Sejak jumpa pertama denganmu di kedai kopi itu
senyum manismu suah mencuri hatiku
maknanya tak perlu ditakwilkan dengan untaian kata
rasa cinta kusimpan rapat dalam bejana diam
tersebab banyak rasa yang sulit kuungkapkan dengan tutur kata
aku pun seia sekata dengan Rumi, penyair kondang sejagat yang katakan
: dalam diam tak ada penolakan
Â
Akulah Kamajaya yang mendadak kelu kala bertemu denganmu, Ratih
tapi aku percaya, ketika hati berbicara
kata-kata hanyalah himpunan kelompang makna
bagiku, cinta dan diam adalah kembar siam
keduanya menyatu, tak terpisahkan
pukau takik pipimu, lembut tutur sapamu
membuat hatiku meleleh, kendati kau tak pernah tahu
kata-kata tak sanggup ungkapkan betapa besar cintaku padamu
tapi rindu selalu bersijingkat mendekap dalam kelu
Kala senja ripuh menggurat jingga di batas cakrawala
cahayanya membias di bentang segara yang menabuh gelora
sayap camar anganku terkepak, melayang ke langit kembara
serasa diriku menjelma ombak yang rindu mencumbu bibir pantai
tapi tak mampu ungkapkan segala rasa lewat deburnya
aku sungguh mencintaimu sedalam samudra yang diam
dengan serakan butir-butir mutiara rindu dan cinta di palung terdalam
yang tersimpan sejak detik jumpa denganmu sampai ajal menyalam
cinta dalam bahasa senyap ini takkan pernah padam
Terus terang, aku tak mau jadi hujan yang berbincang dalam linang        Â
dengan sekuntum mawar berarumi wangi
tentang cecap rasa pahit di secawan pamit          Â
lebih baik aku merindukanmu dalam mimpi ketimbang ditampik dan risau hati
kar'na dalam mimpi, Kamaratih tak pernah mati
Jakarta, 15 Juni 2024 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H