Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UU "Sapu Jagad" dan Dilema Aktivis Lingkar Istana

15 Oktober 2020   18:55 Diperbarui: 15 Oktober 2020   19:38 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlangsungnya aksi menolak UU Omnibus Law (Foto Tribun Kaltim)

Undang-undang yang secara resmi menggabungkan beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu bentuk undang-undang yang baru. Sepanjang sejarah bangsa Indonesia, bencana dieksploitasi untuk meloloskan UU.

Untuk esensi dari UU Omnibus Law, dirasa seperti mendesak. Pemerintah, yang tergambar dari argument DPR dan Presiden Jokowi bahwa UU itu dimaksudkan untuk mengatasi tumpang tinduh (overlapping) regulasi.

Terutama UU tentang Ketenagakerjaan yang menuai protes keras dari publik. Para demonstrasi tak mau tawar-menawar lagi, mereka mendesak UU ini dibatalkan. Ada hal yang lebih urgen dilakukan pemerintah yakni bersahabat atau melawan penyebaran Covid-19.

Tentu rakyat berharap situasi yang amat sulit di era Covid-19 ini segera berakhir. Kemudian, disaat situasi bencana non-alam pemerintah betul-betul fokus memperhatikan apa yang menjadi hajat hidup mereka. 

Minimalnya, menunjukkan keseriusan dalam melawan penularan Covid-19. 'Gerakan tambahan' seperti mengesahkan UU Omnibus Law sejatinya jangan dulu dilakukan pemerintah.

Peran optimalisasi nilai-nilai kerakyatan yang dilakukan aktivis pun harus ada progress. Bukan sekedar menjadi retorika, tapi membumi di tengah-tengah masyarakat.

Para jebolan aktivis jalanan yang berada di internal pemerintah perlu menjadi pioneer, menerangi Negara yang berada dalam gelapan. Rasa dilematis yang dialami aktivis, dapat kita mengerti hal itu. Publik juga tetap memberi support, menambah energy kepada pemerintah untuk berfikir lebih jernih.

Jangan terburu-buru mengesahkan UU sapu jagad tersebut. Aksi massa yang dilakukan elemen rakyat, bukan sekedar bunga-bunga pemanis tidur, tapi dipandang sebagai letupan kecil yang bisa berpotensi besar mengganggu kestabilan politik nasional. 

Dengan begitu pemerintah perlu gerak cepat, persuasif dan membangun dialog guna menjaga ritme keakraban antara pemerintah dan masyarakat yang dibina selama ini.    

Publik, terlebih aktivis termasuk pegiat demokrasi berharap kebangkitan gerakan aktivisme berjalan dengan baik. Distribusi kepentingan melalui regenerasi penting dijaga. Bagi aktivis yang berada di dalam pemerintahan teruslah menjadi produktif. 

Seperti itu pula yang berada di luar kekuasaan, agar tetap menghidupkan nalar kritisnya. Bersikap merdeka dan memberi kontribusi koreksi solutif terhadap pemerintah yang dinilai pincang dalam pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun