"Lizz tidak punya teman."
"Tenangkan dirimu, Alisya. Coba pikirkan lagi dengan tenang. Aturlah napasmu perlahan-lahan agar bisa konsentrasi dengan baik."
Lizz satu indekos denganku. Namun aku sibuk bekerja dan pulang hampir larut malam. Kami akan banyak bercerita, menonton bersama, bermain game dan banyak hal yang berhubungan dengan internet. Aku benar-benar tidak yakin jika Lizz sering keluar. Terlebih Lizz juga sibuk mendesain dengan laptopnya dan itu membuatnya menghabiskan banyak waktu di kos.
"Pacarmu? Siapa namanya? Apakah dekat dengan Lizz?"
"Reza."
"Apa Reza dekat dengan Lizz?"
"Tentu, Reza sering bertemu Lizz di kos kami saat dia menemuiku. Namun hubunganku dengannya akhir-akhir ini tidak sebaik yang kamu pikir."
"Tidak apa-apa. Jika memang tidak ada teman Lizz yang kamu kenal. Kita coba tanya Reza. Siapa tahu dia tahu?"
"Reza tidak bisa dihubungi sejak tadi."
Kami berdua cemas. Saling diam, saling berpikir, dan saling memandangi satu sama lain hingga bermenit-menit. Seolah tidak ada jalan keluar mengenai masalah yang sedang kami hadapi.
Lizz bodoh. Kenapa bisa hamil dan merasa menyesal setelah melakukan semua ini. Terlebih, aku mendapat teror dari orang yang misterius. Semoga kamu baik-baik saja, Lizz.