Mohon tunggu...
Pengkuh Budhya Prawira
Pengkuh Budhya Prawira Mohon Tunggu... wiraswasta -

Keluarga di atas segala-galanya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cita-cita dan Doa Bangsa: Dasar untuk Menentukan Pilihan Politik, Bukan Sekadar Selera atau Citra Diri

13 April 2019   18:47 Diperbarui: 13 April 2019   18:59 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu saya membaca satu tulisan yang mengatakan bahwa pancasila itu bukan ideologi. Dalam tulisan itu mengungkapkan bahwa yang disebut ideologi itu ada tiga yaitu sosialis/komunis, kapitalis dan liberalis.

Contoh yang digunakan untuk menjelaskan ketiga ideologi itu yaitu masalah gotong royong di RT dengan karakteristik masing-masing dari ideologi tersebut yang kolektif, penggunaan kapital (modal), dan kebebasan individu. Satu hal mungkin yang menulis tulisan tersebut tidak mengetahuinya bahwa kapitalisme itu hanyalah hak pemilikan atas modal yang berlaku di dalam sistem liberal jadi tidak bisa disejajarkan dengan sosialisme/komunisme dan liberalisme.

Saya beranggapan bahwa yang menulis tidak memahami yang dimaksud dengan ideologi itu sendiri. Secara etimologi, kata ideologi itu merupakan gabungan dua suku kata yaitu dari kata idea dan logi. Idea itu sendiri berarti cita-cita, harapan atau kenangan, sedangkan logi (aslinya logos) kependekan dari logika yang berarti teori atau konsep. Jadi istilah ideologi itu adalah konsep yang berisi cita-cita atau harapan. Dihubungkan dengan bangsa, maka ideologi itu adalah cita-cita bangsa. Dalam istilah lain istilah cita-cita bangsa juga bisa digunakan kata "doa bangsa" yaitu harapan atau gambaran bangsa yang ingin dicapai di masa yang akan datang.

Jadi ideologi bangsa itu adalah konsep mengenai cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa, sedangkan negara adalah alat untuk mencapai cita-cita tersebut.

Apakah pancasila itu ideologi bangsa Indonesia? Saya baca waktu itu katanya pancasila itu bukan ideologi tapi semboyan. Saya kira yang mengatakan seperti itu tidak mengetahui sejarah secara lebih gamblang, terutama perjalanan sejarah bangsa ini sampai dengan disusunnya pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tercantum pancasila.

Bangsa Indonesia ini bangsa yang majemuk (Bhineka Tunggal Ika), begitupun dengan ideologinya. Tapi dilihat dari perjalanan sejarah terutama dimulai dari pergerakan kemerdekaan tahun 1908, perjalanan bangsa ini dipengaruhi oleh dua ideologi besar dunia yaitu sosialis dan liberalis. Faham sosialis di Indonesia pada awalnya dikenalkan oleh H.OS Cokroaminoto melalui pergerakan Sarekat Islam dengan ideologi sosialis islam-nya. Faham sosialis Islam ini banyak mempengaruhi tokoh-tokoh bangsa waktu itu seperti Soekarno, Tan Malaka, Semaoen, Kartosoewiryo, Alimin, Musso, Agus Salim, dan masih banyak lagi. Konsep sosialis Islam yang dibawa oleh Cokroaminoto inilah yang begitu gencar menyuarakan kemerdekaan bangsa yang lepas dari penjajahan Belanda. Hanya saja konsep kemerdekaan yang diajarkan oleh Cokroaminoto itu untuk mendirikan negara dengan ideologi Islam (sosialisme Islam) yang merupakan bagian dari Pan-Islamisme (Khilafah). Karena konsep kemerdekaan tersebut membuat murid-muridnya memisahkan diri seperti Soekarno dengan PNI dan marhaenisme-nya dan Alimin, Musso, Semaoen, dan Tan Malaka yang mendirikan organisasi dengan ideologi komunis (PKI).

Selain Sarekat Islam dengan ideologi sosialis Islam-nya, pergerakan kemerdekaan juga dilakukan oleh organisasi Budi Utomo dan Indische Partij. Berbeda dengan Sarekat Islam dengan ideologi sosialis Islam-nya, maka tokoh-tokoh Budi Utomo dan Indische Partij adalah mereka-mereka yang lebih berpikiran terbuka sehingga perjuangan kemerdekaan itu lebih berlandaskan kepada ide nasionalisme. Ide nasionalisme inilah yang pada kemudian hari berkembang dan mewujud menjadi Sumpah Pemuda.

Pembentukan ideologi bangsa pada pra-kemerdekaan diwarnai oleh berbagai ide yang mewarnai bangsa Indonesia saat itu dengan konsep sosialis Islam, islam moderat, nasionalis, komunis, dan liberalis. Pembentukan konsep kebangsaan dengan ideologi pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan cita-cita bangsa adalah tindakan kompromi untuk menengahi berbagai ideologi yang ada di Indonesia ini. Penyusunan UUD 1945 itu adalah upaya untuk mengayomi semua ide sehingga bisa dijadikan sebagai landasan bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada dua golongan yang tidak mau menerima ideologi pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar bagi tegaknya bangunan NKRI yaitu:

1. Golongan yang masih bertahan dengan cita-cita untuk mendirikan negara Islam sebagai bagian dari Pan-Islamisme (khilafah).

2. Golongan komunis yang berupaya mendirikan negara komunis sebagai bagian dari komintern (komunis internasional).

Kembali ke masalah cita-cita dan doa bangsa. Seperti sudah disebutkan di atas, cita-cita bangsa ini secara umum dicantumkan dalam pembukaan UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945, ada tiga hal yang bisa kita garis bawahi sehubungan dengan cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa ini di masa yang akan datang, yaitu:

1. Melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan karena penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perkeadilan.

2. Mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

3. Membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Penjajahan atau imperialisme itu sendiri lahir dari konsep feodalisme dan kapitalisme yang tumbuh subur dalam kehidupan liberalisme. Berbeda dengan penjajahan sebelum perang dunia II yang cenderung berbentuk kolonialisme, maka konsep penjajahan bertranformasi ke dalam bentuk baru yang oleh Soekarno disebut sebagai new imperialisme atau neo-kolonialisme. New imperialisme dan neo-kolonialisme itu sendiri merupakan bentuk penjajahan yang berlandaskan kepada ajaran kapitalisme dalam bentuk investasi dan pinjaman atau hutang luar negeri.

New imperialisme muncul setelah PD II sebagai hasil dari konferensi New Left dengan hasilnya yaitu Marshal Plan dan Kolombo Plan. Negara sekutu (Amerika, China, Uni Soviet, Inggris, dan Perancis) yang menang dalam PD II beranggapan bahwa penjajahan model lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi saat itu dan di masa yang akan datang. Oleh karena itu disusunkan model penjajahan model baru yang dibiayai melalui dua Planning yaitu Marshal Plan adalah pembiayaan bagi negara kalah perang (Itali, Jerman dan Jepang) sehingga menjadi negara-negara industri terkemuka di bawah sekutu (tanpa kekuatan militer). Sedangkan Kolombo Plan adalah pembiayaan bagi negara-negara jajahan. Dari Kolombo Plan inilah nanti dibentuk Bank Dunia dan IMF.

Tujuan kedua yang ingin diwujudkan oleh bangsa ini seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Berkali-kali saya selalu mendengar kawan yang mengungkapkan redaksi seperti ini, "kalau seperti ini terus, negara kita ini akan makin jauh ketinggalan". Kalau mendengar redaksi seperti ini, dalam diri saya timbul pertanyaan, "ketinggalan oleh siapa?", "ketinggalan kemana?" (QUO VADIS?). Emang kita mau kemana kok bisa sampai ketinggalan?

Kenapa muncul pernyataan bahwa negara ini akan semakin jauh ketinggalan? Karena konsep atau cita-cita bangsa bukan lagi merujuk pada cita-cita bangsa, tetapi mengambil prototipe negara maju yang kapitalis. Redaksi "jauh ketinggalan" itu muncul dengan pembandingnya adalah negara-negara kapitalis sehingga yang tadinya kita masuk dalam kategori negara berkembang, dengan majunya negara kita, kita sudah menjadi bagian negara kapitalis. Padahal penjajahan di atas bumi ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Cita-cita bangsa ini bukan untuk membangun bangsa ini menjadi negara maju sepertihalnya negara-negara lainnya, tapi justru negara yang lepas dari cengkeraman kehidupan kapitalisme dan imperialisme. Cengkeraman kehidupan kapitalisme dan imperialisme itulah yang membuat negara ini tidak bisa berdaulat sehingga selama negara ini tidak berdaulat, maka tidak akan terwujud kehidupan yang adil makmur.

Perlu diingat bahwa negara kita ini adalah negara yang sangat kaya dengan segala sumber daya alam yang dimiliki. Oleh karena itu, apabila negara ini mampu berdaulat secara penuh dan mampu melepaskan diri dari cengkeraman kapitalisme dan imperialisme, maka negeri yang adil makmur niscaya akan tercapai. BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR.

Selanjutnya yaitu membentuk pemerintahan yang kuat yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Setiap elemen bangsa dengan segenap ideologi yang ada di dalamnya adalah kekayaan bangsa yang juga melandasi terbentuknya ideologi pancasila dan cita-cita bangsa dalam UUD 1945. Oleh karena itu, pemerintahan seyogyanya dijadikan sebagai alat untuk mengayomi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, bukan untuk memukul atau mendiskreditkan golongan yang lain. Setiap program pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia baik dari pikiran, statement yang dikeluarkan maupun tindakan.

Apabila ada ideologi yang dianggap mengancam keutuhan bangsa, seharusnya juga bukan dijadikan sebagai alat propaganda bagi pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan. Mereka yang mempertahankan ideologi yang berlawanan dengan ideologi pancasila (komunis dan sosialis Islam), karena pada dasarnya mereka belum memahami bagaimana mulianya cita-cita bangsa yang tercantum dalam UUD 1945. Perlu diingat bahwa tujuan dibentuknya pemerintah NKRI selain melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, juga dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Pemerintah seharusnya menjalankan tugas dalam mencerdaskan bangsa dan pelaksanaan tugas ini bukan hanya dengan mendirikan infrastruktur pendidikan, tetapi juga dengan mensosialisasikan cita-cita bangsa ini yang demikian mulia sehingga kecintaan rakyat terhadap negara yang kita cintai semakin tumbuh dan menguat.

Cita-cita bangsa yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini benar-benar cita-cita yang sangat mulia yang harus kita lindungi dan pertahankan dengan segenap jiwa raga ini. Cita-cita dan doa bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah seharusnya yang menjadi tolok ukur bagi kehidupan kita dalam berbangsa termasuk dalam urusan politik. Karena tugas kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang wajib menjamin bahwa cita-cita kita masih tetap sama dengan cita-cita yang dirancang oleh para pendiiri negeri ini.

Cita-cita bangsa seharusnya menjadi tolok ukur bagi kita dalam menentukan pilihan politik. Pemimpin yang mana yang dalam setiap ucapan dan kebijakan tetap searah dengan cita-cita bangsa ini, dan pemimpin yang mana yang justru menjerumuskan kehidupan bangsa semakin dalam ke dalam cengkeraman kehidupan kapitalisme dan imperalisme.

Justru aneh apabila ada satu golongan yang mengagungkan cita-cita dan doa bangsa ini untuk melepaskan diri dari sistem kapitalis dan imperialis, tapi malah memupuk dan menyirami sistem tersebut sehingga tumbuh subur di negara tercinta ini.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi semua elemen bangsa ini mengenai cita-cita mulia yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa, sehingga cita-cita itu akan selalu abadi dalam setiap diri bangsa. Sehingga "Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa", bangsa Indonesia bisa mencapai apa yang dicita-citakan yaitu menjadi negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun