77 Tahun usia Republik Indonesia, jauh lebih tua lagi umur PSSI yang telah menginjak angka 90. Akan tetapi, lahir 13 tahun lebih dulu ternyata bukan jaminan lebih matang dan dewasa. Tepat pada perayaan hari kemerdekaan, kita jadi saksi betapa organisasi ini masih terbelenggu oleh kekangan ambisi lain di luar sepak bola.
Ada rasa ikut bangga ketika saya melihat timnas Indonesia U16 turut hadir dalam upacara 17 Agustus di Istana Merdeka, Rabu lalu. Mereka bertemu dan berbincang-bincang dengan Presiden Joko Widodo seusai jalannya upacara.
Saya lihat kapten timnas U16, Muhammad Iqbal Gwijangge, terus-terusan tersenyum dan memegangi trofi yang baru diraih di Yogyakarta lima hari sebelumnya. Semua pemain tampak berwajah cerah dengan rona kebanggaan yang terpancar jelas.
Malam harinya, ternyata timnas U16 juga diboyong ke satu stasiun televisi swasta. Agaknya memanfaatkan momen tujuh-belasan, para pemain diberondong hadiah dari berbagai brand dalam satu acara yang dirancang sebagai malam penghargaan.Â
Semula saya masih berpikiran positif. Okelah, ini sebentuk apresiasi. Tidak perlu dipermasalahkan mengingat timnas U16 memang baru saja memberikan kado menjelang peringatan kemerdekaan bangsa. Mereka layak menerima semua itu.
Namun seiring berjalannya acara, kemasan program yang jelas sekali fokusnya adalah mengelu-elukan timnas U16 dan juga PSSI, juga isi pembicaraan para host dengan awak timnas U16, membuat saya jadi mengelus dada dengan kening berkerut.
Beginikah cara orang-orang dewasa, kalau tak mau disebut tua, di dunia sepak bola negeri ini mendidik anak-anak belia penerus jejak mereka?
Perlakuan Menjerumuskan
Maaf kata, alih-alih layak disebut mendidik, dalam pandangan saya cara seperti itu justru menjerumuskan. Saya sangat setuju dengan tulisan Bung Hendra Wardhana (Ramai-ramai Merusak (Mimpi) Timnas Garuda Muda) yang telah lebih dahulu membahas acara tersebut. Perlakuan seperti ini berpotensi merusak para pemain, bukannya malah membangun.
Okelah, sekali lagi saya setuju Iqbal Gwijangge, dkk. memang layak mendapat apresiasi. Siapa pun boleh memberi penghargaan atas pencapaian mereka dengan berbagai bentuk yang mungkin diwujudkan. Segenap Kompasianer pun boleh ikut memberi pula kalau memang mau.
Namun, tolonglah, perhatikan bagaimana cara kita memberikan segala hadiah tersebut. Jangan sampai apa yang kita niatkan sebagai apresiasi, ternyata malah membunuh rasa lapar yang ada dalam diri para pemain. Malah membuat mereka merasa cepat puas dan akhirnya mandeg hanya sampai di level AFF U16.