Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menanti Tuah "The Next Philippe Coutinho" di Liverpool

24 Agustus 2022   22:08 Diperbarui: 24 Agustus 2022   22:28 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fabio Carvalho saat diperkenalkan sebagai pemain baru Liverpool FC. FOTO: liverpoolfc.com

KETIKA Philippe Coutinho ngotot memilih pindah ke FC Barcelona alih-alih bertahan di Liverpool FC, bukan cuma si pemain yang kemudian merasa kehilangan. Klub yang ditinggalkan juga terus merindukan sosok gelandang kreatif seperti pria Brazil itu.

Kerinduan tersebut tergambar jelas oleh start buruk tim asuhan Jurgen Klopp awal musim ini. Tengok saja hasil di 3 pekan pertama: dua kali seri dan sekali kalah, dengan kekalahan tersebut diderita dari musuh bebuyutan Manchester United.

Hasil buruk Liverpool di Old Trafford pada Selasa (23/8/2022) dini hari WIB lalu mengingatkan saya pada pertemuan kedua tim di musim 2018/19. Tepatnya 24 Februari 2019, sama-sama laga tandang bagi The Reds.

Yang membuat saya otomatis teringat partai lawas tersebut, Mo Salah, cs. mendominasi jalannya pertandingan pada dua partai ini. Setidaknya terlihat dari rekor penguasaan bola dan akurasi umpan di mana Liverpool selalu unggul dari MU.

Jika pada Februari 2019 Liverpool mencatatkan 65% penguasaan bola, laga yang baru lalu malah sampai 71%. Untuk urusan ketepatan umpan The Reds juga unggul dari rivalnya, yakni 84% pada Februari 2019 dan 83% pada Agustus 2022.

Pendek kata, dua catatan ini menggambarkan betapa Liverpool lebih mendominasi ketimbang MU. Toh, kemenangan dalam sepak bola tidak ditentukan dari seberapa dominan sebuah tim di sepanjang pertandingan. Melainkan dari seberapa banyak gol yang dicetak.

Kebetulan sekali hasil akhir pada dua partai di atas sama-sama tidak memihak Liverpool. Pada Februari 2019 trio Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane gagal menjebol gawang MU. Skor akhir 0-0. Sedangkan di pekan ketiga musim ini, The Reds baru bisa mencetak gol balasan pada menit ke-81.

Rindu Gelandang Kreatif

Klopp sadar betul peran penting Coutinho di lini tengah tim garapannya. Oleh sebab itu dia sempat membujuk si pemain untuk bertahan dan bersabar lebih lama lagi. Namun agaknya Coutinho sudah terlanjur ngiler dengan pencapaian Luis Suarez di Spanyol.

Sejak meninggalkan Liverpool pada awal musim 2014/15, Suarez langsung merengkuh gelar La Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions di musim perdananya bersama Barcelona. Treble winner!

Bohong kalau Coutinho tidak tergoda dengan pencapaia Suarez itu. Baginya, cukup sudah bertahan 2,5 musim setelah pergantian pelatih dari Brendan Rodgers ke Klopp. Toh, trofi Premier League tak kunjung singgah ke Merseyside. Gelar juara Liga Champions juga tidak meyakinkan hilalnya.

Maka, begitulah, Coutinho resmi pindah ke Barcelona pada 8 Januari 2018. Liverpool memang mendapatkan dana segar GBP 105 juta dari transaksi ini. Namun kehilangan yang dirasakan jauh lebih besar serta menahun sifatnya.

Kepergian Coutinho, disusul Adam Lallana pada 27 Juli 2020, membuat lini tengah Liverpool banyak diisi gelandang-gelandang tipe pekerja keras. Berbeda dengan dua nama tersebut yang merupakan jenis gelandang kreatif pembuat bingung lini pertahanan lawan.

Perbedaan ini tidak terlalu tampak jika lawan yang dihadapi bermain terbuka. Namun menjadi masalah serius ketika Liverpool menghadapi tim semenjana hingga papan bawah yang cenderung bermain defensif. Apalagi sampai parkir bus.

Maka, tidak mengherankan jika Liverpool kesulitan melawan tim-tim semodel Crystal Palace dan Fulham. Perhatikan saja, gol-gol dua tim tersebut berasal dari skema serangan balik setelah upaya serangan yang dibangun para pemain LFC gagal.

Dan fenomena begini bukan baru-baru terjadi. Steven Gerrard sudah menyoroti kelemahan timnya sejak masih mengapteni The Reds. Selalu bermain bagus melawan tim yang lebih besar, tetapi selalu dibuat kerepotan menghadapi tim-tim lebih bawah.

Eks pemain Liverpool yang menjadi pundit Sky Sports, Graeme Souness, punya komentar senada. Lebih jauh, Souness menyoroti peran gelandang tengah The Reds yang "tidak cerdik" dalam membongkar pertahanan lawan dan memanjakan para penyerang.

"Mereka tipe pemain pekerja keras, tetapi tidak ada yang bisa memberikan umpan manis," demikian kata Souness, seperti dikutip dalam satu ulasan di detikSport.

Harapan pada Carvalho

Hasil di 3 pekan awal Premier League 2022/23 menggambarkan komentar-komentar lama tersebut masih sangat relevan bagi Liverpool. James Milner, Jordan Henderson, Alex Oxlade-Chamberlain, Curtis Jones merupakan gelandang-gelandang kaku khas Inggris. Meliuk-liuk di antara adangan lawan dan memberi umpan tinggal sosor bukanlah apa yang biasa mereka tunjukkan.

Pilihan lain memang ada Thiago Alcantara, Naby Keita, juga Fabinho. Namun dua nama pertama, lebih-lebih Thiago yang telah berumur, kerap bermasalah dengan kebugaran. Sedangkan Fabinho lebih sering dijadikan sebagai pelapis oleh Klopp.

Mungkin inilah yang membuat Klopp lantas merekrut Fabio Carvalho. Lelaki Jerman itu sadar betul kreativitas di lini tengah adalah hal yang sedang dia butuhkan. Faktor yang lama menghilang semenjak kepergian Coutinho.

Media Inggris sendiri ramai menyebut Carvalho sebagai The Next Philippe Coutinho, mengacu pada kemiripan gaya permainan gelandang keturunan Timor Leste tersebut dengan eks pemakai nomor punggung 10 Liverpool. Tinggal pembuktiannya saja yang belum.

Selain kesamaan gaya permainan, transfer kedua pemain juga sama-sama rendah biaya. Liverpool hanya perlu memindahkan saldo kas klub sebesar GBP 5 juta pada Fulham untuk memboyong Carvalho.

Dulu, Liverpool memboyong Coutinho dari Internazionale Milano pada Januari 2013 seharga GBP 8,5 juta saja. Banderol yang layak membuat Inter Milan menyesal jika mengingat kontribusi si pemain bagi LFC setelah kepindahan itu.

Pesepak bola kelahiran Rio de Janeiro itu memang hanya mencetak 3 gol dari 13 kali merumput di musim perdananya bersama Liverpool. Namun pada musim 2013/14, rasa-rasanya tidak ada penonton Liga Inggris yang tidak dibuat berdecak kagum oleh aksi Coutinho.

Coutinho adalah contoh pembelian berbiaya kecil tetapi berdampak besar bagi tim. Kedatangannya tidak terlalu menguras kas, tetapi performanya di atas lapangan mampu mengangkat level permainan sehingga klub bertengger di papan atas.

Harapan serupa agaknya ditumpukan pada Carvalho. Badai cedera dan kelelahan yang tengah menghantui Liverpool dapat dijadikan momentum bagi Klopp untuk memberi kesempatan lebih bagi gelandang muda tersebut.

Selama ini sang manajer hanya menurunkan Carvalho sebagai pengganti, termasuk kala ditaklukkan Man. United di Old Trafford kemarin. Meski tak terlalu lama di atas lapangan, pengamat menilai gelandang 19 tahun tersebut tampil bagus.

Kita lihat saja, akankah Klopp menurunkan Carvalho sebagai starter dalam pertandingan melawan Bournemouth akhir pekan nanti. Jika iya, menarik juga untuk ditunggu apakah pemain satu ini memang layak menyandang sebutan The Next Philippe Coutinho.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun