Aku melihat Clara mengulurkan dua buah karcis ke hadapanku. Sambil mengembangkan senyumnya yang hangat dengan tatapan yang menenangkan.
Pada keadaan seperti ini, masih saja kamu berusaha menghiburku, Ra. Membuatku tidak yakin apakah kamu benar-benar sudah meninggal.
Bisa-bisanya kamu berusaha membuatku tegar.
Aku menguatkan diri, melihat Clara yang masih berada di sampingku. Dia tetap menghiburku setelah tangisku dibuat pecah oleh teman kami sendiri, Neko sialan.
Lebih berusaha tegar lagi. Menarik napas dalam-dalam, lalu kucoba meraih karcis dari tangannya. Mungkin aku akan memyimpan pemberian terakhir Clara di tempat yang aman di almari paling atas.
Pada keadaan seperti ini tiba-tiba saja kenangan manis kami hadir lagi. Saat bersama-sama di sekolahan. Saat kamu selalu bisa memberi solusi setiap masalah yang kita miliki.
Bahkan saat-saat kita bertengkar menjadi hal yang sangat aku rindukan. Saat kamu menyuruhku membeli camilan ke kantin namun aku menolak karena takut, Ra. Lalu kita sama-sama marah dan berdebat panjang. Lalu akhirnya Neko yang pergi ke kantin.
Tidak hanya itu. Bahkan aku mengingat semua pertengkaran-pertengkaran lain yang pernah kita lakukan. Aku pernah sangat membencimu gara-gara kamu mendekati Widia. Kamu dekat dengan musuh bebuyutan kita. Penuh percaya diri. Dan ternyata tepat, kamu kembali kepadaku dengan tangis karena dirisak mereka.
Aku merindukannya.
Ya ampun.
Kenapa air mata ini tumpah begitu saja saat aku tak bisa meraih karcis yang kamu berikan. Dadaku kembali sesak, setelah melihat tanganku menembus karcis dan tanganmu.