Tarif sewanya Rp2.500/jam waktu itu. Ada tarif ekonomis, yakni Rp5.000/3 jam, tetapi hanya berlaku mulai pukul 00.00-06.00 WIB. Ini masih dikasih bonus segelas kopi panas pula.
Promosi menarik sebetulnya, tetapi menuntut saya terus begadang demi mengurusi blog yang baru lahir. Apa boleh buat, demi masa depan saya rela menjungkir-balikkan jam tidur.
Rutinitas saya berubah sejak itu, semata-mata agar dapat memanfaatkan promosi murah tadi. Selepas salat Isya tidur, lalu bangun tengah malam untuk pergi ke warnet, pulang ke tempat kos menjelang Subuh. Begitu terus selama sekian bulan.
Ketika kemudian pindah ke Pemalang karena istri sudah hampir melahirkan, warnet tidak ada yang buka 24 jam seperti di Jogja. Praktis, saya sempat kesulitan online. Sudah coba beli modem, tetapi tidak semua provider sinyalnya sampai. Kalaupun ada yang tertangkap, cuma sayup-sayup sampai.
Lalu tibalah hari itu. Seolah sudah berjodoh, saya melihat seorang teknisi Telkom Indonesia tengah bekerja di seberang rumah mertua. Ternyata ada tiang telepon terpancang di sana.
Saya menepak dahi, kenapa baru tahu sekarang? Sambil merasa geli sendiri saya lantas bertanya-tanya pada teknisi tersebut. Dari beliaulah saya dapat informasi kalau waktu itu sedang ada promosi khusus bagi pelanggan baru.
Tanpa pikir panjang saya langsung menuju Plaza Telkom Pemalang keesokan paginya. Kemudian seorang teknisi datang untuk melakukan survei, sebelum menarik kabel dari ODP terdekat ke rumah.
Kini, saya memang tidak lagi berjualan uang lama. Namun layanan IndiHome alias Internetnya Indonesia masih tetap saya andalkan sebagai penunjang pekerjaan sebagai editor-akuisisi lepas di sebuah aplikasi webnovel, juga mendukung kreativitas anak-anak di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H