Berhubung pernah menjadi korban rumitnya ijin riset, dan pernah berada kantor produsen ijin riset timbul empati kepada para pemohon ijin. Setidaknya bertegur sapa. Demikian juga, ketika pada suatu periode ditempatkan di instansi pemberi rekomendasi riset.
Suatu ketika, pemerintah daerah sedang menghadapi masalah terkait kerja sama dengan fihak ketiga. Dalam hal ini fihak ketiga membangun sarana perdagangan diatas lahan milik pemda. Lahan ini memiliki Sertifikat HPL (Hak Pengelolaan Lahan). HPL adalah dokumen hukum yang memberikan hak kepada pemegang HPL untuk mengelola, menguasai, dan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh negara.
Sementara sarana perdagangan yang terbangun dikuatkan dengan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). HGB adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.
Sarana perdagangan ini diperjual-belikan, bahkan berpindah tangan berkali-kali. Pembeli terakhir karena telah memegang sertifikat HGB tidak menyadari bahwa bahwa ada perikatan pemilikan gedung dengan pemda.
Kedatangan mahasiswa dari fakultas hukum yang meminta rekomendasi riset untuk skripsinya berjudul penyelesaian sengketa HGB diatas HPL, sangat mencerahkan.
Dan sesungguhnya adanya penelitian pemerintah daerah sangat diuntungkan, mengapa prosedur ijinnya rumit?. Mengapa SOP pelayanan ijin penelitian tidak menjadi tema reformasi birokrasi?. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H