Mohon tunggu...
Budyana
Budyana Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Sepanjang Hayat

Hoby: Calistung Kepribadian : introvert Konten favorite:politik sosial ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ijin Riset Yang Tidak Dapat Diterima Nurul

12 Desember 2024   10:59 Diperbarui: 12 Desember 2024   10:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ijin Riset Memang Ribet. ((Foto SOP Ijin Riset (Sumber: sippn.menpan.go.id))

Mencermati data yang terpampang di dinding ruang tunggu atau area public, harus meminta ijin adalah pengalaman unik. Tempat dan waktu kejadian di kecamatan di kota ibukota provinsi, tahun 1985-an.

Sejatinya data yang dipajang di dinding kecamatan bertujuan memberikan informasi penting dan memudahkan akses informasi. Dalam data dinding tercakup: Informasi Pelayanan Publik (Jadwal dan Prosedur Layanan);  Informasi Program dan Kegiatan (Pemerintah dan Sosial); Pengumuman dan Pemberitahua; Petunjuk arah dan Peta Lokasi; serta  Data Demografis.

Data Demografis antara lain tentang jumlah penduduk di kecamatan, termasuk pembagian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan desa atau kelurahan. Serta tentang status kesehatan masyarakat, seperti angka kelahiran, angka kematian, dan penyakit yang umum terjadi.  

Data yang dipajang di dinding kecamatan bertujuan untuk meningkatkan transparansi, memberikan informasi yang mudah diakses, dan membantu warga dalam mengurus berbagai keperluan administrasi. Sehingga, kewajiban memintan ijin mencermati data dinding kontradiksi dengan tujuannya.

Kejadian yang tidak dapat diterima nalar, atau sesat nalar yang ekstrim. Nitizen menyebut sesat nalar yang ekstrim sebagai sulit diterima nurul. Bentuk katanya mengikuti tradisi Jawa, dalam menyebut merah sebagai abang dan untuk merah maron : abiing.  Jadi nurul bentuk superlative nalar.

Kejadianya, saat menunggu antrian menghadap pejabat kecamatan untuk mendapatkan data terkait kondisi umum wilayah. Duduk celingak celinguk terlihat ada data yang dibutuhkan terpampang di dinding. Data disalin dicatat, ada yang kurang terang berusahan berdiri mendekat. Ada pejabat kecamatan mendekat, dan berkata singkat. “Mas, kalau mengambil data harus ijin”.

Ini juga sedang antri meminta ijin tetapi ternyata ada data dinding. Bahwa  penelitian ini tentang pelayanan kesehatan dan lokasi penelitian di puskesmas. Data dari kecamatan hanya untuk melengkapi gambaran kondisi umum wilayah. Sang pejabat bergeming: “Ijin harus melalui Kantor Sospol”.

Saat ini data kondisi umum wilayah disajikan dalam buku Daerah Dalam Angka (DDA) pada level provinsi, kabupaten hingga kecamatan. DDA adalah buah kerja sama Pemda dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan dapat diperoleh secara daring. Jika saat berselancar di website BPS tiba-tiba bertiup angin dingin disertai suara “Mas harus  ijin kantor sospol” abaikan saja.

Politik Kesehatan

Data kondisi umum kecamatan tercukupi di BPS. Pengumpulan data pelayanan Kesehatan di Puskemas berjalan lancer, antara lain berkat personalia puskesmas yang sangat kooperatif. Bahkan ada beberapa yang curhat diluar topik riset, misalnya soal status kepegawaian yang belum PNS. Masalah timbul ketika ingin wawancara dengan kepala Puskesmas

Dokter Kepala Puskemas mempertanyakan mengapa mahasiswa ilmu politik meneliti pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Jawaban yang dapat diberikan bahwa ilmu politik antara lain mempelajari: apa yang dikerjakan pemerintah, dengan cara apa dan apa dampaknya bagi Masyarakat.

Reaksi dokter atas jawaban ini bervariasi. Ada yang menolak jawaban dan menolak wawancara.  Ada yang bisa menerima jawaban tetapi menolak wawancara. Ada satu dari 17 puskesmas yang memahami jawaban dan bersedia wawancara.

Tiadanya wawancara sesungguhnya, tidak mengganggu hasil riset, karena data yang dibutuhkan kebanyakan data sekunder, pengamatan pelaksanaan pelayanan, dan wawancara pasien. Tujuan riset untuk mengamati bagaimana pelayanan puskemas dinikmati oleh kelompok masyarakat kaya dan miskin.

Satu-satunya dokter yang bersedia  wawancara kepala Puskesmas Kato Gade. Tanpa ditanya ibu dokter ini menjelaskan ihwal pelayanan Puskesmas. Ada pasien dari keluarga miskin yang mudah tersulut emosi. Ketika datang berobat tanpa membawa dokumen apapun, pas ditanya KTP langsung naik pitam. 

Demikian juga pasien dari keluarga kaya atau pejabat, maunya hanya minta surat rujukan tanpa mau mengikuti SOP yang ada. Dalam pantauan ibu dokter ini karier selanjutnya cepat melejit. 

Kasus Puskesmas

Kepala dinas Kesehatan juga menolak memberi komentar atas hasil riset ini karena keberatan dengan judul riset yang mencantumkan kata ‘kasus’. Sejatinya, kata ini berasal dari metode penelitian ‘study kasus’. Penulisan judul terinspirasi buku Masri Singarimbun dan DH Penny: Penduduk dan Kemiskinan Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa.

Studi kasus adalah metode penelitian. Metode ini digunakan untuk menyelidiki dan menganalisis fenomena tertentu, konteks atau situasi dengan mendalam dan detail. Dalam hal ini, ada banyak pelayanan pemerintah atau public services. Kami mengambil satu untuk studi kasus, yaitu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.

Penjelasan ini ditolak, karena menurut pemahamannya kasus sama dengan perkara hukum, Memang dalam konteks hukum, "kasus" merujuk pada suatu perkara atau masalah hukum yang diajukan untuk diselesaikan di pengadilan atau penengak hukum lainnya.

Gagal wawancara yang memerlukan tiga kali / hari usaha. Datang pertama, mohon untuk menghadap. Kedatangan kedua diminta membuat pertanyaan tertulis. Kedatanganketiga permohonan wawancara ditolak.

Gagal wawancara tetapi tidak mengejutkan, karena perilaku birokrasi semacam ini menjadi menu sehari-hari dibangku kuliah. Antara lain dikupas dalam buku pathologi birokrasi atau penyakit pemerintahan.  

Pada akhirnya, skripsi diuji dan dinyatakan lulus dengan status kira-kira tidak memalukan. Untuk tidak terlalu pede, karena saat itu di kampus ini skripsi juga punya kasta. Kasta tertinggi skripsi dicetak menjadi buku, kasta terbaik kedua dicetak dalam bentuk jurnal/majalah, kasta berikutnya skripsi dipajang di perpustakaan dan kasta terendah disimpan di gudang perpustakaan.

Kabar tentang skripsi saya terlintas sebelum tahun 2000 ketika sempat kuliah S-2. Ada kawan kuliah ingin meminjam skripsi asli milik saya, karena skripsi yang ada di perpustakaan telah porak poranda karena seringnya difoto kopi.  

Asal mula Ijin 

Ijin penelitian diberlakukan sebagai reaksi atas hasil riset mahasiswa dan dosen dari universitas ternama, di daerah pantai utara Jawa Tengah. Menurut hasil riset ini Sultan Hamengku Buwono IX, bukan Presiden Suharto yang mendapatkan rating tertinggi.

Hasil riset ini dianggap kontradiksi dengan kehendak orde baru yang pada tahun 1970-an sedang membangun fondasi yang kokoh untuk berkuasa. Riset ini dianggap dapat menimbulkan persepsi matahari kembar, dan dapat menggangu stabilitas politik.

Di masa orde baru riset atau penelitian  dianggap sebagai gerakan politik, sehingga harus diawasi untuk dikendalikan agak hasilnya sesuai dengan kehendak pemerintah.  Pada tahun 1990 Arswendo Atmowiloto pemimpin redaksi majalah Monitor dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun. Jerat hukum yang dipakai pasal 156a dan Pasal 157 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terkait penodaan agama.

Kasus hukum Arswendo terkait hasil angket bertajuk "Ini Dia: 50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca Kita" Dimana hasil angketnya  menempatkan nama Arswendo di peringkat ke-10, di atas Nabi Muhammad. Hasil angkte ini memicu protes dari Masyarakat. 

Ngurus Ijin

Pengurusan ijin riset tidak ribet ketika lokasi penelitian dalam satu provinsi dengan lokasi perguruan tinggi (PT). Periset cukup membawa surat pengantar dari dekan, dibawa ke kantor sospol kabupaten dan melampitkan persetujuan dari Polres.

Namun ada  kabupaten yang menentukan ijin riset oleh dinas perijinan terpadu, dengan melampirkan rekomendasi dari kantor kesbangpol dan Bappeda.

Prosedur mengular ketika lokasi penelitian dan lokasi perguruan tinggi beda provinsi. Periset membawa surat pengantar dari dekan, dibawa ke kantor sospol provinsi asal PT minta rekomendasi.  Surat rekomendasi ke kantor sospol provinsi,  dibawa ke kantor sospol provinsi lokasi penelitian untuk minta persetujuan.

Berbekal surat persetujuan kantor sospol provinsi proses perijinan di tingkat kabupaten dimulai. Tidak terbayangkan rumitnya ketika mahasiswa asal Klaten yang kuliah di IPB Bogor  ingin melakukan riset ekonomi usaha tani tembakau di desanya.

Untuk ijin riset ini harus menelusuri rute Darmaga – Barangsiang – Leuwipanjang – Kantor Sospol Prov Jabar di Bandung. Butuh waktu sehari. Hari berikutnya menuju Kantor Sospol Prov Jateng di Semarang. Hari berikutnya berpusing perijinan kabupaten, kecamatan hingga kelurahan.

Jalan panjang perijinan ditempuh untuk meneliti usaha tani tembakau, sementara responden ada paman sendiri, tante, pakde, bude, pokoknya semua telah dikenal, dan sama sekali tidak ada ekses politiknya.

Untuk tetap focus, ijin riset diperlukan sebagai aktisipasi dampak politik dari kegiatan riset. Nah, ijin riset yang non politik kena getahnya, kenapa?.

Sekitar tahun 2000-an, pasca reformasi saya ditempatkan di kantor sospol. Suatu hari, saya berjumpa pemohon ijin riset yang dua minggu sebelumnya pernah datang. Bagaimana duduk perkaranya?.

Pemohon bekerja di Dep. Hankam dan kuliah di Universitas Hankam. Yang bersangkutan ingin riset di kampung halaman yang kebetulan dijadikan destinasi tujuan wisata internasional. Ingin meriset perubahan sosial politi yang terjadi.

Ketemu petugas jaga ijin riset, pemohon dianjurkan membawa rekomendasi dari kantor sospol provinsi Jawa Barat, sesuai lokasi kampus, kemudian ke kantor sospol provinsi Jawa Tengah di Semarang.

Dengan kata lain, petugas jaga ijin riset di kantor sospol ini meragukan kredibilitas personal Dep. Hankam. Benar-benar tidak dapat diterima nurul.

Sesungguhnya ada beberapa teman, dengan dasar kemanusiaan yang adil dan beradap mengabaikan syarat rekomendasi provinsi bagi bagi pemohon ijin yang berasal dari PT beda provinsi. Utamanya, personal yang pernah kuliah atau yang mempunyai anak sedang kuliah.  

Idam Samawi

Tidak semua pemerintah kabupaten jahat kepada peneliti. Misalnya, di Kabupaten Bantul semasa bupati Idam Samawi tahun 1999-2010, pengajuan ijin riset dijadikan sarana untuk memberi insentif kepada peneliti. Barang siapa meneliti untuk skripsi, tesis dan disertasi diberikan bantuan dana riset jika lokusnya di Kabupaten Bantul.

Berhubung pernah menjadi korban rumitnya ijin riset, dan pernah berada kantor produsen ijin riset timbul empati kepada para pemohon ijin. Setidaknya bertegur sapa. Demikian juga, ketika pada suatu periode ditempatkan di instansi pemberi rekomendasi riset.

Suatu ketika, pemerintah daerah sedang menghadapi masalah terkait kerja sama dengan fihak ketiga. Dalam hal ini fihak ketiga membangun sarana perdagangan diatas lahan milik pemda. Lahan ini memiliki Sertifikat HPL (Hak Pengelolaan Lahan). HPL adalah dokumen hukum yang memberikan hak kepada pemegang HPL untuk mengelola, menguasai, dan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh negara.

Sementara sarana perdagangan yang terbangun dikuatkan dengan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). HGB adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.

Sarana perdagangan ini diperjual-belikan, bahkan berpindah tangan berkali-kali. Pembeli terakhir karena telah memegang sertifikat HGB tidak menyadari bahwa bahwa ada perikatan pemilikan gedung dengan pemda.

Kedatangan mahasiswa dari fakultas hukum yang meminta rekomendasi riset untuk skripsinya berjudul penyelesaian sengketa HGB diatas HPL, sangat mencerahkan.

Dan sesungguhnya adanya penelitian pemerintah daerah sangat diuntungkan, mengapa prosedur ijinnya rumit?. Mengapa SOP pelayanan ijin penelitian tidak menjadi tema reformasi birokrasi?.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun