Setidaknya ada dua jalur utama. Yang pertama membujur di sisi selatan pabrik, lantas berkelok ke arah barat seiriing Jl. Halmahera dan lurus terus di sepanjang sisi selatan Jl. Ternate hingga Bojongbata.
Saya belum menelisik lebih jauh di mana ujung rangkaian rel jalur ini. Mungkin saja memang hanya sampai pertigaan dekat pabrik Gondorukem. Mungkin juga berputar di satu titik, kembali ke arah pabrik di Banjardawa.
Sedangkan jalur kedua terletak di sisi timur pabrik, di mana sisa-sisanya masih dapat dilihat di Desa Jebed dan Desa Sokawangi. Termasuk jembatan rel di atas Kali Sirayak.
Hancur Tanpa Sisa
Mungkin ada yang bertanya-tanya, kok saya awalnya sampai tidak tahu kalau dulu ada pabrik gula di sana? Bukankah bangunan pabrik gula itu besar?
Inilah masalahnya. Bangunan pabrik gula tersebut sudah tidak ada lagi! Sama sekali tidak ada bekasnya, rata dengan tanah. Yang terlihat kini adalah bangunan SMP di sebelah lapangan, yang agaknya dibangun setelah bangunan pabrik diruntuhkan.
Saya curiga di sana ada bekas bangunan karena di sudut tenggara lapangan ada puing-puing pondasi bangunan, seperti saya ceritakan di atas. Namun hingga bertahun-tahun tidak sampai menduga kalau itu adalah bekas pondasi pabrik Sf. Bandjardawa.
Dugaan-dugaan itu baru terjawab saat mengobrol dengan seorang tetangga. Dia sempat menyinggung-nyinggung soal pabrik gula yang sudah hancur. Dari situlah saya mulai menelisik dunia maya untuk mencari tahu lebih banyak lagi.
Kenapa bangunan pabrik sebesar itu bisa runtuh tanpa sisa?
Untuk pertanyaan ini saya masih belum menemukan referensi jelas dan pasti. Namun mnurut cerita orang-orang tua yang sempat saya tanyai, bangunan pabrik dihancurkan oleh massa.
Hanya itu informasi yang dapat digali di lokasi sekitaran pabrik. Tidak jelas kapan penghancuran itu terjadi, juga peristiwa atau ise yang menjadi penyebab.