Maka, begitulah, Coutinho resmi pindah ke Barcelona pada 8 Januari 2018. Liverpool memang mendapatkan dana segar GBP 105 juta dari transaksi ini. Namun kehilangan yang dirasakan jauh lebih besar serta menahun sifatnya.
Kepergian Coutinho, disusul Adam Lallana pada 27 Juli 2020, membuat lini tengah Liverpool banyak diisi gelandang-gelandang tipe pekerja keras. Berbeda dengan dua nama tersebut yang merupakan jenis gelandang kreatif pembuat bingung lini pertahanan lawan.
Perbedaan ini tidak terlalu tampak jika lawan yang dihadapi bermain terbuka. Namun menjadi masalah serius ketika Liverpool menghadapi tim semenjana hingga papan bawah yang cenderung bermain defensif. Apalagi sampai parkir bus.
Maka, tidak mengherankan jika Liverpool kesulitan melawan tim-tim semodel Crystal Palace dan Fulham. Perhatikan saja, gol-gol dua tim tersebut berasal dari skema serangan balik setelah upaya serangan yang dibangun para pemain LFC gagal.
Dan fenomena begini bukan baru-baru terjadi. Steven Gerrard sudah menyoroti kelemahan timnya sejak masih mengapteni The Reds. Selalu bermain bagus melawan tim yang lebih besar, tetapi selalu dibuat kerepotan menghadapi tim-tim lebih bawah.
Eks pemain Liverpool yang menjadi pundit Sky Sports, Graeme Souness, punya komentar senada. Lebih jauh, Souness menyoroti peran gelandang tengah The Reds yang "tidak cerdik" dalam membongkar pertahanan lawan dan memanjakan para penyerang.
"Mereka tipe pemain pekerja keras, tetapi tidak ada yang bisa memberikan umpan manis," demikian kata Souness, seperti dikutip dalam satu ulasan di detikSport.
Harapan pada Carvalho
Hasil di 3 pekan awal Premier League 2022/23 menggambarkan komentar-komentar lama tersebut masih sangat relevan bagi Liverpool. James Milner, Jordan Henderson, Alex Oxlade-Chamberlain, Curtis Jones merupakan gelandang-gelandang kaku khas Inggris. Meliuk-liuk di antara adangan lawan dan memberi umpan tinggal sosor bukanlah apa yang biasa mereka tunjukkan.
Pilihan lain memang ada Thiago Alcantara, Naby Keita, juga Fabinho. Namun dua nama pertama, lebih-lebih Thiago yang telah berumur, kerap bermasalah dengan kebugaran. Sedangkan Fabinho lebih sering dijadikan sebagai pelapis oleh Klopp.
Mungkin inilah yang membuat Klopp lantas merekrut Fabio Carvalho. Lelaki Jerman itu sadar betul kreativitas di lini tengah adalah hal yang sedang dia butuhkan. Faktor yang lama menghilang semenjak kepergian Coutinho.
Media Inggris sendiri ramai menyebut Carvalho sebagai The Next Philippe Coutinho, mengacu pada kemiripan gaya permainan gelandang keturunan Timor Leste tersebut dengan eks pemakai nomor punggung 10 Liverpool. Tinggal pembuktiannya saja yang belum.