Aisha tampak serius membaca sebuah buku didepannya. Di atas meja ada setumpuk buku-buku tebal. Kutu buku kelas kawakan,' Arya membatin.
Saat ini, ia berada dua meja jauhnya dari meja Aisha. Di depannya ada sebuah buku yang ia ambil secara acak dari rak buku, sebagai kamuflase. Tentu saja, berada di dalam perpustakaan fakultas yang cukup luas ini tanpa sebuah buku di atas meja bisa jadi akan menimbulkan kecurigaan mahasiswa lainnya atau petugas perpustakaan. Apalagi ia membawa satu set kamera.
Sudah hampir sebulan terakhir ini, Arya memang mengikuti gerak gerik Aisha. Ada ketertarikan yang begitu kuat ia rasakan terhadap sosok gadis yang satu itu. Ibarat penguntit, ia merekam di kepalanya kebiasaan-kebiasaan Aisha selama di kampus. Alhasil, ia mulai hapal rutinitas kegiatan Aisha, sehabis jam kuliah kedua berakhir sambil menunggu adzam dzuhur berkumandang biasanya Aisha dan kawan-kawan wanitanya akan duduk-duduk di depan musholla putri. Entah berbincang-bincang tentang tugas kuliah, kegiatan rohis kampus, atau (lagi-lagi) membaca.
Setelahnya biasanya ia kembali ke ruang kuliah atau perpustakaan fakultas yang terletak tidak jauh dari ruangan kuliah.
Arya, yang memang terkenal dengan hobi fotografinya,bisa leluasa mengambil gambar-gambar Aisha tersebut, terutama saat ia dan teman-temannya duduk-duduk di depan musholla putri. Karena posisi musholla yang berada di lantai dasar tepat berhadap-hadapan dengan gedung tempat ruang-ruang perkuliahan berada. Biasanya Arya sudah mengambil posisi di depan ruang kuliah yang berada di pojok lantai 3. Dari sana posisi musholla putri akan terlihat jelas, tapi posisi Arya akan aman tersembunyi dan tidak terlalu mencolok.
**
Melihat aktivitas dan sedikit kepribadian Aisha dari pengamatannya itu, Arya merasa mulai tertarik untuk mempelajari tentang Islam. Karena memang menurutnya Aisha itu adalah seorang gadis yang kelihatannya taat beragama.
Ia mulai membeli beberapa buku keIslaman. Dari yang kelihatannya lumayan berat sampai yang ringan seperti majalah. Ia pun mulai aktif sholat wajib di masjid dekat rumahnya.
Kebetulan di masjid dekat rumahnya itu saat ini setiap malam Rabu dan Sabtu ada kajian yang dibawakan oleh seorang ustadz. Kajian itu tentang tauhid. Tema kajian yang menurutnya sangat berat. Tapi ternyata sang ustadz bisa menyampaikan dengan jelas dan bisa dipahami oleh audiens yang mengikuti kajian tersebut. Dari keterangan seorang pengurus DKM memang sang ustadz sangat mumpuni karena beliau adalah seorang doktor syariat lulusan dari Saudi.
Sudah 3 kali Arya mengikuti kajian sang ustadz. Hatinya mulai tergerak untuk lebih mengkaji tentang tauhid, inti dari syariat Islam.Di sisi lain ketertarikannya terhadap pribadi dan sosok Aisha semakin kuat. Tapi ia tahu Aisha gadis yang taat akan syariat agama. Dari buku-buku agama yang ia baca dan kajian yang mulai ia ikuti tersebut, Arya sadar kalau memang dirinya betul-betul tertarik terhadap Aisha dan berniat serius maka jalan satu-satunya adalah melamar Aisha untuk ia jadikan istri.
Tapi pertanyaannya sudah siapkah ia? Secara materi ia jelas sudah siap. Sejak dirinya menginjak sekolah menengah pertama, ayahnya sudah mulai melibatkan dirinya dalam dunia usaha batik. Entah berbelanja bahan baku, belajar mencari desain-desain batik yang sedang diminati pasar atau yang berprospek untuk menjadi trend setter, atau masalah pembukuan keuangan bisnis. Dan ia diberi gaji sesuai dengan porsi kerjanya. Jadi secara finansial ia siap. Secara lahir pun, ia merasa tidak mempunyai hambatan.