Tapi, sudah tidak bisa mundur lagi karena janji dengan Reezky. Aduh, entahlah nanti.
Tiiin ...! tiiin ...!
Suara klakson mobil mendengung keras di sebelahku. Tepat! Tidak ada satu meter jarak mobil itu denganku. Kaget dan ngeri membuatku hampir terjatuh. Namun aku masih bisa mengendalikan keseimbangan sehingga baik-baik saja.
"Kalau jalan hati-hati pak! Matanya dipakai buat nyetir! Bagaimana kalau kecelakaan?! Sial!" aku berteriak lantang. Tidak hanya membuyarkan lamunan, tapi sudah mengancam nyawaku.
Mobil itu berhenti tepat di depanku. Aku turun dan berjalan mendekatinya sambil bersumpah serapah.
"Keluar kalian!" teriakku sambil menggedor-gedor sisi kiri mobil.
Pintunya terbuka. Tiga orang lelaki dengan tubuh besar dan kekar keluar dalam waktu bersamaan. Sedikit membuat nyaliku ciut. Namun aku masih marah dan tidak terima karena perilaku mereka yang seenaknya sendiri.
Masih memasang wajah yang garang dan berani. Aku memarahi mereka bertiga.
"Maafkan kami nona muda, kami sedang buru-buru dan tidak tahu jika ada pengendara di sisi kiri mobil," ucap salah seorang di antara mereka yang mengenakan topi hitam. Kulihat ia meminta maaf dengan raut wajah yang sombong seolah tidak bersalah.
"Seti-" perkataanku terputus.
"Kami tidak akan mengulanginya!" Kata lelaki yang berada di belakangku menambahkan. Lelaki itu berkata perlahan namun terdengar bersemangat, dengan tangannya yang entah sejak kapan menempel di sisi kiri kepalaku, lalu menghantamkannya ke sisi kiri mobil dengan keras. Tak terelakkan lagi, kesadaranku hampir hilang gara-gara benturan.