Akhirnya rakyat bisa menaruh curiga bahwa mereka yang terlibat dalam skema melaksanakan Pilkada 2020 adalah para pemanipulasi kebenaran. Tak mau ambil pusing dengan hasil proses demokrasi, yang terpenting dari mereka semua yaitu Pilkada Serentak jalan di tahun 2020. Yang lainnya belakangan. Sungguh memiriskan kalau lembaga-lembaga berkompeten menggunakan cara pandang seperti itu sebagai standarnya.
Problemnya apa?, tentu banyak persiapan yang asal-asalan. Tidak benar-benar matang, semua regulasi juga menjadi tiba saat tiba akal. Salah satunya seperti yang diperbincangkan dan dipertanyakan saat ini ialah 'Surat Edaran (SE) darurat' Nomor 20 Tahun 2020 mengatur tentang pelaksanaan Pilkada Serentak lanjutan 2020 dalam kondisi bencana non-alam (Covid-19). SE darurat itu diragukan sebagian pemerhati demokrasi, aktivis Ormas, akademisi dan para ahli.
SE yang dibuat KPU itu sejatinya memperkuat dan memperjelas PKPU tentang Pilkada dalam kondisi bencana non-alam, bukan membuat produk hukum baru. Menariknya, hanya dengan Perpu 2 Tahun 2020. Belum diundangkannya PKPU terkait Pilkada Dalam Kondisi Covid-19 juga bakal menjadi polemik kelak. Akhirnya SE menjadi andalan KPU di daerah untuk panduan bekerja, sangatlah amatiran.
Terlampau berani dan buru-buru bila Surat Edaran No. 20 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak Lanjutan 2020 Dalam Kondisi Covid-19 tersebut dijadikan sebagai pedoman bagi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tahapan-tahapan Pilkada lanjutan 2020 sesuai dengan protokol kesehatan sebelum diundangkannya Peraturan KPU tentang Pilkada Dalam Kondisi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H