Mohon tunggu...
Budi Sutrisno
Budi Sutrisno Mohon Tunggu... Guru - Guru, Best Writer 2023, pemenang berbagai lomba menulis

Saya seorang guru di Jakarta. Memiliki hobi membaca dan menulis. Beberapa tulisan saya berupa puisi, cerpen, dan artikel telah memenangi sejumlah lomba menulis tingkat nasional.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pasar Tuyul

2 Agustus 2024   05:13 Diperbarui: 2 Agustus 2024   16:46 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Wonodadi digegerkan dengan desas-desus adanya Pasat Tuyul di tengah hutan di pinggir desa. Masyarakat tak henti memperbincangkan Pasar Tuyul tersebut. Makin hari rumornya makin seru karena penuh bumbu.

"Eh, Kang Narto, benarkah kabar tentang Pasar Tuyul yang di tengah hutan?" tanya Yu Marni, pemilik warteg yang laris manis kepada salah seorang pelanggan.

"Katanya, sih begitu; tapi benar atau tidaknya, aku gak ngerti," sahut yang ditanya sambil mengunyah pisang goreng.

"Apa Yu Marni tertarik untuk pelihara tuyul? Jualannya 'kan sudah laris manis, apa masih kurang kaya?" celetuk seorang pelanggan bernama Mas Parjo sembari menunjukkan jarinya ke kalung emas dan gelang keroncong yang dikenakan Yu Marni

Tampak Yu Marni agak tersipu dan mencoba menjelaskan.

"Ora, Mas, aku cuma penasaran mendengar desas-desus ini." Yu Marni menjawab sembari menghidangkan singkong rebus, jagung rebus, bakwan jagung, dan aneka gorengan di piring sajian. "Semua kekayaanku ini aku peroleh dengan cara halal. Enak bener kalau bisa kaya raya tanpa kerja keras seperti yang aku jalani."

"Jangan iri, Yu. Itu semua cara musyrik yang dibenci oleh Tuhan; dan konon tuyul akan minta disusui setiap hari dari payudara perempuan.

"Heh ...minta disusui?" Yu Marni tersentak kaget.

Mas Parjo yang dari semula menyimak perbincangan, menambahkan komentar yang membuat obrolan makin panas.

"Ada yang bilang kalau lurah kita, Pak Prawiro, itu memelihara tuyul. Makin hari dia makin kaya. Coba pikir, gaji lurah itu berapa, tapi mengapa dia dapat membangun rumah semegah istana, dan katanya, dia pun punya saham di tambang timah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun