Judul: Suicide Knot
Penulis: Vie Asano
Penerbit: Noura Books
Cetakan: Pertama, Mei 2019
Tebal: 328 halaman
ISBN: 978-602-385-885-9
Novel Suicide Knot Mengingatkan Bahaya Perisakan
Teman yang baik adalah mereka yang mau membela temannya saat dirisak (bullying). Bukan mereka yang hanya diam saat terjadi kejahatan, apalagi takut untuk membantu.Â
Mengingat, budaya di negara Indonesia adalah gorong royong. Berarti sudah sepantasnya masyarakat kita bereaksi saat orang lain membutuhkan pertolongan.
Membaca Suicide Knot ini mengingatkan saya dengan perisakan yang ada di sekolahan. Seringkali korbannya adalah murid-murid dengan kepribadian pendiam dan penakut. Sehingga para pelaku bisa leluasa menghajarnya tanpa ada perlawanan. Apalagi biasanya pelaku perisakan tidak hanya satu orang saja, melainkan ramai-ramai.
Buku ini pun bercerita tentang seorang tokoh bernama Anne. Dia dirisak oleh teman-temannya di sekolahan yang berjulukan Silver Girls. Awalnya Anne hanya diancam secara verbal saja.Â
Namun lama kelamaan perisakan dilakukan dengan melukai fisik. Bahkan berkali-kali dan membuat Anne menjadi kesakitan. Baik itu fisiknya bahkan sampai psikologisnya.
Setelah Anne merasa jika perisakan yang dialami bisa semakin parah. Dia memberikan informasi berupa kode petunjuk kepada sahabatnya bernama Karen. Karen adalah sahabat dekat yang menjadi tokoh protagonis dalam Suicide Knot. Karena tidak beberapa lama setelah Anne menyelesaikan kode petunjuknya. Anne meninggalkan Karen dan tak pernah kembali lagi (meninggal dunia).
"Ini pasti April Mop!" kata Karen tidak percaya saat melihat Anne telah terbujur kaku. (Halaman 7)
Duka menyelimuti Karen karena dia benar-benar tidak menyangka sahabatnya meninggal secepat itu. Padahal mereka berdua telah memiliki janji yang akan diwujudkan saat lulus dari SMA. Namun kenyataan berjalan tidak seperti yang diharapkan.
Waktu demi waktu berlalu dan Karen telah kembali sekolah seperti biasanya. Bersamaan dengan itu pula fragmen demi fragmen terpecahkan. Karen menemukan kejanggalan demi kejanggalan mengenai peristiwa kematian Anne.Â
Ia benar-benar yakin jika Anne tidak mungkin bunyh diri. Karen yakin seseorang telah sengaja membunuhnya. Lalu dia berusaha membongkar siapa sebenarnya pembunuh Lidia Anneliese Sharai.
Gaya Penulisan
Saya akui gaya penulisan Suicide Knot terbilang renyah untuk dibaca. Penuturannya bisa mengalir pada peristiwa demi peristiwanya dan berjalan cukup halus. Bahkan saat pertama kali membacanya, tau-tau saya sudah melumat berlembar-lembar saja.Â
Mungkin karena saya dibawa suasana sehingga menikmati cerita yang diberikan. Apalagi cara Vie Asano mendeskripsikan penampilan dan peristiwa. Membuat saya bisa membayangkannya dengan baik.
Cerita yang dibawakan dengan POV orang pertama (Karen) membuat saya berdebar-debar. Seakan emosi Karen ada pada diri saya. Bahkan saya merasa jika Karen adalah saya karena tiba-tiba saya menebak siapa pembunuh Anne saat membaca buku ini.
Vie Asano selalu memberikan hal yang misterius pada akhir bab-nya. Sehingga antusias pembaca macam saya menjadi tergoda untuk tahu kelanjutan ceritanya. Apalagi akhiran bab yang diberikan tidak mengurangi adegan yang ada pada bab itu.
Meski demikian novel ini juga tak luput dari kekurangan. Mengingat apabila selera pembaca pasti berbeda-beda. Pembaca satu ingin ceritanya begini, sedangkan pembaca lainnya bisa tidak setuju.Â
Saya sendiri kurang suka dengan cara Vie Asano menjelaskan alasan Anne bunuh diri. Peristiwa itu terjadi setelah Karen mengungkap semua data-data yang telah dimiliki. Pada titik ini menurut saya cukup krusial karena mampu merusak cerita yang telah dibangun indah.
Pikiran Saya
Mengingat jika buku ini adalah teenlit dan bergenre urban thriller. Buku ini cukup bagus karena mengangkat isu perisakan yang terjadi di sekolahan.Â
Apalagi korban perisakan digambarkan sangat tersiksa dengan keadaan yang dia alami. Hal ini persis seperti yang terjadi di dunia nyata. Sehingga konteksnya cukup lekat dengan para remaja dan persoalan yang mereka alami.
Saya jadi mengingat-ingat betapa dirisak itu menyakitkan. Saya sempat dirisak, meski tidak terlalu parah. Namun saya sempat mengetahui teman saya dirisak hingga orang tuanya datang ke sekolahan dengan marah-marah. Bahkan orang tua teman saya sempat melaporkan perisakan itu kepada polisi. Dan polisi itu ke sekolahan dengan seragam khas yang biasa dikenakannya.
Maksud saya, perisakan pasti membuat korbannya atau teman saya sangat tersiksa.
Hanya saja dalam novel ini. Saya kurang menemukan cara-cara agar tidak dirisak. Semacam solusi yang ditawarkan dan menjadi pelajaran berharga bagi pembacanya.Â
Jika penulis mencantumkannya, tentu nilai dari buku ini akan bertambah. Namun saya juga tidak bisa berharap lebih. Mengingat apabila menambahkan peristiwa tertentu sama dengan merombak alur cerita. Dan itu tidak mudah bagi penulis.
Tentang penulis
Dalam catatan identitas, buku ini adalah buku thriller pertamanya. Membuat saya terkesan karena cara penulisannya begitu rapi meski ini karya thriller pertamanya. Apalagi caranya membuat penasaran pembaca.
Saya belum cukup kenal dengan Vie Asano. Hanya sekadar tahu karena kami sempat mengikuti kelas kepenulisan di WhatsApp grup. Saat itu materinya tentang menulis novel thriller yang diadakan teman-teman Books4care. Tentu saja Vie Asano berperan sebagai pemberi materi.
Selanjutnya, saya mulai mengikuti akun Instagram yang dia miliki. Termasuk saya jadi tahu apabila dia adalah salah seorang di akun Instagram @ExpertClassProject termasuk Lia Nurida. Sedangkan kabar terakhir saat ulasan ini ditulis Vie Asano baru menjadi editor di salah satu penerbit yang lumayan besar.Â
Selamat membaca, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H