Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Pak Tikno, Keanehan si Tukang Urut

26 Oktober 2024   23:29 Diperbarui: 27 Oktober 2024   03:30 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syaraf kejepit yang kuderita, walau tidak sering kambuh, tapi cukup mengganggu, hingga kata orang Sunda sih,"geus teu katahanan." Yang artinya, kira-kira sudah nggak tahan nih, sering kambuh. Sampai pernah kambuh nggak bisa bangun dari tempat tidur. Kacian deh gue. Tapi kalau lagi nggak kambuh, yah biasa saja, beraktivitas layaknya orang yang tidak mempunyai masalah syaraf kejepit.

Hingga saya memenuhi saran dari sobat saya, si Imran, yang katanya punya kenalan tukang urut di bilangan sekitar Kramat Jati, Jakarta Timur.

"ayolah coba diurut di tempat gue. Orangnya enak ngurutnya, banyak pasien yang sudah disembuhkan kok, gue juga langganan ke dia." Begitu promosinya, meminta saya untuk mencoba tukang urut langganannya.

"Apa syaratnya, kalo syaratnya macem-macem, gue nggak mau lho ya." tegasku saat merespon permintaannya.

"Ok, ntar gue tanyain ke dia ya kapan bisanya dia menerima elo di rumahnya."

"Oo, tukang urutnya nggak bisa dipanggil ke rumah?"

"Nggak... nggak bisa, harus kita yang ke rumah dia."

"OK lah, gaskeun aja deh."

Seminggu kemudian Imran datang lagi ke rumah, mau memberitahu kapan saya bisa ke tempat si tukang urut itu, pak Tikno.

Agak aneh sih menurutku, pak Tikno memberikan waktu ke pasien-pasiennya itu jam yang pasti untuk waktu kedatangannya ini, dan ini tidak boleh dilanggar, kalau dilanggar, misalnya datangnya terlambat dari waktu yang telah ditentukan, pak Tikno nggak mau menerima si pasien itu dan, bila si pasien masih ingin berobat ke pak Tikno, maka pak Tikno akan memberikan jadwal baru -- harus ditepati. Misalnya, seorang pasien diberikan jadwal hari Rabu jam setengah lima sore. Maka si pasien ini harus datang mendekati atau pas jam setengah lima sore. Kala si pasien datang jam 5 sore misalnya, maka pak Tikno nggak mau menerima si pasien tersebut dan si pasien harus mengambil jadwal baru.

Makin tertangkap nggak sih keanehan itu?

Tapi karena perlu untuk diobati, akhirnya jadwal yang diberikan oleh pak Tikno melalui Imran saya okekan aja.

"Randy, ini jadwal dari pak Tikno sudah ada. Pak Tikno mau ngurut penyakit elo hari  Kamis sore minggu depan ya, jam setengah empat sore. Bisa kan ya?" begitu tegas Imran.

"Insyaallah bisa Imran." Jawabku.

"Jangan insyaallah dong, kalau pake kata insyaallah kan kesannya ngga pasti gitu." Desak Imran.

"Lho, nggak kebalik Im? Kalau ditambah kata insyaallah, yang buat janji kan berarti akan semakin serius, yopora?" jawabku memastikan.

"terserah lo deh, yang penting jangan terlambat. Soalnya pasiennya banyak. Ntar gue jemput di halte bus Stasiun UI ya." Begitu nada Imran ingin memastikan.

"iya...iya... gue dateng ko nanti. Ok, kita ketemuan ya di stasiun UI." Jawabku sambil tersenyum lebar agar membuat hati Imran tenang. Jadi nanti rencananya, saya naik commuter line sampai stasiun UI, dari UI bareng Imran ke rumah tukang urut langganannya itu, naik mobilnya Imran.

Hari Kamis sekitar jam dua siang, saya sudah di Stasiun UI, janjian dengan Imran agar tidak terlambat. Tiba di rumah pak Tikno, sekitar jam 15 lewat 20 menit. Masih cukup waktu, belum terlambat. Selamat pikir saya, nggak akan ditolak oleh pak Tikno.

Di rumah pak Tikno, saya merasa sedikit keheranan, kenapa saat tiba di situ, tidak ada seorangpun pasien yang mengantri menunggu giliran di urut? Lha, saya kira jadwal waktu itu dibuat karena ramainya pasien. Jadi, diberi jadwal yang pasti, agar tidak terjadi 'penumpukkan' pasien.

Saya utarakan keanehan saya ini ke Imran, tapi Imran hanya tersenyum. Ya sudah, saya mulai buka baju untuk persiapan diurut.

Sambil persiapan, pak Tikno menanyakan ke saya apakah saya saat akan diurut ini sedang berkonsultasi dengan dokter? Saya jawab iya. Pak Tikno lalu memberikan pertanyaan, apakah saya bersedia bila berobat dengan dia itu, saya tidak berhubungan ataupun periksa ke dokter.

Mulanya agak bingung mau menjawabnya bagaimana, karena belum ada pengalaman merespon pertanyaan seperti ini. Tapi karena sedang perlu berobat dengan pak Tikno, permintaannya untuk tidak berhubungan ataupun tidak terapi ke dokter saya iyakan.

"bener ya nak Randy tidak akan pergi ke dokter selama berobat dengan saya?" begitu tanya pak Tikno kepada saya yang sudah dalam posisi siap menerima terapi urut pak Tikno.

"Iya pak bener, saya memang sudah memantapkan diri untuk berobat ke pak Tikno." Pak Tiknopun tersenyum mendengar jawaban saya itu.

Diurutnya dalam posisi pasien duduk bersila. Posisi pak Tikno saat mengurut, berada di belakang pasien.  

Saat awal-awal diurut, saya tidak merasakan hal aneh. Tapi mengapa semakin lama, ada semacam bisikan ke saya untuk coba tengok ke belakang. Begitu bisikan itu datang berkali-kali. Akhirnya, menghilangkan penasaran, sayapun menengok ke belakang.

Ternyata, saat saya melirik ke arah belakang punggung, jederrrr... kaget bener. Di belakang saya pak Tikno sedang mengurut punggung saya, dan tahu nggak, di belakang pak Tikno duduk sesosok makhluk bertubuh besar, menyeramkan, berbulu kasar kecoklatan. Mirip ijuk hanya berwarna coklat. Itulah sosok GENDERUWO.

Ternyata pak Tikno 'nyambat' (nyambat = meminjam) tenaga genderuwo ini saat mengurut ataupun memijat pasien-pasiennya.

Nggak lagi-lagi. Nggak lagi-lagi. Cukup sekali itu saja. Kapok deh.

Imran, sorry ya, gue nggak akan berlangganan urut genderuwo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun