Namun Aurel tetap terlihat marah dan dia justru meraih kerahku saat posisiku belum tegak berdiri. Sedikit sulit bernapas. Tubuhku terdesak kasar olehnya.Â
Namun ekspresi muka Aurel kali ini lebih tenang daripada sebelumnya. Ia mencoba mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Dan kedua matanya mulai mau manatapku.
"Kenapa kamu tetap mencariku padahal Niken telah kubunuh?"
"Bohong! Kamu bohong! Sama sekali tidak lucu!" Jantungku bereaksi dan segera mungkin aku menangkis perkataannya.Â
Aurel menatap kedua mataku. Sebelum akhirnya mendorongku jatuh.
"Kamu bohong Aurel ..., ayo kita pergi dari sini. Kita pulang dan kamu akan tena-"
"Diam! Pergilah dari sini!" teriaknya.
"Tidak Aurel, aku tidak percaya dengan perkataanmu. Kamu bisa menjelaskannya saat pulang nan-" Lagi-lagi Aurel memotong perkataanku.
"Kamu tidak tahu rasa sakit yang kurasakan saat bersama Niken!"
Perasaan apa ini ..., sungguh. Aku tidak mengerti dan tubuhku terasa semakin berat.
"Wanita itu iblis berkedok manusia! Dia tega mempedayaku terus-terus dan terus! Bahkan dia selalu menindasku! Merebut lelaki idamanku! Menjadikan aku pesuruhnya! Dia bukan temanku!"