Saat aku kecil, sahabatku tidak seperti ini. Maksudku, saat aku kecil sekali sekitar kelas tiga SD. Niken dan Aurel selalu menemaniku bermain dan belajar. Rumah kami bersebelahan jadinya mereka dengan bebas datang dan pergi. Saat SMP dan SMA juga bersama. Berangkat sekolah bersama-sama dan mengerjakan PR bertiga. Bahkan saking lucunya Niken dan Aurel memilii lelaki idaman yang sama. Haha, konyol. Atau kami memang diciptakan Tuhan untuk terus bersama?Â
Tapi bukan seperti saat ini. Harusnya kami tetap bersama-sama sampai sekarang. Tidak mungkin aku bisa santai saat lokasi kerja kami berbeda. Aku sendirian di cabang toko bersama orang asing dan mereka bekerja di cabang yang letaknya delapan puluh kilometer dariku, berdua! Aku meragukan keadilan Tuhan.
Kepalaku berantakan memikirkan Niken dan Aurel. Sampai-sampai aku salah mengemas adaptor sedangkan pesanan pelanggan kami adalah keyboard. Padahal tanganku barusaja merapikannya menjadi paket yang siap diantar Rudi ke ekspedisi.
"Tasya, mana pesanan terakhirnya?" Rudi bertanya dari kejauhan sambil berjalan ke arahku.
Dan aku hanya meringis menatapnya.
"Ya ampun anak baru, ditanya malah cengar-cengir," ucap Rudi.
"Anu ..., salah mengemas barang," balasku.
"Salah tapi kamu ingat?"
"Sudah ..., tunggu saja di sana," aku menunjuk tempat duduk. "Segera kusiapkan!" balasku tergesa-gesa sambil mencari keyboard tipe...
... X452E ..., ini dia! X452EA.Â