Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lanskap Politik Indonesia, Perlunya Gerakan Populisme

18 Oktober 2019   08:16 Diperbarui: 19 Oktober 2019   21:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari keprihatinan kita melihat interaksi politik tersebut, maka perlu dilahirkannya gerakan populisme. Proses yang saling terpaut, bertujuan positif menggeser tradisi politik hedonis. Lebih maju lagi, dari praktek politik konvensional ke politik kritis rasional yang progresif.

Progress dalam politik kita meski terasa tiap waktu. Jangan pergantian kepemimpinan Nasional hanya bersifat proyek politik dan pesta 5 tahunan. Gerakan populisme dibangkitkan agar masyarakat memahami perannya, mereka mengetahui siapa musuh bersamanya.

Miris kita melihat lanskap politik di Indonesia yang penuh intrik. Demokrasi menjadi ajang kompromi yang lebih condong transaksional. Keberpihakan politisi pada masyarakat sangat jarang terlihat. Kalau pun ada tidak seberapa.

Mereka politisi lebih senang banting-banting meja, perang argumentasi dan hujan interupsi untuk merebut posisi di Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Itu yang terlihat, ditonton publik. Sungguh ironis. Pentas politik yang tidak terpuji, kurang mendidik.

Publik berharap para politisi yang menjadi wakil rakyat itu hancur-hancuran dan 'babak-belur' bekerja demi kepentingan masyarakat. Habis-habisan berjuang untuk menolak naiknya harga BBM, naiknya iuran BPJS, menolak masyarakat diberikan beban tinggi, contohnya.

Itu baru terpuji. Politisi yang betul-betul populis, bukan berani bicara hanya urusan politis mengamankan kepentingan pribadi atau gerbong politiknya. Kita merindukan politisi di Senayan, sampai wakil rakyat di daerah siap mati demi memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin.

Legislator di daerah pun kita nantikan gebrakannya. Melakukan fungsi budgeting secara maksimal. Memberi porsi dan alokasi anggaran yang besar untuk urusan publik. Jangan menjadi wakil rakyat yang pikun, ingkar janji, kehilangan jati diri dan pongah dengan derita masyarakat.

Mengantisipasi kurang apatisnya legislator dan pihak eksekutif yang dengan cara melahirkan gerakan populisme. Masyarakat harus disentuh kesadarannya. Dibekali tentang wawasan sosial, kepedulian natara sesama. Lalu bertindak mengawal hak-haknya. Masyarakat wajib bersatu. Lepaskan dirinya dari belenggu perseteruan.

Karena belenggu itu memenjarakan ego masing-masing. Yang membuat masyarakat sulit bersatu. Kalau masyarakat bersatu, semua gerakan politik elit yang korup dan timpang tak mampu mengalahkannya. Pertahanan masyarakat seperti itu yang ditakuti para politisi bajingan. Politisi yang jagonya mengandalkan uang saat berpolitik takut kalau masyarakat teredukasi dan cerdas.  

Populisme itu merupakan gerakan politik yang pro atau berpihak kepada masyarakat. Melawan elit yang korup yang menyandera kepentingan umum. Posisi masyarakat tidak boleh diam ditempat. Kita terus beranjak naik ke pentas politik, melawan. Jangan menjadi apolitis. Kalau orang-orang baik diam, itu tandanya bahaya mengancam.

Sama seperti kita ikut merestui daerah dan Negara kita dihancurkan. Politisi atau wakil rakyat memang tidak semuanya keblinger. Tapi, mereka yang sudah terkontaminasi dengan politik uang, biasa nuraninya tertutup. Mereka berpikir memperkaya diri, tidak peduli dengan kesusahan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun