

Persijatim, demikian nama awalnya. Karena alasan tertentu, klub yang dulu bermarkas di Stadion Bea Cukai, Rawamangun, tersebut memilih boyongan ke Solo.

Kedatangan Persijatim disambut baik oleh Pasoepati, pendukung Persis Solo yang kala itu tengah berada di kasta bawah. Nama klub pun dimodifikasi sedikit menjadi Persijatim Solo FC.

Dua tahun di Solo, Persijatim pada akhirnya diakuisisi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Rebranding dilakukan secara total, sehingga lahirlah klub bernama Sriwijaya FC yang bermarkas di Stadion Jakabaring, Palembang.

Perlu Aturan Baru

Well, sejatinya tidak ada yang salah dengan praktik jual-beli klub begini. Di negara-negara besar sepakbola pun jamak terjadi.

Yang menurut saya sangat disayangkan adalah berubahnya nama dan atribut klub selepas berganti kepemilikan. Demikian pula dengan kepindahan homebase seiring pergantian tersebut.

Alhasil, identitas dan sejarah asli klub seolah hilang begitu saja. Tercerabut dari akarnya. Yang akan lebih diingat adalah identitas baru semenjak berganti kepemilikan.

Misalnya Persisam Putra Samarinda tadi. Catatan sejarah dan perjuangan klub sejak era Perserikatan dan juga Galatama, langsung terputus begitu nama Bali United FC dipakai sejak 15 Februari 2015.

Akan sulit untuk menganggap Bali United sebagai penerus sekaligus pewaris Persisam Putra Samarinda. Orang dari warna seragamnya saja memang dibuat berbeda, kok.

Lagipula mana mau orang Samarinda mendukung Bali United. Makanya mereka lebih memilih membuat klub baru pada 2021 lalu, yakni Persisam United yang tidak keberatan merangkak dari Liga 3 Zona Kalimantan Timur.

Fenomena klub siluman dapat terjadi karena memang tidak ada larangannya dalam aturan PSSI. Klub boleh berganti kepemilikan berkali-kali, investor pun bebas mengubah total identitas klub yang telah dibeli tersebut.

Padahal, menurut saya akan lebih bijak jika cukup kepemilikan klub saja yang boleh berganti. Namun identitas klub wajib tetap dipertahankan oleh pemilik baru, terutama klub-klub yang berkaitan dengan perjalanan sejarah sepakbola nasional.

Pieter Tanuri silakan saja beli Persisam Putera Samarinda, misalnya. Namun identitasnya jangan diotak-atik dan jangan pula dibawa ke Bali. Tetaplah bertahan di Samarinda sebagai Persisam Putera Samarinda.

Bandingkan dengan Liverpool FC yang sudah bolak-balik berganti kepemilikan, yang terbaru pada 2010. Namun baik pada era duo Tim Hicks-George Gillett dulu maupun Fenway Sport Group kini, tidak ada yang berubah kecuali nama pemiliknya.

Nama klub tetap Liverpool FC. Kandangnya masih di Anfield. Seragamnya pun masih merah-merah. Sama sekali tidak berubah. Dengan demikian sejarah klub dapat terus bersambung dari 1892 hingga sekarang.

Maka, dalam pandangan saya aturan mengenai pergantian lisensi dan kepemilikan klub musti diperbaharui oleh PSSI. Klub boleh-boleh saja berganti-ganti pemilik, tetapi jangan sampai mengubah total identitas klub tersebut.

Yaah, kecuali Liga 1 mau berubah jadi Liga Klub Siluman. Hehehe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun