"Bintang ya? Silakan masuk. Semuanya sudah saya siapkan di lantai atas," ucap Pak Anton saat aku memasuki rumah.
"Akan saya antar langsung ke ruangan untuk ambil foto. Di lantai atas ada banyak produk yang harus diambil gambarnya. Totalnya ada empat puluh tujuh produk. Karena toko kami mengadakan promosi besar-besaran. Sehingga butuh waktu cepat," istri lelaki itu menambahkan.
"Ibu Vivi ya?"
"Iya, saya yang memesan jasa foto produk," ucap bu Vivi. Sedangkan Pak Anton terlihat ke arah depan rumah.
Kami pun melewati ruang tamu dengan sofa yang terlihat empuk dan nyaman. Langsung berjalan menuju lantai dua di sebuah kamar yang letaknya paling jauh di antara kamar lainnya. Meski demikian, aku menyempatkan diri melihat keadaan rumah yang tampak megah ini.
"Saya ingin hasil fotonya bisa jadi sebagus mungkin ya. Silakan dikerjakan sesuai kesepakatan," ucap bu Vivi setelah menunjukan produk camilan kering dan bubuk kopi miliknya. "Saya akan ke lantai bawah karena sebentar lagi kami punya tamu. Sebenarnya tamu ini saingan toko kami. Tapi entahlah. Intinya saya ingin hasil fotonya bagus dan rapi," tambahnya berucap.
Ibu Vivi dan suaminya berada di lantai satu karena ada tamu lain. Sejenak, telingaku memang mendengar suara orang lain. Namun tidak begitu terdengar dari ruangan yang kugunakan.
Meski nada bucaranya terdengar judes, bu Vivi telah memberiku beberapa camilan dan minum. Aku bisa fokus memasang tripod, lampu blitz dan payung yang kubawa.
Sungguh, sepi rasanya di ruangan ini. Bahkan suara percakapan Ibu Vivi, suaminya dan tamunya sama sekali tidak terdengar dari ruangan yang kugunakan.
Setelah pencahayaan dan posisi telah tersusun rapi, aku mulai mengambil foto satu persatu produk dari toko mereka. Sedikit tidak fokus, karena Adam masih saja terbayang-bayang di kepalaku saat sebentar saja kepalaku berusaha berpikir.
"Tolong ...! Tolong ...! Jangan!"