Secepat kilat aku mengemasnya karena Rudi telah menunggu dengan wajah datar dan lelah. Dan dengan keyakinan penuh, kali ini kerjaanku tidak rapi.Â
"Kamu tahu kalau kamu paling beruntung di antara sahabatmu. Karena lokasi kerjamu dekat dengan rumah daripada mereka," ucap Rudi.
"Tidak. Aku lebih suka bersama-sama dengan mereka. Seminggu ini aku kesulitan tidur gara-gara memikirkan mereka. Padahal setiap malam menelpon salah satu antara Niken dan Aurel."
"Trust me. Di cabang lima tempat sahabatmu itu lokasinya berbahaya. Paling berbahaya di antara cabang toko sparepart yang lain. Jadi kamu satu-satunya karyawan baru yang beruntung."
"Sungguh?"
"Ya"
"Tapi tetap saja aku merindukan mereka dan lebih memilih bersama mereka."
Tiba-tiba suara gaduh terdengar di depan toko tempat kami bekerja. Terdengar agak jauh. Namun suaranya semakin mendekat. Teriakan-teriakan warga dan bunyi barang keras bertabrakan satu sama lain.
Kak Bella yang dari tadi berada di depan komputer langsung mendekatkan diri ke pintu toko. Matanya langsung menuju sumber suara. Begitu pula Rudi langsung meninggalkan percakapan kami. Sedangkan aku hanya menonton dari jauh gara-gara salah mengemas barang.
Toko tempat kerja kami sisi depannya adalah kaca bening. Sehingga meski aku diam di tempat dan sibuk mengemas keyboard, pandanganku tidak terhalang apapun.
Suara-suara teriakan di luar semakin keras terdengar. Rudi di depan toko ikut berteriak, sedangkan Bella tiba tiba histeris tidak karuan. Tepat saat tangan kananku merekatkan solatip terakhir pada kotak keyboard. Sebelum kuraih gunting di sebelahku. Di depan toko di sisi kiri dan mengarah tepat ke depan pintu kami, seorang lelaki terpelanting dan jatuh ke lantai. Bahkan telingaku mendengar suara kepalanya bertabrakan dengan lantai. Lalu berbagai benda keras lainnya menghantam tubuhnya yang lain.