Sebelum saya setuju untuk kesana, teman saya itu rajin sekali main ke rumah. Butuh waktu hampir sebulan untuk menaklukkan saya.
Tentu bukan tanpa sebab kalau pada akhirnya saya putuskan untuk ikut teman saya pergi ke kelompok tarekat tersebut.
Mursyidnya pensiunan engineer dan pernah dapet Dipl Ing dari Jerman
Hal pertama yang palng menarik buat saya adalah ketika teman saya bercerita bahwa pemimpin kelompok itu adalah pensiunan dari suatu perusahaan BUMN dan dia Dipl Ing dari Jerman.
O ya, pemimpin kelompok tarekat sering disebut dengan istilah Mursyid yang berperan sebagai guru bagi para pejalan sufi.
Saat mendengar tentang sang mursyid yang engineer lulusan luar negeri, terus terang saya merasa sangat bergairah, karena tadinya saya membayangkan kalau sang Mursyid itu adalah orang yang pakai sorban putih lengkap beserta gamisnya.
Tentu saja tidak relevan untuk menilai apakah pemimpin kelompok tarekat itu seorang Mursyid beneran atau tidak dengan cara melihat latar pendidikannya. Hanya saja itu di luar bayangan saya saat itu.
Mursyid dan murid-muridnya tidak menggunakan pakaian khusus
Ketika saya pastikan ke teman saya, ternyata sang Mursyid memang hanya menggunakan pakaian yang biasa-biasa saja. Beliau hanya menggunakan pakaian berlengan panjang dan celana panjang yang mungkin bekas pakaian kerjanya dulu.
Lalu saya bertanya, apakah murid-muridnya harus menggunakan pakaian khusus ketika berada disana? Ternyata juga tidak. Bebas saja kata teman saya, asal sopan.
Teman saya menambahkan bahwa sementara ini murid sang Mursyid itu berasal dari berbagai macam latar belakang. Ada yang ibu rumah tangga, pedagang, pegawai negeri dan anak kuliahan. Pokoknya mayoritas orang biasa-biasa aja kok katanya sambil menunjukkan muka ketidak mengertiannya kenapa saya bertanya soal itu.