Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilwako Manado, Peci Putih, dan Sampah Demokrasi

21 Oktober 2020   18:20 Diperbarui: 21 Oktober 2020   22:06 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapitalisasi identitas (Foto Jalandamai.com)

Peci putih dan politisasi simbol-simbol agama begitu beraroma di Pilwako Manado. Betapa mudah kita membacanya, semua ini hanya untuk kepentingan marketing politik. Sebelum-sebelumnya, politisi yang kini doyan memakai peci putih tidak pernah terlihat memakai peci putih seserius sekarang. Dalam pertemuan umum, politisi yang kini diframing pemilik 'peci putih' jauh sebelum Pilwako Manado, ai tak memakai peci putih.

Begitulah politik. Bagaimana kita mengantisipasi, melakukan edukasi politik kepada masyarakat agar tidak terhipnotis. Mereka tidak mabuk dengan politik identitas agama yang masif dan berdampak meredukasi makna demokrasi.

 Bagaimana kita membuat masyarakat mengerti bahwa kepemimpinan politik bukan seperti kita memilih Imam masjid. Sungguh jauh perbedaannya. Politik bukan tentang janji-janji surgawi. Bukan pula terkait ancaman neraka.

Melainkan soal layaknya kepemimpinan publik diberikan kepada politisi tersebut. Seperti apa memilih pemimpin yang amanah. 

Mencari pemimpin teladan seperti publik membuat sayembara. Kalau di Islam kita mengenal model pemimpin ideal adalah dia yang mempunyai kriteria Siddiq (jujur), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan kebenaran) dan Fathonah (cerdas atau pandai).

Berarti mereka yang memiliki integritas, kepribadian yang kuat dan amanah, jujur dan akhlaknya mulia yang dalam konteks demokrasi layak dipilih sebagai pemimpin semua golongan. 

Bukan meracuni pikiran publik dengan menjual atau mengkapitalisasi nilai-nilai agama untuk memilih politisi tertentu. Yang konsekuensinya merusak tatanan solidaritas sosial yang majemuk.  

Memang tidak ada salahnya seseorang memakai peci putih. Yang kurang tepat dan memacetkan jalan menuju pembangunan demokrasi ialah atribut, penanda (simbol) keagamaan atau identitas agama tertentu dijadikan alat pemuas nafsu politik. memakai peci putih dengan tujuan agar publik terutama umat agama tertentu memilihnya.  

Jadinya seperti agama dikomersialkan dalam mencari target politik elektoral. Politik identitas jangan dibenturkan dengan kerukunan masyarakat yang telah lelah, susah payah di bangun di Kota Manado. Tak boleh stabilitas keamanan pada akhirnya menjadi taruhan atau tukar tamba dalam dagangan isu-isu politik sentimentil keagamaan.

Pilwako Manado menjadi agenda akbar dalam sebuah sayembara, mencari kepemimpinan yang toleran dan mapan. Manado yang menjadi Kota Paling Toleran diperjuangkan Wali Kota Manado, Dr. GS Vicky Lumentut harus dapat dijaga. 

Dipertahankan dan diperjuangkan sehingga lebih maju lagi persatuan tersebut. Bukan dibuat menjadi mengalami degradasi ke titik nadir kehancuran dan konflik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun