Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lanskap Politik Indonesia, Perlunya Gerakan Populisme

18 Oktober 2019   08:16 Diperbarui: 19 Oktober 2019   21:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DIBERBAGAI tempat kalau kita ngomong politik, tentu banyak interpretasi ditemukan. Dalam istilah Arab politik disebut siyasah. Ars politica, begitu orang Romawi menyebutnya. Orang Yunani menyebut politicos yang bersentuhan dengan warga Negara.

Politik disimplifikasi sebagai urusan kekuasaan. Apa dan bagaimana seseorang meraih kekuasaan. Lalu mempertahankan, membagi kekuasaan serta mengelola kekuasaan tersebut. Politik itu tentang kemanusiaan universalnya.

Kadang perilaku politisi yang menyebabkan penilaian masyarakat kebanyakan terhadap politik menjadi buruk. Politik punya adab, etika dan pranata. Layaknya seorang politisi, harus mempunyai fatsun politik. Praktek politik yang mulia mestinya didasarkan atas itu. Ya, nilai-nilai kebaikan.  

Lanskap politik kita di Indonesia yang nyaris beragam bentuk, karena politisi terlalu liberal tingkahnya. Mengabaikan fatsun politik. Cenderung mengutamakan kemenangan. Moralitas dan persaudaraan dikesampingkan. Padahal seni berpolitik mesti menyentuh kemanusiaan sebagai core (inti) dari politik.

Etisnya, para politisi melupakan cara-cara adu domba. Fitnah, menebar prasangka dan politik pecah-belah dijauhkan. Agar lingkungan politik memancarkan iklim yang kondusif. Masyarakat tidak lagi melihat para politisi yang frontal dengan retorika politik sebagai 'sampah'.

Politik itu berhubungan erat dengan policy (kebijakan). Bukan hanya mengakomodir mereka yang vokal bicara. Pandai menganalisa, memiliki keberanian dan menjadi 'singa podium' semata. Lebih dari itu, politisi merupakan negarawan.

Tentu kalau negarawan ialah mereka yang menghibahkan diri dan hidup untuk kemajuan Negara. Bagi politisi negarawan, tidak penting kemenangan, jika masyarakat terpolarisasi dalam konflik kepentingan yang berkepanjangan.

Mereka tidak butuh tampuk kekuasaan yang menindas masyarakat. Bagi politisi negarawan kekuasaan menjadi instrument pengabdian. Jiwa dan raga mereka abdikan, dedikasikan demi kemajuan hajat hidup masyarakat. Indonesia saat ini telah kekurangan stok politisi negarawan.

Politisi kita kebanyakan mengutamakan dirinya. Masih cukup banyak politisi kita yang berfikir layaknya pengusaha. Berkampanye dengan mengeluarkan banyak anggaran, lantas mereka berfikir mengembalikan itu semua.

Sedihnya lagi, ada politisi yang bertarung dimedan politik dengan meminjam uang. Mereka lakukan untuk menambah dana kampanye. Setelah menang atau mencapai kekuasaan, ia mengganti pinjaman dan memperkaya diri. Kekuasaan menjadi lahan subur mengisi pundi-pundi agar hidup mewah.

Menghadapi situasi ini kita tak boleh pasrah. Masyarakat juga punya peran mendorong lahirnya politisi yang populis. Diubahnya cara pandang masyarakat dari pasif, menjadi aktif partisipatif. Dari pragmatis oportunis ke idealis. Dengan begitu akan tumbuh kesadaran masyarakat, tentang Indonesia berkemajuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun