Mohon tunggu...
diah rofika
diah rofika Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Lahir di Jepara sehingga sangat mengidolakan RA Kartini. selepas kuliah terjun di bidang pemberdayaan perempuan dan pendampingan perempuan korban kekerasan serta penghapusan pekerja anak. aktif menulis sastra dengan topik perempuan baik itu cerpen, puisi ataupun novel

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wasiat-wasiat Kartini

11 Juli 2012   12:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


  1. WASIAT KARTINI I


Telah kuterima wasiatmu

Seberkas cahaya yang langka di duniaku

Dunia gelap yang menyekapmu dan juga aku

“Habis gelap, terbitlah terang”

Sebaris kalimat kau tulis di sampul merah jambu

Yang terus berkumandang sebagai warisan untuk anak cucu

Terimakasih pahlawanku

Kata itu begitu sesak menghimpit dadaku

Menggema di sanubariku, mengaliri sekujur tubuhku

Seandainya zamanmu tak cepat berlalu

Dan zamanku tak datang terlambat

Tentulah kan kuhirup wangi tubuhmu

2. WASIAT KARTINI II

Menari-nari di pelupuk mata

Tentang seorang perempuan berjari pena

Meliuk-liukkan kata untuk menyebarkan berita

Kisah penderitaan yang dialami oleh kaumnya

Tertulislah berlembar-lembar surat

Yang ia tujukan kepada para sahabat

Pelampiasan dari kepedihan yang begitu sarat

Terbelenggu oleh tradisi yang begitu kuat

Seperti dinding-dinding tinggi yang menjadi sekat

Yang mengungkungnya atas nama adat

Namun semua itu tak sedikitpun mengendurkan semangat

Jiwa raganya tak pernah merasa penat

Memperjuangkan nasib kaumnya agar bermartabat

Apa yang ia lihat

Baginya begitu menyayat

“Perempuan tak dianggap berharkat

Perempuan tak layak memiliki derajat

Kebodohan terus menerus menjadi sahabat

Ketakberdayaan kerap kali membuat perempuan sekarat”

Wahai kaumku yang aku cintai

Ingatkah kau salah satu surat ibu kita RA Kartini

Yang begitu gigih memperjuangkan emansipasi

Kepada nyonya Abendon beliau menulis kalimat ini

„Kita bisa menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya”

Alangkah dahsyatnya jika terus kita hayati

Sebagai bekal kita melanjutkan cita-cita Kartini

Untuk mencerdaskan seluruh perempuan di negeri ini

Tanpa harus melupakan kodrat Ilahi

3. WASIAT KARTINI III

„Bagi saya hanya ada dua keningratan. Keningratan fikiran (fikroh) dan keningkatan budi pekerti (akhlak). Tidak ada manusia lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada orang yang membanggakan keturunannya. Apakah berarti sudah beramal shaleh orang yang bergelar macam Graaf atau Baron?  Tidaklah dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini ....“ sepenggal surat yang ditujukannya kepada sahabatnya Stella Zee Handelaar, menunjukkan betapa luasnya cara pandang Kartini terhadap lingkungan di sekitarnya. Dia tidak hanya pandai dalam ilmu sosial tetapi dia juga pandai dalam memahami ajaran agamanya.

4. RUH CITA-CITA KARTINI

Seperti ruh yang ditiupkan

Dan kemudian menghidupkan raga yang mati

Itulah cita-cita Kartini

Tak terpengaruh oleh ruang dan waktu

Dia terus menyusup di antara tulang-tulang dan sendi

Bersemayam di dalam hati, memacu detak jantung

Mengembangkan paru-paru

Dan mengalirkan darah dan udara ke seluruh tubuh

Menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang mati suri

Dari para perempuan-perempuan yang selama ini terdiskriminasi

Dirampas haknya tanpa berani melawan

Berdiam diri membiarkan cita-cita mereka dikebiri

Dan hanya pasrah ketika doktrin yang mengatasnamakan kodrat

Mengungkung dan menyembunyikannya

Di balik sekat-sekat ruang yang begitu terbatas

Dapur, sumur, kasur, itulah tempat kerjanya

Masa depan adalah sesuatu yang gelap

Tanpa pendidikan dan pengetahuan sebagai penerangnya

Lalu datang cahaya emansipasi

Mengumandangkan cita-cita Kartini

Mensetarakan perempuan dengan laki-laki

Dalam hak dan kewajiban sebagai manusia

Yang berakal dan berbudi pekerti

Atas dasar hadits Nabi

Tholabul ‚ilmi fariidlatun ‚alaa kulli muslimin wa muslimatin

Bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi laki-laki dan perempuan

Sungguh mulia perjuangan Kartini

Mengangkat derajat perempuan ke tempat yang mulia

Karena dari rahimnyalah terlahir generasi muda penerus bangsa

5. DIA YANG TERBARING DAMAI

Jasadnya telah dimakan bumi

Tangannya tak bisa lagi mengangkat pena

Jemarinya tak bisa lagi menulis deretan kata

Mulutnya tak bisa lagi meneriakkan semangat emansipasi

Kaki-kakinya tak bisa lagi berlari untuk mendobrak tradisi

Yang mengungkung kaumnya hingga menjadi pihak yang termarjinalisasi

menjadi korban dari sistem kapitalisasi

yang tak berdaya menghadapi berbagai diskriminasi

Tetapi siapa yang tak tahu cita-citanya yang begitu fenomenal

Mendobrak tradisi dan budaya yang sangat feodal

Yang memandang kedudukan perempuan ibarat sandal

Dan menganggap perempuan sebagai kaum yang bebal

Dia, Kartini, mati muda dengan mewariskan banyak hal

Cita-cita dan semangat juangnya akan terus kekal

Dia Kartini, telah terbaring damai

Senyum bahagianya terus terkembang

Karena perjuangannya terus menerus disemai

Hingga seluruh dunia menjadi terang

(Puisi adalah kebebasan jiwa untuk mengungkap semua yang dirasa)

Sparrstraße 2, 13353 Berlin, setengah jam menuju hari kelahiran RA Kartini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun