Mohon tunggu...
Bunga Shaina
Bunga Shaina Mohon Tunggu... -

♥ \r\nHave a nice day all....keep smiling & always positive thinking..... ♥ ♥ ♥ \r\nhttp://bungashaina.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Guru Juga Manusia

9 Agustus 2012   17:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:01 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu siang , setelah kurang lebih sepuluh tahun tidak berjumpa, aku menyempatkan diri untuk menemui sahabatku semasa SMU dulu. Sahabatku adalah seorang guru Sekolah Dasar, padahal dia adalah alumni sarjana tehnik sipil tetapi karena kecintaannya pada mengajar dia mengambil Akta  lV untuk bisa menjadi seorang guru.

Aku duduk  disuatu ruang tamu SD tempat kawanku mengajar, didepanku juga duduk seorang ibu yang sedang gelisah. Kulihat matanya sedikit memerah, dari raut wajahnya ada kemarahan dan kekecewaan.

" Sepertinya sekolahan ini guru-gurunya sedang sibuk ya, Bu ? ,"tanyaku basa-basi membuka percakapan pada Ibu didepanku.

" Iya Mbak, dari tadi saya menunggu kepala sekolahnya, belum juga muncul. Ada sedikit masalah dengan hasil ujian anak saya," jawab Ibu itu.

" Oh, masalah seperti apa Bu, kalau boleh saya tau," tanyaku lagi.

" Hasil ujian anak saya mba, sangat mengecewakan. Anak saya peringkat pertama dikelas, nilai ujian untuk Matematika 9,6 mba, untuk Bhs Indonesianya juga mendapat 9,4 tetapi nilai IPAnya saya sangat heran mba, karna mendapat 5,2 dan saya dengar itu nilai terendah di kelasnya , " cerita si Ibu dengan penuh kecewa.

" Mungkin, putra ibu saat itu sedang sakit atau tidak enak badan, Bu ," tanyaku penasaran.

" Tadinya saya juga berpikir begitu mba, tetapi setelah saya tanya anak saya, dia bilang katanya hmpir bisa menjawab semua soal-soal dan kebetulan IPA adalah test hari kedua sedangkan nilai ulangan hari pertama dan ketiga hampir sempurna, saya ingin tau apa mungkin ada kekeliruan mbak ".

Tiba-tiba Ibu itu dipersilahkan masuk keruang Kepala Sekolah, dan pada saat yang sama temankupun muncul, kamipun saling berpelukan.

Akhirnya setelah sedikit bercakap-cakap, akupunmohon diri karena takut menganggu orang yang sedang mengajar. Akupun berpamitan dan membuat janji untuk bertemu lagi nanti sore di tempatku menginap. Kulihat si Ibu tadi juga keluar dari ruang Kepala Sekolah, kami berjalan bersama menuju tempat parkir.

" Sekolah macam apa ini, sama sekali tidak ada tanggungjawab," gerutu si Ibu tadi.

" Lho, kok bisa begitu Bu ?," tanyaku semakin penasaran.

" Bahkan Kepala Sekolahnyapun tidak tau kalau anak saya punya nilai serendah itu, padahal dia peringkat tertinggi di kelas," suara Ibu itu semakin bergetar karena marah.

" Dia malah bilang , seperti itulah hasil akhir nilainya, tidak bisa dirubah ."

" Saya tidak ingin minta nilai Mba, saya hanya ingin tanya, apa mungkin ada kekeliruan, kemana saya musti mengurusnya ," kudengar suara kekecewaan yang sangat mendalam dari seorang Ibu.

" Ibu, Ibu jangan terlalu kecewa, kasihan putra Ibu. Kalau menurut saya, sekolah di SD  belum begitu penting prestasinya, kalau putra Ibu begitu cerdasnya dengan melihat kedua nilai Matematika dan Bahasa, Saya yakin nanti di SMP akan kelihatan nyata Bu kepintarannya,  Karena guru SMP kan sudah bidang study begitu juga persaingannya banyak, ada beberapa kelas ,"  kataku panjang lebar sekenanya.

Kulihat ada sedikit senyum di wajah Ibu itu, ternyata kata-kataku membuatnya lebih baik.

***

Lima Tahun Kemudian

Lima tahun yang lalu, aku juga lewat dikota ini dan menyempatkan diri untuk menemui sahabatku yang menjadi seorang guru Komputer di suatu SD, tetapi sekarang aku kembali menemui dia bukan sebagai guru SD lagi tetapi guru SMU, kabarnya setelah ada pengangkatan dia ditempatkan sesuai dengan pendidikannya.

Ruang tunggu sekolah itu sangat bersih dan nyaman. Sudah 10 menit aku membaca koran diruang itu sambil menunggu Farida sahabatku.

" Maaf  Mba, apa kita pernah bertemu sebelumnya ? ," sebuah suara mengagetkanku.

Kutatap wajah seorang Ibu, yang pernah kulihat 5 tahun yang lalu di kota ini. Ya dan aku sangat yakin ada tai lalat yang agak besar didekat matanya .

Wajah Ibu ini sangat ceria dan penuh senyum berbeda dengan lima tahun lalu yang penuh kecewa.

" Kita pernah bertemu di SD " Tunas Muda" ," lanjut siIbu dengan penuh senyum.

" Iya Ibu, putra ibu yang nilainya jelek waktu itu," jawabku.

Kami bersalaman, dan sang Ibu bercerita panjang lebar, tentang putranya itu.

" Saya kesini dipangil Kepala Sekolah Mba, putra saya bulan depan ikut Olimpiade Fisika tingkat Nasional, kebetulan pembimbingnya adalah Bu Farida, teman mba yang dulu juga ngajar di SD " Tunas Muda"  ."

" Mbak mungkin sudah lupa, tetapi saya sangat berterimakasih dengan kata-kata Mba dulu. " Prestasi di SD belum begitu penting, kalau putra ibu memang cerdas nanti akan kelihatan saat di SMP, karena gurunya bidang study dan persaingannya banyak kelas " , sekarang terbukti, setidaknya untuk anak saya, " lanjut Ibu tadi.

Jujur, Aku sudah lupa dengan kata-kata konyolku itu. Mungkin waktu itu aku hanya ingin menghibur Ibu itu saja, ngomong tanpa pikir panjang.

Di ujung pintu kulihat Farida temanku tersenyum. Dari Farida kutau, kalau Ibu itu benar-benar memegang kata-kataku.

Dari Farida juga kutau, ada banyak lika-liku menjadi seorang guru, " Si Ibu tadi memang cerewet dan sedikit ikut campur, tetapi orang tua yang seperti itu, bagiku sangat baik menjadi motivator bagi guru maupun sekolah untuk lebih baik dan berprestasi ".

Tetapi sayangnya ada beberapa guru yang menjadi gerah jika selalu dikritik ortu atau wali murid, ujung-ujungnya sianak yang menjadi korban kejengkelan sang guru. Karena sang guru tersebut merasa digurui dan diintai langkahnya oleh ortuanya.

Temanku juga bercerita, ada sekolah yang dengan gampang menyulap nilai-nilai anak didiknya dari jelek menjadi baik atau sebaliknya. sunguh ironis.

***

Selesai.

menyambut HUT RI, "CERDASLAH BANGSAKU..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun